apa arti pancasila

Ganti saja Pancasila

Nyatanya faktanya sila Indonesia tak lagi lima
Tertinggal dua atau satu sila saja
Bisa jadi hanya sila kesatu, meski tidak Esa
Nyatanya: seakan Tuhan menyuruh membunuh umat Tuhan yang lain?
Nyatanya: seakan Tuhan memaksa umat seagama mengusir sesamanya

Ganti saja Pancasila
Dimana relevansinya dengan Negara apalagi di Masyarakat
Nyata, fakta:
Motor-motor berjuta-juta
Kendaraan individu berjaya
Apa arti Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Bila: supir-supir bisdi kota harus bekejar-kerjaan, kebut-kebutan cari penumpang
Setoran tak tercapai, nyawa hilang mungkin saja
Karena penumpang sedikit, mereka beralih ke motor
Nyatanya:
Orang-orang tak berpunya, ratusan juta butuh angkutan murah,
tak jua tersedia kendaraan angkut massif
Bagaimana angkut sayuran, palawija atau dagangan bila tak ada yang mengakut?
Jangan tanya Presiden yang dipilih olehmu, jangan tanya menteri yang ditunjuk olehnya
Karena mereka tidak bodoh, tidak berani dan sedikit pengecut
dan mereka bukan karibnya Chavez, takut berdekatan dengan Castro

Ganti saja Pancasila
Apa arti Persatuan Indonesia
Nyatanya: perbedaan budaya dan adat adalah pemisahan teritorial
Nyatanya: atas nama otonomi, otoritas, dan kelola
Pemekaran kabupaten, provinsi; memakan dana merenggangkan saudara

Ganti saja Pancaila
Apa arti Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dalam Permusyarawaratan Perwakilan
Nyatanya: bukan hikmat apalagi bijaksana yang memimpin, apalagi pencipta kebijakan
Nyatanya: lobi, takar-timbang kepentingan segelintir,
uang dan kekuasaan jadi pemimpin,
pastinya bukan musyawarah

Ganti saja Pancasila
Apa ada Kemanusiaan yang adil dan beradab di sini
Nyata dan fakta:
Setiap bulan saudaraku terusir dari rumah tinggalnya
Bukan oleh penjajah Belanda, Jepang, tapi oleh Satpol PP, bangsa sendiri,
sama warna kulitnya, sama-sama makan nasi

Ganti saja Pancasila
Biar anak-anak, remaja dan orang dewasa tahu,
Indonesia adalah Negara Kapitalis berTuhan, berzakat tiap tahun, berkorupsi tiap bulan
Ganti saja Pancasila
Biar anak-anak, remaja dan semua orang dewasa paham,
Pancasila sudah diubah oleh mentri-mentri, anggota-anggota DPR
berdasar Pasar, berdasar investasi, berdasar pengusaha
tak peduli Rakyat

Ganti saja Pancasila
Biar anak-anak, remaja dan orang dewasa mudah serap, belajar ideologi baru,
banyak contoh banyak aplikasi:
Marsinah dibunuh, Munir dibunuh, rakyat ditindas rumah tergusur, pasar tradisional mati,
mal-mal dibangun, warung-warung tidak laku, indomaret-alfamaret merangsak merajalela
Itulah dasar negara Indonesia baru, dasar negara Kapitalis-birokrat, berbalut otoriter nan santun
percaya pada Tuhan, menTuhankan uang

Ganti saja Pancasila
Bhineka Tunggal Ika, hampir hilang makna
Soeharto sukses manunggal keseragaman
kini DPR dan pemerintah siap lahirkan
Undang-undang berpihak ‘kesucian’ dan ‘kepedulian’
yang belum tentu Indonesia, belum tentu Nusantara

Ya, silahkan Ganti saja Pancasila dengan Panca-pancaan baru, dasar negara baru, sila: berlambang Garuda dengan lima simbol Dollar, Huruf Arab, Mobil Mercedes, dan Sekolah Swasta  cabang Inggris,  Amerika atau  Australia

FIQH AL-HADITS

A.PENDAHULUAN
Al-Sunnah adalah sumber kedua setelah al-Quran dalam penetapan hukum-hukum fiqh dan syari’at. Oleh karena itu, pembahasan tentang al-Sunnah sebagai dasar serta dalil bagi hukum-hukum syari’at dilakukan secara luas dalam semua kitab Ushul al-Fiqh dan dari semua madzhab. Sedemikian pentingnya, sampai-sampai al-Auza’iy (wafat 157 H) menyatakan bahwa “ al-Quran lebih membutuhkan al-Sunnah dibandingkan dengan kebutuhan al-Sunnah kepada al-Quran.1
Syaukani mengatakan : “Singkatnya, keberadaan al-Sunnah sebagai hujjah atau sumber hukum syari’at serta wewenangnya dalam penetapan hukum-hukum sudah merupakan suatu keharusan dalam agama, tak seorang pun berbeda paham tentangnya, kecuali mereka yang tidak cukup ilmu dalam Islam.2
Dari sekian aspek-aspek kajian ilmu Hadits, fiqh al-Hadits merupakan dimensi yang tak kalah pentingnya setelah ilmu dirayah dan musthalah al-Hadits. Hal ini karena fiqh al-Hadits adalah kajian yang mencoba menggali dan memahami ajaran yang terkandung dalam Hadits-hadits Nabi untuk dapat diamalkan. Apresiasi terhadap Islam tidak hanya cukup dengan mengetahui adanya pesan-pesan Allah dan Rasul serta memperagakan ketaatan semata, tetapi juga lebih jauh dari itu, yakni kemampuan menangkap dan memahami pesan-pesan yang terkandung di balik redaksi al-Quran dan Hadits-hadits Nabi. Kemampuan inilah sebetulnya yang paling penting dalam mencuatkan dan meneguhkan karakter agama yang moderat, tidak memberatkan dan shalih li kulli zaman wa makan (selalu selaras dengan ruang dan waktu manapun).3
Setiap muslim wajib mempelajari dan mendalami Hadits Nabi, karena Hadits merupakan sumber utama ajaran Islam di samping al-Quran. Hadits bisa sebagai penjelas terhadap isi al-Quran yang bersifat global atau memperincikannya, sebagai penguat informasi al-Quran, bahkan pembuat hukum yang tidak ada dalam al-Quran dengan syarat tidak bertentangan dengan nilai-nilai al-Quran. Dalam rangka mendalami Hadits, sangat diperlukan seperangkat ilmunya, yaitu ilmu Hadits. la berkembangan dan terbagi kepada beberapa cabang dengan fungsi dan kegunaan yang berbeda-beda. Hal ini benar-benar penting untuk dipelajari dan dipahami, karena fungsinya sangat besar dalam memahami ajaran Islam.4
B.PENGERTIAN FIQH AL-HADITS
Fiqh al-Hadits berasal dari dua kata yaitu fiqh dan al-Hadits. Fiqh berasal dari kata فقه-يفقه-فقها yang artinya secara bahasa adalah mengerti atau faham akan sesuatu,5 dan secara istilah adalah mengetahui hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliah yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.6 sedangkan al-Hadits berasal dari kataحديثا  -ىحدث - حدوثا  حدث-yang artinya secara bahasa adalah baru,7 dan secara istilah adalah sesuatu yang dihubungkan kepada Nabi s.a.w. dari perkataan, perbuatan, penetapan dan sifatnya.8 Dengan demikian, maka fiqh al-Hadits dapat dikatakan sebagai salah satu aspek ilmu Hadits yang mempelajari dan berupaya memahami Hadits-hadits Nabi dengan baik. Dimaksudkan dengan baik adalah mampu menangkap pesan-pesan keagamaan sebagai sesuatu yang dikehendaki oleh Nabi (murad al-Nabi).9
Pemahaman akan al-Hadits wajib dilaksanakan oleh kita umat Islam, karena al-Hadist merupakan sumber hukum Islam setelah al-Quran yang wajib kita laksanakan dan implementasikan dalam kehidupan sehari-hari, dan al-Hadits merupakan dasar tasyri’ atau menetapkan ketentuan syari’at Islam atau hukum Islam.



C.DASAR-DASAR FIQH AL-HADITS
Dasar-dasar fiqh al-Hadits diantaranya :
1.Fiqh al-Hadits yang berarti penafsiran dan penjelasan Hadits, merupakan cabang ilmu Hadits paling penting setelah sejarah Hadits, istilah-istilah ilmu Hadits, dan rijal al-Hadits. Dan seluruh ilmu-ilmu Hadits digunakan sebagai mukadimah atau tangga awal untuk mempermudah dalam memahami Hadits.
2.Konsepsi-konsepsi (pemahaman) kata merupakan kajian utama pada dasar-dasar dalam memahami Hadits. Karena kata-kata ibarat pondasi dasar sebuah kalimat atau ungkapan yang mana ia memainkan peran sebagai media dalam menyampaikan makna atau maksud. Perbedaan pada makna قطع  (potong) dan definisi "tangan" pada QS. Al-Maidah: 38 (السارق و السارقة فاقطعوا أيديهما), dan definisi مول? (maula) pada riwayat: من کنت مولاه فعل? مولاه merupakan diantara contoh akan perlunya ilmu ini.
3.Dengan alasan bahwa kata-kata dalam bahasa Arab terbentuk dari form-form (bentuk) yang berbeda-beda dengan melihat akar katanya tersebut, maka mengetahui akar kata merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam memahami makna sebuah kata.
4.Terkait dengan kata-kata yang konsepsi-konsepsinya itu berhubungan dengan alam metafisik, seperti: Mizan, Lauh, Qalam, 'Arsy, dan lain-lain, terdapat tiga pandangan;
a.Maktab ta'thil; kewajiban kita atas konsepsi kata-kata seperti ini adalah menyerahkannya kepada Allah Swt.
b.Maktab tasybih (antropomorfisme); memaknai kata-kata tersebut sesuaidengan makna materinya.
c.Maktab antara ta'thil dan tasybih; menyandarkannya kepada apa yang  diajarkan oleh para Imam Ma'shum as. Pandangan yang ketiga inilah yang bisa diterima dan dengannya akan diperoleh makna murni dari kata-kata tersebut. Sebagai contoh; kata mizan pada hari kiamat yang sebagian memaknainya dengan timbangan yang ada di dunia, diganti dengan makna lain yaitu ( ما يوزن به ) dimana dengan makna ini maka manusia sempurna (insan kamil) juga bisa termasuk di dalamnya.
5.Sebagian kata-kata itu mengalami perubahan dan pembaharuan makna yang diakibatkan oleh roda zaman serta kebutuhan yang berbeda-beda setiap dekade dan era, dan ini memungkinkan kalau makna awal dari kata-kata tersebut mengalami penyempitan atau perluasan makna atau bahkan pertentangan makna awal dengan makna barunya. Oleh sebab itu, merupakan sebuah kemestian untuk memperhatikan makna yang dimaksud pada masa dikeluarkannya riwayat-riwayat tersebut. diantara contoh yang sangat jelas, yaitu kata tafaqquh dimana ketika riwayat tersebut keluar maka secara mutlak diartikan dengan pemahaman agama. Namun pada masa kita sekarang ia dimaknai dengan kajian agama khusus dalam bidang fikih dan ahkam (hukum-hukum).
6.Bahwa dengan adanya sebagian kata-kata seperti mu'min dan munafik dalam riwayat-riwayat yang digunakan pada makna-makna tertentu dan dikategorikan memiliki makna istilah riwayat, maka dengan ini perlu memperhatikan makna dari setiap kata-kata tersebut sesuai dengan istilah-istilah khusus riwayat atau Hadits.
7.Selain terkait dengan kata-kata, susunan kata-kata tersebut yang darinya sebuah kalimat bisa terbentuk dan juga ilmu nahwu (gramatikal) yang mengemban tugas tersebut (menyusun kata-kata menjadi kalimat), memegang peranan yang sangat besar dan mendasar dalam membantu bagaimana memaknai hadits-hadits. Sebagai perumpamaan dalam hadits: ( ان الله خلق آدم عل? صورته ) kalau dhamir (kata ganti) ( صورته ) kembali kepada Allah Swt maka akan terjebak pada tasybih (antropomorfisme), tapi kalau kata gantinya itu kembali kepada Nabi Adam as maka akan berarti ketetapan bentuk manusia. Dengan demikian sangatlah penting untuk mengetahui bentuk susunan kalimat-kalimat.
8.Dalam beberapa riwayat terdapat hal-hal seperti Allah s.w.t. menginterogasi dan meminta pertanggungjawaban akal atau langit dan bumi menangis akibat kematian seorang mukmin, dimana dalam pemaknaannya secara zahir merupakan hal yang sulit. Untuk memahami makna riwayat-riwayat seperti ini, perlu menggunakan kaidah-kaidah ilmu ma'ani dan ilmu bayan dan dengan melihat asal bahasa riwayat-riwayat tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa kalimat-kalimat seperti ini mengandung nilai-nilai kinayah (sindiran) dan isti'arah (metafora).
9.Siyaq yang berarti cara berbicara dan menyusun kalimat adalah salah satu indikasi redaksional yang punya pengaruh penting dalam memahami kandungan sebuah kalimat serta menghilangkan adanya dwimakna (mubham) yang terdapat di dalamnya dan juga membantu untuk menemukan makna-makna yang dimaksud si pembicara. Sebagai perumpamaan dalam riwayat ghadir dimana di dalamnya terdapat kalimat ( ألست أولي بالمؤمنين من أنفسهم و أموالهم) yang menjadi indikasi sehingga bisa memaknai kata (مولي) yang terdapat pada kalimat ( من كنت مولاه فهذا علي مولاه) sebagai Imamah dan pemimpin.
10.Bahwasanya riwayat-riwayat itu memiliki kesamaan dengan al-Quran, yaitu antara satu riwayat dengan riwayat yang lain itu saling menafsirkan dan menjelaskan. Dari itu sebuah kemestiaan, dalam rangka memahami kandungan terakhir sebuah riwayat, merujuk kepada riwayat-riwayat yang serupa isi serta kandungannya yang disebut riwayat dari satu keluarga.10
D. CONTOH FIQH AL-HADITS
قال الامام مسلم في كتاب الصلاة من صحيحه : حدثنا زهير بن حرب حدثنا جرير عن سهيل عن ابيه عن ابي هريرة رضي الله عنه  قال رسول الله صلي الله عليه وسلم : خير صفوف الرجال اولها وشرها اخرها و خير صفوف النساء اخرها وشرها اولها
Arti Hadits :
Imam Muslim di dalam Kitab Shalat dari Kitab Shahihnya berkata : Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami : (kata Zuhair) Jarir telah menceritakan kepada kami :(ia menerima) dari Suhail (ia menerima) dari ayahnya :(ayahnya menerima) dari Abu Hurairah r.a. ia berkata : Rasulullah s.a.w telah bersabda : “sebaik-baik shaf bagi laki-laki itu di awalnya dan seburuk-buruknya itu di akhirnya. Dan sebaik-baik shaf bagi wanita itu diakhirnya dan seburuk-buruknya di awalnya.”
Takhrij Hadits :
    Imam Muslim mengeluarkan Hadits tersebut di dalam kitab Shahihnya, dibagian kitab shalat. Sedangkan Imam Bukhari tidak mengeluarkan Hadits tersebut. Muslim dalam mengeluarkan Hadits tersebut dari jalur rawi Suhail dengan dua jalan. Pertama seperti yang tertulis sebagai topik kajian, sedangkan yang kedua Muslim menerima dari gurunya Qutaibah bin Sa’id dan Qutaibah menerima dari Abdul Aziz (yaitu Darawardi), Abdul Aziz menerima dari Suhail dan selanjutnya dalam isnad tersebut.
Isnad Hadits :
    Isnad dalam Hadits Abu Hurairah riwayat Muslim tersebut terdiri dari lima rawi. Pertama adalah Zuhair bin Harb, ia guru Imam Muslim yang mencatat Hadits tersebut. Kedua adalah Jarir bin Abdul Hamid. Ketiga Suhail bin Abi Shalih. Keempat Abu Shalih dan kelima Abu Harairah shahabat Nabi s.a.w. Kelima orang rawi tersebut semuanya tsiqah (kepercayaan) dan dapat dijadikan pegangan sebagai sandaran periwayatan Hadits. Pemilik Kutub al-Sittah secara umum semuanya mengeluarkan Hadits dengan menyandarkan lima rawi tersebut, kecuali Imam Tirmidzi. Baginya tidak mengeluarkan Hadits dengan rawi Zuhair bin Harb.
Syarah Hadits :
1.Dalam arti umum Hadits menunjukan adanya keutamaan shaf awal bagi jam’ah shalat untuk kaum laki-laki. Sebagai lawannya shaf akhir dinilai tidak memilki keutamaan bahkan disebut syarrun. Pengertian ini merupakan ketetapan yang memilki nilai tetap bagi mereka, baik mereka shalat berjam’ah hanya sesama laki-laki saja ataupun bersama mereka itu ada jama’ah dari kaum wanita.
2.Dalam pada itu Hadits juga menunjukan bahwa wanita yang ikut berjama’ah shalat bwersama laki-laki, maka hak mereka adanya keutamaan shaf bagi yang menempati di akhirnya. Sebagai lawannya bagi yang menempati shaf awal dinilai tidak memiliki keutamaan . menurut lahirnya pengertian ini khusus adanya shalat berjama’ah bagi wanita bersama laki-laki. Dengan pengertian bahwa apabila jama’ah shalat itu hanya terdiri sesama wanita denagn imam wanita pula, maka afdlalu shaf atau keutamaan shaf mereka itu adalah pada shaf awal.
3.Sabda Rasulullah s.a.w. :
خير صفوف الرجال اولها
Yang berarti :” Sebaik-baik shaf bagi laki-laki itu di awalnya,” pengertian kebaikan yang dimaksud itu adalah kebaikan atas lainnya, bahwa pada shaf itu memilki kelebihan yang tidak dimilki oleh yang lainnya. Diantaranya karena dekatnya dengan imam sehingga dapat lebih faham yang dilakukan oleh imam, serta dapat menghasilkan dari pengertian pada arah yang disyari’atkan.
4.Sabda Rasulullah s.a.w. :
وشرها اخرها
Yang berarti :” Dan seburuk-buruk shaf bagi laki-laki itu diakhirnya.” Pengertian ini dimaksudkan karena jauhnya dari imam dan dekatnya dengan wanita yang menjadi sebab adanya kemungkinan keterkaitan hati yang menimbulakn tidak khusu’ dan timbulnya fitnah antara laki-laki dan wanita. Mengingat banyak isyarat agar antara dua jenis tersebut senantiasa membuat jarak yang jauh, kecuali yang menjadi haknya.
5.Imam Syaukani dalam Kitab Nailul Authar menjelaskan sabda Nabi s.a.w : وخيرصفوف النساء اخرها yang berati :” Dan sebaik-baik shaf bagi wanita itu di akhirnya” dikemukakan : hanya yang dimaksud sebaik-baik dalam hal ini, sebaik-baik berdirinya karena jauh dari percampuran dengan laki-laki
6.Apabila tempat seburuk-buruk shaf bagi laki-laki itu dengan tempat seburuk-seburuk shaf bagi wanita, dimanahal itu menjadi tempat timbulnya fitnah antara kedua belah pihak, berdasarkan kebiasaan mereka yang shalat ke Masjid berjama’ah terdiri dari laki-laki dan wanita, yang dalam hal ini disyari’atkan dalam ajaran Islam, maka adanya ikhtilath antara laki-laki dengan wanita diberbagai tempat yang mengandung fitnah, seperti di kelas-kelas pendidikan dan lembaga-lembaga lebih layak untuk ditiadakan.
Fiqh al-Hadits dan Istimbath :
1.Dalam ajaran Islam disyari’atkan shalat berjama’ah
2.Shalat berjam’ah yang disyari’atkan itu, berlaku untuk laki-laki dan wanita dan dapat pula dilakukan jama’ah khusus untuk laki-laki dan wanita saja
3.Dalam shalat berjama’ah yang terdiri dari laki-laki dan wanita, menurut ketentuan shaf bagi laki-laki di bagian muka, sedang shaf bagi wanita di bagian belakang.
4.Bagi laki-laki sebaik-baik shaf itu pada shaf yang paling depan (awal), sedang shaf yang paling akhir dinilai sebagai shaf yang tidak afdal (syarrun).
5.Pengertian tersebut menjadi kebalikan bagi shaf bagian wanita. Untuk wanita sebaik-baik shaf itu yang paling akhir, sedang shaf yang paling depan, dinilai sebagai shaf yang tidak baik (syarrun).
6.Pengertian baik dan buruk shaf bagi laki-laki dan wanita dalam shalat berjama’ah tersebut dalam bentuk perbandingan keutamaan shaf.
7.Wanita dalam shalat berjama’ah bersama laki-laki tidak boleh dalam satu shaf.
8.Laki-laki dalam shalat berjama’ah dengan wanita tidak boleh pada shaf di belakang wanita.
9.Hadits memberi isyarat agar shaf wanita itu jauh dari shaf laki-laki
10.Pengertian tersebut akan dinilai lebih utama/afdhal daripada dekatnya shaf antara keduanya.
11.Dari pengertian tersebut menunjukan adanya amal-amal yang kurang afdal disebut syarrun yang berarti buruk, sekalipun dalam perbuatan ibadah yang baik.
12.Dari Hadits dapat difahami ada perbedaan hukum antara laki-laki dan wanita
13.Dalam mengetengahkan hukum yang dikhususkan bagi laki-laki dan wanita, disebutlah lebih awal ketentuan hukum laki-laki. Sesudah itu baru dikemukakan hukum yang khusus bagi wanita.
14.Dari Hadits ada isyarat bahwa wanita itu lebih baik shalatnya di rumah daripada di Masjid, meskipun shalat berjama’ah di Masjid bersama dengan laki-laki juga disyari’atkan.
15.Dari pengertian tersebut dapat difahami dalam Hadits mengandung petunjuk adanya tingkatan dan perbandingan keutamaan amal yang baik
16.Dari Hadits juga ada isyarat bahwa pada diri wanita itu selain menjadi dayavtarik bagi laki-laki, juga akan banyak menimbulkan fitnah apabila aturan syar’i tidak dijadikan pegangan.
17.Oleh karena itu dalam ihtiyat atau kehati-hatian, syari’at melalui Hadits tersebut telah mengatur dan mengingatkan letak dan jarak penempatan shaf bagi keduanya dalam shalat berjam’ah.11
E.HADITS SEBAGAI DASAR TASYRI’
Tasyri' secara bahasa diambil dari kata dasar syir'ah atau syarî'ah yang arti asalnya adalah masyra'at al- mâ-a ya'ni maurid al- mâ-a = sumber air atau mata air. Karena adanya sumber atau mata air itulah orang berdatangan ke tempat tersebut secara rutin dan bergantian sehingga membentuk jalan. Kemudian istilah syariat bergeser dari arti "sumber air" menjadi "jalan menuju sumber air" tersebut. Penggunaan kata "jalan" dalam bahasa Arab dapat berarti jalan dalam makna asli (hakiki) yang bersifat fisik materil yang dapat dicapai indra manusia seperti jalan yang biasa ditempuh musafir di tanah atau dipadang pasir, dan jalan dalam pengertian secara metaforis (majazi) yang bersifat abstrak, seperti suatu ajaran atau tuntunan petunjuk kehidupan. Maka agama disebut "syir'ah" dan "syari'ah" karena ia ajaran atau tuntunan laksana jalan yang harus ditempuh manusia menuju kebenaran, menuju Tuhan dan menuju kebahagiaan hidupnya. Sebagaimana jalan yang ditempuh untuk menuju mata air. Jalan agama itu tiada lain adalah ajaran dan hukum yang terkandung didalamnya. Jalan agama Islam terbentuk dari dua sumber yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah Rasulullah (Al-Hadits yang sahih). Maka apa yang digariskan keduanya melahirkan syariat. Proses pembentukan jalan disebut tasyri'. Maka istilah tasyri' dalam konteks ini bermakna "proses dan cara pembentukan syari'at".12
Syari’at adalah hukum yang ditetapkan Allah s.w.t. untuk para hamba-Nya dengan perantaraan Rasulullah s.a.w. supaya para hamba melaksankan dasar iman, baik hukum itu mengenai amaliah lahiriah, maupun yang mengenai akhlak dan aqidah yang bersifat bathiniyah. Syari’at Islam dalam arti luas meliputi segala yang berhubungan dengan aqidah, akhlak, ibadah dan mu’amalah.13
Semua hukum syariat tersebut di atas bersumber dari al-Quran dan al-Hadits. Artinya bahwa cakupan hukum yang terkandung dalam al-Hadits sama dengan apa yang terkandung dalam al-Quran. berkaitan dengan bagaimana kedudukan al-Quran dalam hukum Islam serta bagaimana metode pensyariatan hukum al-Qur'an telah banyak dibahas dalam ilmu tafsir dan ushul fikih.14
Dalil yang menetapkan tentang kedudukan Hadits sebagai dasar tasyri sangat banyak baik berdasarkan Al-Quran, Hadits itu sendiri maupun ijma (kesepakatan) para sahabat diantaranya;
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَاب      
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah Ta'ala. Sesungguhnya Allah Ta'ala sangat keras hukuman-Nya". (QS al- Hasyr[59]: 7)
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
"Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah Ta'ala. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka."(QS al-Nisaa [4]: 80)

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى رواه البخاري ومسلم
" Seluruh umatku akan masuk surga kecuali yang enggan. (Para sahabat) bertanya, "Siapa mereka itu yang enggan wahai Rasulullah"? Beliau bersabda : "Barangsiapa yang mentaatiku maka dia akan masuk surga dan siapa yang mendurhakaiku maka dialah yang enggan masuk surga " (H.R. Bukhari - Muslim)
Umumnya kaum muslimin menerima kedudukan Hadits sebagai dasar tasyri itu dan hanya sebaigian kecil yang menolaknya (inkarusunnah) namun demikian persoalan yang terpenting adalah bagaimana dalam pelaksanaannya, sebab ayat-ayat dan hadits yang menetapkan kedudukan hadits itu umumnya bersifat teologis sedangkan cara dalam melaksanaannya tidak disebutkan secara eksplisit. Pelaksanaan atau bagaimana hadits diamalkan dikaji dari sudut ilmu hadits atau musthalahul hadits yang niscaya dipelajari bagi setiap muslim yang menginginkan hanifan lidinihi (benar dan lurus dalam agamanya)15
Selain masalah kedudukan Hadits sebagai sumber hukum Islam, para ulama juga membahas seputar tingkatan atau rutbah Hadits dalam syariat. Apakah tingkat dan posisi Hadits sama dengan al-Quran dalam memberikan landasan hukum ataukah berbeda. Dengan kata lain, apakah posisi Hadits dengan al-Quran itu bersifat sejajar-setara (posisi horizontal) ataukan bertingkat-bertangga (posisi vertikal). Dengan memperhatikan apa yang telah diuraikan di atas tentang kehujahan dan kedudukan Hadits, dapat dikatakan bahwa ditinjau dari segi kewajiban taat kepada Rasulullah sama dengan kewajiban taat kepada Allah maka konsekwensi hukum yang ditetapkan Hadits secara global sama dengan apa yang ditetapkan oleh al-Quran. Artinya hukum yang ditetapkan oleh Hadits secara materil hakikatnya adalah perincian dari yang ditetapkan oleh al-Quran, karena itu dari segi kewajiban melaksanakannya sama saja dengan kewajiban melaksanakan al-Quran.  Hanya saja ada beberapa aspek dari sudut formilnya, yaitu aspek prosedur dan metodologi periwayatan Hadits yang bersifat spesifik yang menyebabkan bobot kehujahan dan status Hadits tidak mungkin dapat disamakan atau disejajarkan dengan al-Quran:
1.Dari sudut kepastian datangnya (qath'iyat al- wurud), seluruh ayat al-Quran bersifat  pasti, qath'i, karena  al-Quran diriwayatkan secara mutawâtir, periwayatan kolektif dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan jumlah periwayat yang tidak memungkinkan secara akal dan adat terjadi kedustaan atau kekeliruan. Sementara Hadits sangat sedikit yang diriwayatkan dengan cara mutawâtir dan keumumannya periwayatan bersifat individual yang disebut dengan riwayat âhad. Karena itu Hadits ditinjau dari segi datang dan keberadaannya bersifat dhanny, masih menyimpan adanya kemungkinan kekhilafan.
2.Sebagai konsekwensi dari dhanniyah  al-wurud pada hadits-hadits ahad, maka terjadi kemungkinan kesalahan dalam periwayatan hadits, baik disengaja ataupun disebabkan faktor human error. Karena itu para ulama Hadits mengklasifikasikan Hadits kepada tingkatan Shahih, Hasan, dan Dhaif. Hanya Hadits yang berderajat Shahih dan Hasan yang boleh dijadikan sandaran hukum
3.Dalam pengklasifikasian Hadits menjadi shahih, hasan, dan dhaif, tidak seluruh Hadits yang dikatagorikan shahih disepakati kesahihannya oleh semua ulama Hadits, demikian juga tidak setiap yang dikatagorikan dhaif disepakati oleh semua ulama tentang kedhaifannya. Maka suatu yang tidak bisa dihindari bahwa ada sebagian Hadits yang ditolak oleh sebagian kalangan ulama karena dinilai lemah, dan diterima oleh sebagian ulama yang lain karena dinilai Shahih. Kelompok yang menolak suatu Hadits karena dinilainya lemah tidak dapat dihukumkan sebagai orang yang mengingkari ketaatan pada Rasul sehingga divonis sebagai orang murtad. Sebab yang ia tolak bukan materi Haditsnya sebagi perkataan atau perbuatan Rasulullah yang wajib diikuti, akan tetapi prosedur dan metode penyampaian hadits tersebut yang tidak meyakinkan sehingga diragukan kebenarannya dari Rasulullah.
4.Pada kenyataannya kewajiban mentaati Hadits ditetapkan oleh al-Quran. Maka al-Quran adalah pokok atau pangkal dari hukum, sedang Hadits adalah cabang yang ditetapkan oleh al-Quran. Sebagaimana ijma' ditetapkan oleh perintah al-Quran dan Hadits. Maka suatu yang tidak rasional jika yang pokok disamakan kedudukannya dengan yang cabang.
5.Tingkatan kehujahan Hadits sebagai dasar hukum kedua setelah al-Quran juga diisyaratkan dalam al-Qur'an dan Hadits itu sendiri. Kemudian dipraktekan oleh ijma' shahabat. al-Qur'an mengatakan, "Ta'atlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul agar kamu dirahmati" (QS Ali Imran [3]: 132). Pada ayat ini diperintahkan taat pertama-tama kepada Allah kemudian kepada Rasul-Nya. Dalam Hadits Nabi dikatakan kepada Muadz, "Bagaimana kamu memutuskan perkara jika dihadapkan kepada suatu urusan?". Muadz menjawab, "Aku akan memutuskan dengan Kitabullah!".Rasulullah bertanya lagi, "Jika kamu tidak menemukan pada Kitabullah?". Muadz menjawab, "Aku akan memutuskan dengan Sunnah Rasul-Nya!". Rasulullah bersabda lagi, "Bagaimana jika kamu tidak menemukan pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah?". Muadz menjawab, "Aku akan berijtihad dengan pendapatku dan tidak melampaui batas!". (Hadits Riwayat Abu Dawud). Demikian juga pesan Umar kepada Qadhi Syuraeh, "Perhatikanlah apa yang telah jelas kepadamu dari Kitabullah, janganlah bertanya lagi darinya kepada siapapun. Dan jika tidak jelas kepadamu pada Kitabullah maka ikutillah Sunnah Rasulullah saw…16
F.PENGAMALAN HADITS
Yang dimaksud pengamalan Hadits adalah mengunakan Hadits sebagai fungsinya yakni sebagai hujjah, bayanul al-Quran, ta'qid al-Quran dan manhaj al-‘amaliyah . Adalah Hadits yang berkatagori Hadits maqbul (yang diterima) yaitu; Hadits shahih, baik yang lizatihi maupun yang ligairihi dan Hadits hasan baik yang lizatihi maupun yang ligairihi. Jadi Hadits yang berkatagori Hadits mardud (Hadits dha'if) tidak dapat diamalkan.17
Hadits yang berkatagori Hadits maqbul atau yang diterima yaitu Hadist shahih dan Hadits hasan adalah Hadits yang boleh diamalkan dalam pelasanaan ibadah sedangkan Hadits yang mardud atau Hadits dha’if  tidak bisa diamalkan dalam amaliyah ibadah, berikut ini adalah penjelasan tentang pengertian Hadits maqbul dan Hadits mardud.
Yang termasuk kedalam Hadits maqbul adalah Hadits shahih dan hasan, pertama Hadits shahih Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Nukhbat al-Fikar, yang dimaksud dengan Hadits Shahih adalah Hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal. Dalam kitab Muqaddimah al-Thariqah al-Muhammadiyah disebutkan bahwa definisi Hadits shahih itu adalah Hadits yang lafadznya selamat dari keburukan susunan dan maknanya selamat dari menyalahi ayat Quran.18
Syarat-Syarat Hadits Shahih:
Untuk bisa dikatakan sebagai Hadits shahih, maka sebuah Hadits haruslah memenuhi kriteria berikut ini:
1.Rawinya bersifat adil, artinya seorang rawi selalu memelihara ketaatan dan menjauhi perbuatan maksiat, menjauhi dosa-dosa kecil, tidak melakukan perkara mubah yang dapat menggugurkan iman, dan tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’
2.Sempurna ingatan (dhabith), artinya ingatan seorang rawi harus lebih banyak daripada lupanya dan kebenarannya harus lebih banyak daripada kesalahannya, menguasai apa yang diriwayatkan, memahami maksudnya dan maknanya
3.Sanadnya tiada putus (bersambung-sambung) artinya sanad yang selamat dari keguguran atau dengan kata lain; tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari yang memberi hadits.
4.Hadits itu tidak ber’illat (penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshahihan suatu hadits)
5.Tidak janggal, artinya tidak ada pertentangan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajin daripadanya.19
Kedua, adalah Hadits hasan Menurut bahasa adalah merupakan sifat musyabbah dari kata al-husn, yang berarti al-jamal (bagus). Sementara menurut istilah, para ulama’ mendefinisikan hadits hasan sebagai berikut,
a.Al-Khathabi, Hadits hasan adalah Hadits yang diketahui tempat keluarnya kuat, para perawinya masyhur, menjadi tempat beredarnya Hadits, diterima oleh banyak ulama, dan digunakan oleh sebagian besar fuqaha.
b.At-Tirmidzi, hadits hasan adalah Hadits yang diriwayatkan, yang di dalam sanadnya tidak ada rawi yang berdusta, Haditsnya tidak syadz, diriwayatkan pula melalui jalan lain.
c. Menurut Ibnu Hajar, Hadits hasan adalah Hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, kedlobithannya lebih rendah dari Hadits shahih, sanadnya bersambung, Haditsnya tidak ilal dan syadz.
Syarat Hadits Hasan :
Adapun syarat Hadits hasan sama dengan syarat Hadits shahih, yaitu ada lima namun tingkat kedlobitanya berbeda.
a.Sanadnya bersambung,
b. Perawinya adil, lebih rendah dari hadits shahih,
c.Dlobith,
d.Tidak ada illat,
e. Tidak ada syadz,20
Kemudian yang termasuk kedalam Hadits mardud adalah Hadits dha’if, Menurut bahasa dha’if berarti ‘aziz: yang lemah sebagai lawan dari qawiyyu yang artinya kuat. Sedang menurut istilah, Ibnu Shalah memberikan definisi :
ما لم يجمع صفات الصحيح ولاصفات الحسن
Artinya:
“Yang tidak terkumpul sifat-sifat shahih dan sifat-sifat hasan”.
Zinuddin Al-Traqy menanggapi bahwa definisi tersebut kelebihan kalimat yang seharusnnya dihindarkan, menurut dia cukup :

ما لم يجمع صفات الحسن
Artinya:
“yang tidak terkumpul sifat-sifat hadits hasan”
Karena sesuatu yang tidak memenuhi syarat-syarat Hadits hasan sudah barang tentu tidak memenuhi syarat-syarat Hadits shahih.
Para ulama memberikan batasan bagi Hadits dha’if :
  الحديث الضعيف هو الحديث الذي لم يجمع صفات الحديث الصحيح ولا صفات الحديث   
Artinya:
“Hadits dha’if adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat Hadits Shahih dan juga tidak menghimpun sifat-sifat Hadits hasan”.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian Hadits dha’if adalah hadits yang lemah, yakni para ulama masih memiliki dugaan yang lemah, apakah hadits itu berasal dari Rasulullah atau bukan. Hadits dha’if itu juga bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat Hadits shahih tetapi juga tidak memenuhi syarat-syarat Hadits hasan.21
Status kehujahan Hadits dha’if para ulama berbeda pendapat diantaranya : Pendapat pertama; Hadits dha’if tersebut dapat diamalkan secara mutlak, yakni baik yang berkaitan dengan masalah halal, haram, maupun kewajiban, dengan syarat tidak ada Hadits lain yang menerangkannya. Pendapat ini disampai kan oleh beberapa imam, seperti: Imam Ahmad bin Hambal, Abu Daud dan sebagainya.
Pendapat yang kedua; dipandang baik mengamalkan Hadits dha’if dalam fadailul amal, baik yang berkaitan dengan hal-hal yang dianjurkan maupun hal-hal yang dilarang.
Pendapat ketiga; Hadits dha’if samasekali tidak dapat diamalkan, baik yang berkaitan dengan fadailul amal maupun halal haram. Pendapat ini dinisbatkan kepada Qadi Abu Bakar Ibnu Arabi.22
Sebagian ulama kontemporer berpendapat, Hadits dha'if itu boleh diambil dan diamalkan, tetapi harus memenuhi kriteria berikut:
1.Hadits itu menyangkut masalah fadha'ilul a'maal (keutamaan-keutamaan amalan)
2.Hendaknya berada di bawah pengertian Hadits shahih
3.Hadits itu tidak terlalu amat lemah (dha'if)
4.Hendaknya tidak mempercayai ketika mengamalkan, bahwa Hadits itu berasal dari Rasulullah s.a.w23
G.PENUTUP
Fiqh al-Hadits adalah salah suatu kajian yang sangat penting dari ilmu hadits, karena dengan fiqh al-Hadits kita dapat memahami, dan mengamalkan Hadits-hadits Nabi s.a.w. yang merupakan sumber hukum kedua bagi umat Islam setelah al-Quran al-Karim.
Semua hukum syari’at berdasarkan al-Quran dan al-Hadits, yang menjadi dalil bahwa al-hadits menjadi sumber hukum Islam adalah al-Quran yaitu QS. al-Hasyr  [59]: 1, QS. al-Nisa[4]: 80 dan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim.
Pengamalan Hadits adalah menggunakan Hadits sebagai fungsinya yaitu sebagai hujjah, bayan al-Quran, ta’qid al-Quran dan manhaj al-amaliah, adalah Hadits yang berkatagori Hadits maqbul atau Hadits yang diterima sebagai dasar untuk mengeluarkan hujjah. Yang termasuk Hadits maqbul ini adalah Hadits shahih dan hadits hasan. Sedangkan para ulama berbeda pendapat tentang mengamalkan Hadits mardud atau Hadits yang tidak diterima yang termasuk Hadits ini adalah Hadits dha’if menurut sebagian ulama Hadits dha’if bisa diamalkan dengan catatan untuk fadha al-a’mal dan sebagian ulama berpendapat bahwa tidak boleh mengamalkan suatu amalan dengan menggunakan Hadits dha’if.
    Demikian makalah ini dibuat, sebagai bahan seminar tentang ilmu Hadits (Fiqh al-Hadits), penulis merasa makalah ini masih jauh dari sempurna dan fokus terhadap kajian yang dikaji, oleh karena itu penulis berharap kepada pembimbing Mata kuliah Ilmu Hadits Prof. Dr. Tajul Arifin MA, untuk senantiasa membimbing dan mengarahkan penulis menuju kesuksesan dan kepada rekan mahasiswa pasca sarjana penulis berharap masukan dan kritikannya yang bisa mengarahkan penulis ke arah yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab Khalaf. 1978. Ushul al-Fiqh. Beirut : Darl al-fikr.
Ahmad Husnan. 1997. Takhrij Hadits Riwayat Bukhari & Muslim. Jakarta:    Pustaka Al-Kautsar.
Akhmad Sagir” ULUM AL-HADITS (Sejarah, Perkembangan, Cabang dan Fungsinya)” Knowledge Management Research Group,cited from digilib.sunan-ampel.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=hubptai-gdl-akhmadsagi-538, accesed, 22 October 2010.
Anonimous, ”PENGANTAR ILMU HADITS” cited from www. alhassanain.com/ indonesian/book/book/al_hadith_and_its_sciences_library/various_books/pengantar_ilmu_hadits/008.html, accesed, 24 October 2010.
Agus Junaedi” KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADITS DALAM TASYRI' SERTA PENGAMALANNYA” cited from www.akhirzaman.info/ islam/miscellaneous/1523-kedudukan-dan-fungsi-hadits-dalam-tasyriserta-pengamalannya.html, accesed 23 October 2010.
Anonimous” Macam Hadits Shahih, Syarat dan Klasifikasinya” Yuari tarbawi center, internet     research, cited from yuari. wordpress.com/ 2008/09/01/ macam-hadits-shahih-syarat-dan-klasifikasinya/, acceced 23 October 2010.
Ahmad sarwad” Tingkatan dan Jenis Hadits ”cited from http://www. eramuslim.com, accseced, 23 October 2010.
Anonimous “Hadits Dha’if” Fanny at Home,internet research, cited from http:// makalah85.blogspot.com/2008/12/hadits-dhaif.html, accesed, 24 October 2010.
Anonimous, “Hadits-hadits dha’if dan Maudhu” Cited from http:// dida.vbaitullah.or.id / islam / buku / jalan-selamat / node42.html, accesed, 24 October 2010
Endang Soetari. 2008. Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah. Bandung : CV. Mimbar Pustaka.
Jeje Jaenudin” HADITS DAN TASYRI ” by Admin, internet research, cited from www.stidnatsir.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id= 119:  hadits-dan-  tasyri&catid = 29:artikel-dosen&Itemid = 86, accesed,    23 October 2010.
Mahmud al-Thahan. t.th. Musthalah al-Hadits. t.t : t.pn
Mahmud Yunus. 1989. kamus Arab Indonesia. Jakarta : Hidakarya Agung.
Maizuddin ” Fiqh al-Hadits: Aspek penting dalam Hadits ” Maizuddin's Blog, internet research, cited from http://maizuddin.wordpress.com/ 2010/03/20/ fiqh-al-hadits-aspek-penting-ilmu-hadis/, accesed, 22 october 2010.
Tengku Muhammad Hasbi Ash-shiddieqy. 1997. Pengantar Imu Fiqh. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Yusuf Qardhawi.1995. Kaifa Nata’alamu Ma’a As-Sunnah An-Nabawiyyah. USA Al-Ma’had Al- Islamiy l al-fikr t.th,Terjemahan Karisma.

Fiqih Muamalah

Meliputi hal-hal berikut ini:
  1. Jual Beli
  2. Khiyar (Memilih)
  3. Salam (Pesanan)
  4. Riba
  5. Pinjaman
  6. Gadai
  7. Jaminan
  8. Hiwalah (Pemindahan hutang)
  9. Berdamai
  10. Hajr (boikot)
  11. Wakalah (perwakilan)
                          
                                    1. Jual Beli
       Islam adalah agama yang sempurna, datang dengan mengatur hubungan
antara Sang Khaliq (Allah SWT) dan makhluk, dalam ibadah untuk
membersihkan jiwa dan mensucikan hati. Dan (Islam) datang dengan mengatur
hubungan di antara sesama makhluk, sebagian mereka bersama sebagian yang
lain, seperti jual beli, nikah, warisan, had dan yang lainnya agar manusia hidup
bersaudara di dalam rasa damai, adil dan kasih sayang.
. Aqad (transaksi) terbagi tiga:
   1. Aqad pertukaran secara murni, seperti jual beli, sewa-menyewa, dan
   syarikat (perseroan) dan semisalnya.
   2. Aqad pemberian secara murni, seperti hibah (pemberian), sedekah,
         pinjaman, jaminan, dan semisalnya.
   3. Aqad pemberian dan pertukaran secara bersama-sama, seperti qardh
         (hutang), maka ia termasuk pemberian karena ia dalam makna sedekah,
         dan pertukaran di mana ia dikembalikan dengan semisalnya.
Bai' (jual-beli): yaitu pertukaran harta dengan harta untuk dimiliki.
. Seorang muslim bekerja dalam bidang apapun jenis usahanya adalah untuk
menegakkan perintah Allah SWT dalam pekerjaan itu, dan untuk mendapatkan
ridha Rabb SWT dengan menjunjung perintah-perintah-Nya dan menghidupkan
sunnah Rasul SAW dalam amal ibadah tersebut, dan melaksanakan sebab-sebab
yang diperintahkan dengannya. Kemudian Allah SWT memberikan rizqi yang
baik kepadanya dan memberi taufik kepadanya untuk menggunakannya dalam
penyaluran yang baik.
Hikmah disyareatkannya jual beli:
. Manakala uang, komoditi, dan harta benda tersebar di antara manusia
seluruhnya, dan kebutuhan manusia bergantung dengan apa yang ada di tangan
temannya, dan ia tidak memberikannya tanpa ada imbalan/pertukaran.
       Dan dibolehkannya jual beli, dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari untuk mencapai tujuan hidupnya. Dan jika tidak demikian, niscaya
manusia akan saling merampas, mencuri, melakukan tipu daya, dan saling
membunuh.
      Karena alasan inilah, Allah SWT menghalalkan jual beli untuk
merealisasikan kemashlahatan dan memadamkan kejahatan tersebut. Jual beli
itu hukumnya boleh dengan ijma' (konsensus) semua ulama. Firman Allah SWT:
                        
"Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..." (QS. Al-
Baqarah: 275).
. Syarat sah jual-beli:
   1.  Sama-sama ridha baik penjual maupun pembeli, kecuali orang yang
       dipaksa dengan kebenaran.
       Bahwa boleh melakukan transaksi, yaitu dengan syarat keduanya orang
       yang merdeka, mukallaf, lagi cerdas.
   3.  Yang dijual adalah yang boleh diambil manfaatnya secara mutlak
       (absolut). Maka tidak boleh menjual yang tidak ada manfaatnya, seperti
       nyamuk dan jangkerik. Dan tidak boleh pula yang manfaatnya
       diharamkan seperti arak dan babi. Dan tidak boleh pula sesuatu yang
       mengandung manfaat yang tidak dibolehkan kecuali saat terpaksa,
       seperti anjing dan bangkai kecuali belalang dan ikan.
   4.  Bahwa yang dijual adalah milik sang penjual, atau diijinkan baginya
       menjualnya saat transaksi.
   5.  Bahwa yang dijual sudah diketahui bagi kedua belah pihak yang
       melakukan transaksi dengan melihat atau dengan sifat.
       Bahwa harganya sudah diketahui.
  
   6. Bahwa yang dijual itu sesuatu yang bisa diserahkan, maka tidak boleh
       menjual ikan yang ada di laut, atau burung yang ada di udara, dan
       semisal keduanya, karena adanya unsur penipuan. Dan syarat-syarat ini
       untuk menampik kedzaliman, penipuan, dan riba dari kedua belah pihak.
. Terjadi transaksi jual beli dengan salah satu dari dua sifat:
   1. Ucapan: seperti penjual berkata, 'Aku menjual kepadamu.' Atau 'Aku
       memilikkannya kepadamu,' atau semisal keduanya. Dan pembeli berkata,
        'Aku membeli' atau 'aku menerima' dan semisal keduanya yang sudah
        dikenal masyarakat secara umum.
    2. Perbuatan: yaitu pemberian, seperti ia (seseorang) berkata, 'Berikanlah
        kepadaku daging seharga sepuluh ribu rupiah', lalu ia memberikannya
        tanpa ucapan dan semisal yang demikian itu yang sudah berlaku umum,
        apabila terjadi saling senang (dengan transaksi itu).
. Keutamaan wara' dalam mumalah:
        Wajib kepada setiap muslim dalam jual belinya, makan dan minumnya,
dan semua muamalahnya agar berada di atas sunnah (sesuai aturan agama),
lalu ia mengambil yang halal, jelas halalnya dan melakukan transaksi
dengannya. Dan menjauhi yang diharamkan secara jelas dan tidak melakukan
muamalah dengannya. Adapun yang syubhat, maka seharusnya
meninggalkannya karena menjaga agama dan kehormatannya, agar dia tidak
terjerumus dalam yang haram.
Dari An-Nu'man bin Basyir r.a, ia berkata: 'Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda:
"Sesungguhnya yang halal itu jelas dan sesungguhnya yang haram itu jelas, dan
di antara keduanya ada perkara-perkara syubhat yang tidak diketahui oleh
kebanyakan manusia. Maka barang siapa yang meninggalkan yang syubhat
berarti ia telah membebaskan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang
terjerumus dalam yang syubhat berarti ia terjerumus pada yang haram, seperti
penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang, hampir-hampir ia
merumput padanya. Ketahuilah, sesungguhnya bagi setiap raja ada daerah
terlarang dan sesungguhnya daerah terlarang Allah SWT adalah segala yang
diharamkan-Nya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal darah,
apabila ia baik niscaya baiklah semua tubuh dan apabila rusak niscaya rusaklah
semua tubuh, ketahuilah, ia adalah hati." (Muttafaqun 'alaih).1
. Harta-harta yang syubhat seharusnya dipergunakan di tempat yang paling jauh
dari manfaat. Maka yang paling dekat adalah yang masuk ke dalam perut,
kemudian yang mengikuti penampilan lahiriyah, berupa pakaian. Kemudian
yang mendatang dari tunggangan seperti kuda dan mobil dan semisalnya.
. Keutamaan usaha yang halal:
       1. Firman Allah SWT:
"Apabila telah menunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu
beruntung." (QS. Al-Jumu'ah: 10).
       2. Dari Al-Miqdam r.a, dari Nabi SAW, Beliau bersabda:
'Tidaklah seseorang menyantap makanan selama-lamanya yang lebih baik dari
pada ia memakan dari hasil pekerjaan tangannya. Dan sesungguhnya Nabi Daud
a.s makan dari hasil pekerjaan tangannya.' (HR. Bukhari).2
. Para sahabat Nabi SAW melakukan jual beli dan perdagangan, akan tetapi
apabila datang suatu kebenaran dari hak-hak Allah SWT, perdagangan dan jual
beli tidak melalaikan mereka dari zikir kepada Allah SWT, sehingga mereka
menunaikannya kepada Allah SWT.
. Usaha itu berbeda dengan berbedanya manusia, dan yang paling utama bagi
seseorang adalah yang sesuai kondisinya, berupa pertanian, perindustrian, atau
perdagangan, dengan syarat-syaratnya yang syar'i.
. Manusia harus berusaha mencari rizqi yang halal untuk memberi makan dan
nafkah kepada keluarganya dan fi sabilillah SWT, dan untuk menahan diri untuk
tidak meminta-minta kepada orang lain. Dan sebaik-baik usaha adalah
pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang baik.
                Dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:HR. Bukhari No. 52 dan Muslim No. 1599, ini adalah lafazhnya.
                  HR. Bukhari No. 2072.
"Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, sungguh salah seorang darimu
mengambil talinya, lalu mencari kayu bakar (dan membawanya) di atas
punggungnya, lebih baik baginya dari pada mendatangi seseorang, lalu meminta
kepadanya, baik ia memberinya atau tidak." (Muttafaqun 'alaih).1
. Keutamaan toleransi (bermurah hati) dalam jual beli:
       Seharusnya manusia bersifat toleransi lagi mudah, sehingga ia mendapat
rahmat Allah SWT. Dari Jabir bin Abdullah r.a, bahwasanya Rasulullah SAW
bersabda:
"Semoga Allah SWT memberi rahmat kepada seseorang yang toleransi (bermurah
hati), apabila menjual, membeli, dan apabila membayar." (HR. Bukhari).2
. Bahaya banyak bersumpah dalam jual beli:
       Bersumpah dalam jual beli ada kalanya menjadikan laris komoditi (barang
dagangan), akan tetapi menghapuskan keberkahan. Dan Nabi SAW telah
melarang darinya dengan sabdanya:
"Jauhilah banyak bersumpah dalam jual beli, sesungguhnya ia menjadikan laris,
kemudian menghapus (keberkahan)." (HR. Muslim).3
. Kejujuran dalam jual beli merupakan penyebab keberkahan, dan bohong
penyebab hilangnya berkah.
Kunci-kunci Rizqi
       Kunci-kunci rizqi dan sebab-sebab datangnya yang paling penting, yang
dimohon turunnya rizqi dari Allah SWT adalah:
1
        HR. Bukhari No. 1470, ini adalah lafazhnya, dan Muslim No. 1042
2
        HR. Bukhari No. 2076.
3
        HR. Muslim No. 1607.
                                                  
. Istigfar dan taubat kepada Allah SWT dari segala dosa:
    Firman Allah SWT tentang Nabi Nuh SAW:
“...Maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Rabbmu,
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun" * niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, * dan membanyakkan harta dan anak-anakmu,
dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya)
untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12).
    Firman Allah SWT tentang Hud SAW:
"Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu tobatlah
kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia
akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu
berpaling dengan berbuat dosa." (QS. 11: 52).
. Berpagi-pagi dalam mencari rizqi:
       Semestinya berpagi-pagi dalam mencari rizqi, berdasarkan sabda Nabi
SAW:
"Ya Allah, berilah berkah untuk umatku di pagi harinya." (HR. Abu Daud dan At-
Tirmidzi).1

         Shahih/ HR. Abu Daud No. 2606, Shahih Sunan Abu Daud No. 2270, dan At-Timridzi No. 1212, Shahih
Sunan At-Tirmidzi No. 968.
                                                          
. Doa:
1. Allah SWT berfirman:
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar
mereka selalu berada dalam kebenaran". (Q.S Al-Baqarah 186)
"'Isa putera Maryam berdo'a: "Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami
suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami
yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan
menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau, beri rizkilah kami, dan Engkau-lah
Pemberi rizki Yang Paling Utama." (Q.S Al-Maaidah 114).
. Bertaqwa kepada Allah SWT:
        1. Firman Allah SWT:
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan ke luar. * Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-
sangkanya.. (QS. Ath-Thalaaq: 2-3).
        2. Firman Allah SWT:“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.” (QS. Al-A'raaf: 96).
. Menjauhi semua maksiat:
Firman Allah SWT:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-
Ruum: 41).
. Tawakkal kepada Allah SWT:
        Pengertiannya: bergantungnya hati hanya kepada Allah SWT semata-mata.
     1. Firman Allah SWT:“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang
dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-
tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 3).
     2. Dari 'Umar bin Khaththab r.a, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
"Jika kalian bertawakkal kepada Allah SWT dengan sebenarnya, niscaya Dia SWT
akan memberi rizki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rizki kepada burung,
ia berangkat di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali dalam kondisi
kenyang.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).1
. Tafarrugh untuk beribadah kepada Allah SWT:
             Pengertiannya adalah: hadirnya hati, khusyu'nya, dan tunduknya kepada
Allah SWT saat beribadah.
             Dari Ma'qil bin Yasar r.a, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
"Rabbmu Yang Maha Tinggi berfirman: Wahai keturunan Adam SAW,
kosongkanlah dirimu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku mengisi hatimu
dengan kekayaan dan Aku mengisi kedua tanganmu dengan rizqi. Wahai
keturunan Adam SAW, janganlah engkau menjauhkan diri dariku, maka aku
mengisi hatimu dengan kefakiran dan Aku mengisi kedua tanganmu dengan
kesibukan." (HR. al-Hakim).2
. Meneruskan di antara haji dan umrah:
Dari Abdullah bin Mas'ud r.a, ia berkata:
 “Rasulullah SAW bersabda: 'Ikutkanlah (teruskanlah) di antara haji dan umrah,
sesungguhnya keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa, sebagaimana
ubupan (alat peniup) tukang besi menghilangkan kotoran besi, emas dan perak.
Dan tidak ada pahala bagi haji mabrur selain surga.” (HR.at-Tirmidzi dan An-Nasa`i).
Shahih/ HR. At-Tirmidzi No. 2344, Shahih Sunan At-Tirmidzi No. 1911, dan Ibnu Majah No. 4164, ini adalah lafazhnya, dan Shahih Sunan Ibnu Majah No. 3359.
2
               Shahih/ HR. Al-Hakim No. 7926, lihat as-Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah No. 1359.
3
               Hasan/ HR. At-Tirmidzi No. 810, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan at-Tirmidzi No. 650, dan An-Nasa`i
No. 2631, Shahih Sunan An-Nasa`i No. 2468.
       . Berinfak fi sabilillah:
    1. Firman Allah SWT:
                                                                  {39} ^ِ ِ                    
   
   
 ُ ِ ْ 
   
 َ ٍP                             ُbْ َ َSR
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan
Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Sabaa`:39).
    2. Dari Abu Hurairah r.a, Nabi SAW menyampaikan dengannya, Beliau
        bersabda:
                                                                                   . َ ِ ْ ُS ِ ْ َS Q       [ :         َ َa َ \َa ُ َ َ
“Allah SWT berfirman: 'Wahai keturunan Adam, berinfaklah niscaya Aku memberi
nafkah kepadamu.” (HR. Muslim).1
. Berinfak kepada orang yang mengkhususkan diri untuk menuntut ilmu
syari'at:
       Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata:

  ْ                     ِ\       ِaْT  

  َS          َ َ                                ِ ِ  
  ِ               ِِ             َS              َ
                                    .ِ ِ[ ُ َ ُa < َ :َ َ َ                                           ِ\         َ ِ 
  َS 
 ِ َb  
 ْ َ َ 
 ِ َb
  "Ada dua orang bersaudara di masa Rasulullah SAW, salah seorang dari
keduanya datang kepada Nabi SAW (menuntut ilmu) dan yang lain bekerja. Maka
yang bekerja mengadukan saudaranya kepada Nabi SAW, lalu Beliau SAW
bersabda: 'Semoga engkau diberi rizqi dengan dia.” (HR. At-Tirmidzi).2
. Silaturrahim:
       Yaitu menyampaikan sesuatu yang mungkin berupa kebaikan kepada
karib kerabat dan menolak bahaya dari mereka, serta berbuat baik kepada
mereka. Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda:
                                                     b .
  ِ ْ ِ ْ َ ِ ِ َ َS    ِ 
 َ َT  
  َS ِ ِ ْ ِ         ِ 
 َ َ \
           َS 
                   
                                     .
1
        HR. Muslim No. 993.
2
        Shahih/HR. At-Tirmidzi No. 2345, Shahih Sunan At-Tirmidzi No. 1912.
                                                                  13
"Barangsiapa yang senang dibukakan rizkinya atau dipanjangkan umurnya,
maka hendaklah ia menyambung silaturrahmi." (Muttafaqun 'alaih).1
. Memuliakan orang-orang lemah dan berbuat baik kepada mereka:
        Dari Mush'ab bin Sa'ad, ia berkata, 'Sa'ad r.a menganggap bahwa ia
    1.
        mempunyai kelebihan dari orang lain, maka Nabi SAW bersabda:
                                                                                  . ُ ِ َ ُ ِ[ < ِ           ُ َ ُa          
  ُa ْ
“Tidaklah kamu diberi pertolongan dan diberi rizki kecuali karena orang-orang
lemah darimu.” (HR. Bukhari).2
        Dan pada lafazh (yang lain):
    2.
                                                            . ِ ِ ِ ِ ِa ِ ِa ِ[ ِ ِ َ ِ[ َ^ ُ ْ ِ ِ ُ  

  < ِ
"Sesungguhnya Allah SWT menolong umat ini dengan orang yang lemah darinya,
dengan doa, shalat, dan ikhlas mereka." (HR. An-Nasa`i).3
. Hijrah fi sabilillah:
Firman Allah SWT:
   ِ      َ ِW ِ  
 ِ ِb [  ِ
ْ       ً^ [ِ َ َ  
 ِ َ ْ                ِ ِ ِ ِ ِ\                     ِ ِ
          
                               {100} ِ               ُ ُ ُ        َ ِ            َ  

  َS َ َ َ 
_ ْ 
 ْ ِ  
 ُ ِ ِ 
 
"Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini
tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari
rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian
kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh
telah tetap pahalanya disisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (QS. An-Nisaa`: 100).
. Yang diharamkan dalam syara' ada dua macam:
    1. Yang diharamkan berupa benda, seperti bangkai, darah, daging babi,
        segala yang keji, segala yang najis, dan semisalnya.
1
        HR. Bukhari No. 2067, ini adalah lafazhnya, dan Muslim No. 2557.
2
        HR. Bukhari No 2896.
3
        Shahih/ HR. An-Nasa`i No.3178, Shahih Sunan An-Nasa`i (2978)
                                                            14
   2. Yang diharamkan berupa perbuatan atau tindakan, seperti riba, judi,
       menahan barang, menipu, jual beli yang menipu, dan semisal yang
       demikian itu yang mengandung kezaliman dan memakan harta manusia
       dengan cara yang batil.
   Maka yang pertama dibenci oleh jiwa/diri, dan yang kedua disenangi oleh
jiwa, maka dibutuhkan penghalang, pencegah dan hukuman yang akan
menghalangi sesorang terjerumus ke dalamnya.
. Gambaran-gambaran jual beli yang diharamkan:
      Islam membolehkan segala sesuatu yang membawa kebaikan, berkah, dan
manfaat yang dibolehkan, dan mengharamkan sebagian jual beli dan golongan,
karena pada sebagiannya terdapat jahalah (ketidak-tahuan) dan penipuan, atau
merusak pasar, atau menyesakkan dada, atau kepalsuan dan kebohongan, atau
bahaya terhadap badan, akal dan semisalnya yang menyebabkan sifat dendam,
pertikaian, pertengkaran, dan bahaya.
      Maka diharamkan jual beli tersebut dan hukumnya tidak sah, di
antaranya adalah:
   1.   Jual beli mulamasah (sentuhan): seperti penjual berkata kepada
        pembeli, umpamanya: pakaian apapun yang kamu sentuh, maka ia
        untukmu dengan harga sepuluh. Ini adalah jual beli yang rusak karena
        adanya ketidak tahuan dan penipuan.
   2.   Jual beli munabadzah (lemparan): seperti pembeli berkata kepada
        penjual: pakaian manapun yang engkau lempar kepadaku, maka ia
        untukku dengan harga sekian. Ini adalah jual beli yang rusak (tidak sah),
        karena adanya ketidaktahuan dan penipuan.
   3.   Jual beli hashah (lemparan batu): seperti penjual berkata,
        'Lemparkanlah batu ini, maka benda apapun yang kejatuhan batu itu,
        maka ia untukmu dengan harga sekian. Ini termasuk jual beli yang rusak
        karena adanya ketidak tahuan dan penipuan.
   4.   Jual beli najsy: yaitu menaikan harga komoditi (yang dilakukan) oleh
        orang yang tidak ingin membelinya. Ini adalah jual beli yang diharamkan,
        karena mengandung godaan kepada para pembeli yang lain dan penipuan
        kepada mereka.
                                       15
       Penjualan oleh orang kota kepada orang desa: yaitu simsar (perantara,
   5.
       broker), yang menjual komoditi lebih mahal daripada harga saat itu. Jual
       beli ini tidak sah, karena mengandung mudharat dan penekanan
       terhadap manusia, akan tetapi bila penduduk desa yang datang
       kepadanya dan meminta darinya agar menjual atau membeli untuknya
       maka tidak apa-apa.
   6.  Menjual komoditi sebelum menerimanya hukumnya tidak boleh,
       karena membawa kepada permusuhan dan perbatalan secara khusus
       apabila ia (penjual) melihat bahwa yang membeli akan mendapat
       keuntungan padanya.
   7.  Jual beli 'inah: yaitu menjual suatu komoditi secara bertempo, kemudian
       ia (penjual) membelinya lagi darinya (pembeli) dengan harga yang lebih
       murah secara kontan. Maka tergabunglah di dalamnya dua jual beli
       dalam satu transaksi. Jual beli ini haram dan batil, karena ia adalah
       sarana menuju riba. Jika ia membelinya setelah menerima harganya,
       atau setelah berubah sifatnya, atau dari selain pembelinya, hukumnya
       boleh.
   8.  Penjualan seseorang atas penjualan saudaranya: seperti seseorang
       membeli suatu komoditi dengan harga sepuluh, dan sebelum selesai
       pembelian, datanglah orang lain seraya berkata, 'Aku menjual kepadamu
       barang yang sama dengan harga sembilan atau lebih murah dari harga
       yang engkau beli darinya,' dan sama juga pembelian, seperti seseorang
       berkata kepada orang yang menjual suatu komoditi dengan harga
       sepuluh (10), 'Aku membelinya darimu dengan harga lima belas (15),'
       agar orang pertama pergi dan menyerahkannya untuknya. Jual beli ini
       haram, karena mengandung mudharat kepada kaum muslimin dan
       mengobarkan kemarahan kepada yang lain.
   9.  Jual beli setelah panggilan (azan)yang kedua pada shalat Jum'at,
       hukumnya haram dan tidak sah, demikian pula semua transaksi.
   10. Setiap yang haram, seperti arak, babi, patung, atau sarana kepada yang
       haram, seperti alat-alat musik, maka menjual dan membelinya
       hukumnya haram.
. Dan termasuk jual beli yang diharamkan: jual beli hablul-habalah, jual beli
malaqiih, yaitu sesuatu yang ada di perut induknya (ibunya), jual beli
                                        16
madhamiin, yaitu sesuatu yang ada di sulbi yang jantan, dhirab unta dan 'asab
pejantan.
       Dan diharamkan jual beli anjing, kucing, uang hasil pelacuran, hadiah
untuk dukun, jual beli yang tidak diketahui, jual beli yang mengandung
penipuan, jual beli yang tidak mampu menyerahkannya seperti burung yang
terbang di udara, jual beli buah sebelum nyata baiknya, dan semisal yang
demikian itu.
. Apabila membeli secara bersama-sama (komunal) di antara dia dan orang lain,
niscaya sah pada bagiannya, dan bagi pembeli boleh memilih jika ia tidak
mengetahui keadaan.
. Kaum muslimin (memiliki secara) bersama-sama dalam tiga macam: air,
rumput, dan api. Maka air hujan dan air mata air tidak dimiliki dan tidak sah
menjualnya selama ia belum mengumpulkannya di geribanya (kantong air dari
kulit) atau kolamnya atau semisal keduanya. Dan rumput, sama saja masih
basah atau sudah kering, selama masih berada di buminya, tidak boleh
menjualnya. Dan api, sama saja bahan bakarnya seperti kayu bakar atau bara
apinya tidak boleh menjualnya. Semuanya ini termasuk perkara-perkara yang
diberikan oleh Allah SWT secara bersama-sama (komunal) di antara makhluk-
Nya. Maka wajib memberikannya kepada yang membutuhkannya dan haram
menghalangi seseorang darinya.
. Apabila seseorang menjual rumah, penjualan itu mencakup tanahnya, atasnya
dan bawahnya, serta segala yang ada padanya. Dan jika yang dijual adalah
tanah, penjualan itu meliputi segala yang ada di atasnya selama tidak
dikecualikan darinya.
. Apabila seseorang menjual rumah seluas seratus meter (100 M.), ternyata
kurang atau lebih (dari 100 M.), jual beli itu sah dan kelebihan untuk (milik)
penjual dan kekurangan atas tanggungannya, dan boleh khiyar (hak memilih)
bagi yang tidak mengetahuinya dan luput tujuannya.
. Apabila bergabung di antara pembelian dan penyewaan, maka ia berkata, 'Aku
menjual rumah ini dengan harga seratus ribu (100.000) dan aku menyewakan
rumah ini dengan harga sepuluh ribu (10.000), lalu yang lain berkata, 'Aku
terima.' Niscaya sah penjualan dan penyewaan. Dan seperti ini pula jikalau ia
berkata, 'Aku menjual rumah ini dan menyewakannya kepadamu dengan harta
                                         17
seratus ribu (100.000),' niscaya hukumnya sah. Dan dibagi penggantian atas
keduanya saat dibutuhkan.
. Hukum mengambil hadiah dari pusat-pusat perdagangan:
       Hadiah-hadiah yang diberikan dari pusat-pusat perdagangan bagi orang
yang membeli komoditi mereka yang ditawarkan hukumnya haram. Ia termasuk
judi, karena di dalamnya mengandung bujukan (rayuan) kepada manusia untuk
membeli dari mereka, bukan dari selain mereka, membeli sesuatu yang tidak
dibutuhkan, atau yang diharamkan karena mengharapkan hadiah, dan
merugikan para pedagang yang lain. Dan hadiah yang diambilnya dari mereka
adalah haram, karena keadaannya berasal dari judi yang diharamkan secara
syara'. Firman Allah SWT:
     {90}      
 ِ ْ ُa ُ < َ 

\ِ َb َ ِ َ ِ    ُ
  ِ 
 َ ْ َ ْ  
  َ ْ  
 ِ ْ  
  َ ْ < ِW 
  َ P ِ < َS
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (
berkorban untuk ) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan" (QS. Al-Maidah: 90).
. Hukum menjual majalah-majalah dan koran-koran porno:
       Majalah-majalah dan korang-koran yang berisi pemikiran sesat seperti
untuk memerangi Agama Islam dan pemeluknya, majalah-majalah dan korang-
koran porno yang mengajak kepada tindakan amoral, cabul dan kefasikan, video
dan kaset-kaset yang berisi nyanyian dan suara-suara musik, yang nampak di
dalamnya gambar-gambar wanita yang membuka aurat sambil menyanyi dan
berlenggang-lenggok, segala yang berisi ucapan yang rendah, candaan yang keji,
dan mengajak kepada kehinaan, maka semua itu haram menjual dan
membelinya, mendengarnya, menontonnya, memperdagangkannya, dan harta
yang bersumber darinya baik menjual, atau membeli, atau menyewakan,
semuanya adalah harta yang haram, yang tidak halal bagi pemiliknya.
. Hukum asuransi konvensional:
       Asuransi konvensional adalah traksaksi yang di dalamnya mengharuskan
muammin (pemberi jaminan, perusahan asuransi) membayar kepada peserta
asuransi sebagai pengganti materi yang disepakati atasnya saat terjadi musibah
atau kerugian sebagai imbalan pembayaran yang diberikan peserta asuransi. Ia
termasuk yang diharamkan karena mengandung penipuan dan ketidak jelasan.
                                                             18
Ia termasuk judi dan memakan harta manusia dengan cara batil, sama saja atas
jiwa atau harta benda, atau alat-alat, atau yang lainnya.
. Tidak boleh menjual juice kepada orang yang akan menjadikannya minuman
keras, dan tidak boleh menjual senjata di masa kacau, dan tidak boleh menjual
yang hidup dengan yang mati.
. Setiap penjualan yang digantungkan atas syarat yang tidak menghalalkan yang
haram dan tidak pula mengharamkan yang halal, maka jual beli itu dibolehkan,
seperti penjual mensyaratkan tinggal di rumah selama satu bulan, atau pembeli
mensyaratkan membawa kayu bakar dan mematahkannya, dan semisal yang
demikian itu.
. Bumi Mina, Muzdalifah, dan Arafah adalah masya'ir seperti masjid-masjid
untuk semua kaum muslimin. Maka tidak boleh menjualnya atau
menyewakannya. Dan barang siapa yang melakukan hal itu, maka ia berbuat
maksiat, dosa, dan zalim, dan sewaan atasnya adalah haram. Dan barangsiapa
yang membayar (sewa tersebut) karena membutuhkannya maka tiada dosa
atasnya.
. Hukum jual beli kredit:
       Jual beli kredit adalah gambaran dari penjualan nasi`ah. Hukumnya
boleh. Jual beli nasi`ah ditempokan untuk satu tempo, dan jual beli kredit
ditempokan untuk beberapa waktu.
. Boleh bertambah pada harta komoditi karena bertempo atau kredit, seperti
penjualan satu komoditi yang nilainya seratus (100) secara kontan, dengan harta
seratus dua puluh (120) secara bertempo untuk satu masa atau beberapa waktu
yang ditentukan, dengan syarat tambahan itu tidak berlebihan atau mengambil
kesempatan orang-orang yang membutuhkan.
. Penjualan secara bertempo atau kredit menjadi sunnah apabila ditujukan
membantu pembeli, lalu ia tidak menambah pada harga karena bertempo.
Dengan hal itu penjual mendapat pahala atas kebaikannya. Dan menjadi boleh
apabila ditujukan untuk mendapat keuntungan, lalu ia menambah dalam harga
karena bertempo, dan mengarahkan kepada kredit yang dimaklumi untuk
waktu-waktu yang sudah diketahui.
. Penjual tidak boleh mengambil tambahan (bunga) hutang kepada pembeli
karena keterlambatan pembayaran kredit, karena hal itu termasuk riba yang
                                         19
diharamkan. Akan tetapi ia mempunyai hak terhadap barang yang dijual sampai
semua hutang itu dibayar oleh pembeli.
. Apabila seseorang menjual tanah yang terdapat pohon korma atau pepohonan
lainnya. Jika pohon korma itu sudah dilakukan pembuahan, dan pepohonan
telah nampak buahnya, maka ia untuk penjual kecuali apabila pembeli
mensyaratkannya untuknya. Dan jika pohon korma belum dilakukan
pembuahan dan pepohonan itu belum nampak buahnya, maka ia untuk
pembeli.
. Tidak sah menjual buah dari pohon korma atau pepohonan lainnya sampai
nampak baiknya. Dan tidak sah menjual hasil pertanian sebelum kuat/keras
bijinya. Apabila seseorang menjual buah-buahan sebelum nyata baiknya
bersama pohonnya, atau menjual hasil pertanian hijau bersama tanahnya,
niscaya hal itu boleh, atau menjual buah dengan syarat memotongnya pada saat
itu (saat dilaksanakan transaksi), niscaya boleh.
. Apabila seseorang membeli buah dan membiarkannya hingga panen atau
dipetik tanpa menunda dan tanpa melalaikan. Kemudian datang bencana dari
langit seperti angin, dingin, dan semisal keduanya, lalu memusnahkannya, maka
pembeli berhak mengambil harga dari penjual.
       Dan jika dihancurkan/dirusak oleh manusia, pembeli berhak memilih di
antara membatalkan atau meneruskan, dan menuntut ganti kepada yang
merusaknya.
. Hukum Muhaqalah:
       Yaitu menjual biji yang sudah keras dalam bijinya dengan biji dari
jenisnya, hukumnya tidak boleh, karena jual beli ini menggabungkan di antara
dua hal yang ditakutkan: ketidak jelasan pada ukuran dan baiknya, dan riba
karena tidak jelas kesamaannya.
. Hukum Muzabanah:
       Yaitu menjual buah di pohon kurma dengan korma kering dengan takaran.
Hukumnya tidak boleh seperti muhaqalah.
. Tidak boleh menjual korma dengan ruthab di atas pohon kurma karena
mengandung penipuan dan riba. Namun dibolehkan pada jual beli 'araya karena
kebutuhan, yaitu diperkirakan ruthab di atas pohon korma, kemudian
memberikan nilainya dari tamar (kurma kering) yang sudah lama, dengan syarat
tidak lebih dari lima wasaq disertai serah terima di tempat transaksi.
                                         20
. Tidak boleh menjual anggota tubuh atau satu bagian tubuh manusia sebelum
mati atau sesudahnya. Jika orang yang terpaksa tidak memperolehnya kecuali
dengan harga, boleh membayar karena terpaksa dan haram atas yang
mengambil. Jika ia menghibahkannya kepada yang sangat membutuhkan dan
diberikan imbalan sebelum mati, maka tidak mengapa mengambilnya.
. Tidak boleh menjual darah untuk pengobatan dan tidak boleh pula untuk yang
lainnya. Jika ia membutuhkannya untuk pengobatan dan tidak memperolehnya
kecuali dengan gantian (harga), maka boleh baginya mengambilnya dengan
harga dan haram mengambil harga itu atas yang memberikannya.
. Gharar (penipuan): yaitu sesuatu yang manusia tidak mengetahuinya, samar
atasnya batinnya (dalamnya) berupa tidak ada, atau tidak diketahui, atau
dilemahkan darinya atau tidak mampu atasnya.
. Hukum jual beli yang mengandung penipuan dan judi:
       Penipuan dan judi termasuk transaksi berbahaya serta menghancurkan
sendi-sendi perekonomian, penyebab kebangkrutan perusahan besar,
menyebabkan kayanya suatu kaum tanpa bersusah payah, dan kefakiran yang
lain dengan cara yang batil. Maka ia adalah perbuatan haram, permusuhan, dan
kebencian. Semua ini termasuk pekerjaan syetan. Firman Allah SWT:
ِ]  ِ     ِ ِ ْ ِ     ُ 
  ِ ِ ْ ِ َ ْ    ِ PRَ ْ \ْ ] ْ 
 ُ [ ِ 
 َS 
   َ       
 ِ 
  < ِW
                                                                                                        َ     
 َb ُb َS ْ َ
"Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan
kebencian diantara kamu pada minuman keras dan berjudi itu, dan menghalangi
kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu)."       (QS. Al-Ma`idah: 91).
. Jual beli gharar (penipuan) menyeret kepada dua kerusakan besar:
    1.  Memakan harta manusia dengan cara batil, salah satunya boleh jadi
        berhutang tanpa keuntungan, atau beruntung tanpa berhutang, karena
        ia adalah gadaian dan judi.
    2.  Permusuhan dan kebencian di antara dua pihak yang bertransaksi, akan
        menimbulkan dendam dan pertengkaran.
                                                      21
                                                 2- Khiyar (memilih)
. Hikmah disyari'atkan khiyar:
           Khiyar dalam jual beli termasuk dari keindahan Islam. Karena terkadang
terjadi jual beli secara mendadak tanpa berpikir dan merenungkan harga dan
manfaat barang yang dibeli. Karena alasan itulah, Islam memberikan
kesempatan untuk mempertimbangkan yang dinamakan khiyar, keduanya bisa
memilih di sela-selanya yang sesuai salah satu dari keduanya berupa
meneruskan jual beli atau membatalkannya.
           Dari Hakim bin Hizam r.a ia berkata: 'Rasulullah SAW bersabda:
                                                                      ِ َ . َ َ َb <b :َ َ َS َ َ َb َ ِ ِْ ِ[ ِ
     [َ َ َbَ ِ ِ ِ [  ِ  
 َ َ ِ  
[ [ َ                                                                       \ْ َ
                                                                                                               . ِ ِ [ ُ^َ [ `َ ِ 
"Dua orang yang melakukan jual beli mempunyai hak memilih selama keduanya
belum berpisah, 'atau beliau bersabda: 'sampai keduanya berpisah. Maka jika
keduanya benar dan menjelaskan, niscaya diberi berkah untuk keduanya dalam
transaksi keduanya, dan jika keduanya menyembunyikan dan berdusta, niscaya
dihapus berkah jual beli keduanya." (Muttafaqun 'alaih).1
. Pembagian-pembagian khiyar:
           Khiyar terdiri dari beberapa bagian, di antaranya adalah:
    1. Khiyar majelis: dan ia ada pada jual beli, berdamai, sewa-menyewa, dan
            selainnya dari penukaran yang tujuannya adalah harta. Ia adalah hak
            dua orang yang melakukan jual beli secara bersamaan. Dan waktunya
            adalah dari saat transaksi sampai berpisah dengan badan. Jika keduanya
            menggugurkannya, gugurlah ia. Jika salah satu dari keduanya
            menggugurkannya, niscaya tersisa khiyar yang lain. Maka apabila
            keduanya berpisah, terjadilah jual beli. Dan haram berpisah dari majelis
            karena takut ia mengundurkan diri.
    2. Khiyar syarat: yaitu dua orang yang melakukan jual beli atau salah
            satunya mensyaratkan khiyar hingga masa yang sudah diketahui, maka
1
            HR. Bukhari No. 2079, ini adalah lafazhnya, dan Muslim No. 1532.
                                                                   22
   sah syarat itu, sekalipun lama. Masanya dari saat transaksi hingga
   berakhirnya masa yang disyaratkan. Dan apabila berlalu masa khiyar dan
   yang mensyaratkan tidak membatalkan penjualan, niscaya tetaplah jual
   beli. Dan jika keduanya memutuskan khiyar saat masa itu, niscaya
   batalah, karena hak untuk keduanya.
3. Khiyar perbedaan penjual dan pembeli: seperti jikalau keduanya
   berbeda pada kadar harga, atau benda yang dijual, atau sifatnya, dan
   tidak ada saksi, maka ucapan adalah ucapan penjual disertai sumpahnya,
   dan pemberi diberi pilihan antara menerima atau membatalkan.
4. Khiyar 'aib: yaitu sesuatu yang mengurangi nilai yang dijual. Apabila
   (seseorang) membeli suatu komoditi dan ia menemukan cacat padanya,
   maka boleh memilih (khiyar), bisa jadi ia mengembalikannya dan
   mengambil harganya, atau menahannya dan mengambil tambalan cacat
   itu. Maka dinilai komoditi yang tanpa cacat, kemudian dinilai yang cacat
   dan ia mengambil perbedaan di antara keduanya. Dan jika keduanya
   berbeda pendapat di sisi siapa terjadinya cacat itu seperti pincang (bagi
   binatang), dan rusaknya makanan, maka ucapan (yang diterima adalah)
   ucapan penjual diserta sumpahnya, atau keduanya saling
   mengembalikan.
5. Khiyar ghubn (penipuan, kecurangan): yaitu pembeli atau penjual
   melakukan penipuan/kecurangan pada komoditi, kecurangan yang keluar
   dari kebiasaan atau 'uruf. Hukumnya adalah haram. Apabila seseorang
   merasa dicurangi, maka ia mempunyai hak khiyar di antara menahan dan
   membatalkan, seperti orang yang tertipu dengan orang yang menghadap
   rombongan (yang mau memasuki pasar), atau tambahan orang yang
   meninggikan harga (najisy) yang tidak ingin membeli, atau ia tidak
   mengetahui nilai dan tidak pandai menawar dalam jual beli, maka ia
   mempunyai hak khiyar.
6. Khiyar tadlis (penyamaran): yaitu penjual menampakkan
   (memperlihatkan, memajang) suatu komoditi dengan penampilan yang
   disenangi padanya, padahal ia kosong darinya. seperti membiarkan laban
   (susu) di tetek (kambing, sapi, unta) saat menjual supaya pembeli mengira
   banyak susunya, dan semisal yang demikian itu. Perbuatan ini hukumnya
   haram. Maka apabila hal itu terjadi, maka ia (pembeli) memiliki hak
                                     23
       khiyar di antara menahan atau membatalkan. Apabila ia telah memerah
       susunya, kemudian mengembalikannya, ia mengembalikan bersamanya
       satu sha' kurma sebagai gantian susu.
    7. Khiyar mengabarkan harga apabila nyata perbedaan kenyataan
       (realita), atau kurang dari yang dia kabarkan, maka pembeli memiliki
       hak khiyar di antara menahan dan mengambil (harga) perbedaan atau
       membatalkan. Sebagaimana jikalau ia membeli pulpen dengan harga
       seratus (100). Lalu datanglah kepadanya seseorang dan berkata, 'Juallah
       kepadaku dengan harga pokoknya.' Ia berkata, 'Harga pokoknya
       (modalnya) adalah seratus lima puluh (150).' Lalu ia menjual kepadanya.
       Kemudian jelas kebohongan penjual, maka pembeli mempunyai hak
       khiyar. Dan tetapi khiyar ini pada tauliyah (pemberian hak wali), syarikah
       (perusahaan bersama), murabahah, muwadha'ah. Dan dalam semua itu,
       pembeli dan penjual harus mengetahui modal harta.
    8. Apabila telah nampak bahwa pembeli itu susah atau curang, maka
       pembeli mempunyak hak membatalkan jika ia menghendaki untuk
       memelihara hartanya.
. Bahaya menipu:
       Menipu hukumnya haram dalam segala sesuatu, bersama setiap orang, di
setiap transaksi. Hukumnya haram pada semua mu'amalah, diharamkan pada
semua pekerjaan profesi, diharamkan pada industri, dan diharamkan pada
segala akad (transaksi, kontrak), jual beli, dan seliannya, karena mengandung
kebohongan dan penipuan, dan menyebabkan pertikaian dan permusuhan.
                      :Dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda
                                               S. ِ َ َ َ ِ ََ َ َ
                                      .
"Barang siapa yang membawa senjata atas kami (menyerang kami), maka ia
bukan dari golongan kami, dan barang siapa yang menipu kami, maka ia bukan
dari golongan kami." (HR. Muslim).1
. Iqalah: yaitu membatalkan transaksi dan kembalinya kedua orang yang
melakukan transaksi dengan sesuatu yang miliknya, boleh dengan yang lebih
sedikit atau lebih banyak darinya.
1
       HR. Muslim No. 102.
                                          24
. Iqalah, sunnah bagi orang yang menyesal dari penjual dan pembeli, yaitu
sunnah bagi/pada hak orang yang membatalkan, boleh pada hak yang meminta
pembatalan. Dan disyari'atkan apabila menyesal salah seorang yang melakukan
jual beli, atau hilang kebutuhannya dengan komoditi, atau tidak mampu atas
harga itu, dan semisal yang demikian itu.
. Iqalah termasuk perbuatan baik seorang muslim kepada saudaranya apabila ia
membutuhkannya, Nabi SAW mendorong padanya dengan sabdanya:
                                                                                     .ِ^ ِ ْ  
 َa ْ ُ َ َ َS ِ  
 َ َ َS
"Barang siapa yang memaafkan kepada seorang muslim niscaya Allah SWT
memaafkan kesalahannya di hari kiamat." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)1
                                                 3. Salam (Pesanan)
. Salam adalah transaksi atas sesuatu yang disifatkan dalam jaminan yang
bertempo dengan harga yang diserahkan (dibayar) di tempat transaksi. Allah
SWT membolehkannya sebagai keluasaan kepada kaum muslim dalam
memenuhi kebutuhan mereka. Dan dinamakan (salaf), yaitu penjualan yang
pembayarannya lebih dahulu dan barangnya diserahkan beberapa waktu
kemudian (pesanan, dengan pembayaraan di depan).
. Hukum salam: boleh, contohnya, seperti seseorang memberikan seratus riyal
kepada penjual, nanti penjual itu menyerahkan lima puluh takar kurma setelah
satu tahun.
        Dari Ibnu Abbas r.a, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
                                ٍ ُ ٍ َS     َِ ٍ ُ ٍ  ْ ٍ ُ ٍ َ           ٍَِ                     ِ َ َS  
"Barang siapa yang memesan sesuatu, maka hendaklah pada takaran yang jelas
(sudah diketahui), timbangan yang jelas, hingga batas waktu yang jelas."
(Muttafaqun 'alaih).2
. Syarat sahnya salam (pesanan):
1
         HR. Abu Daud No. 3460, Shahih Sunan Abu Daud No. 2954, dan Ibnu Majah No. 2199, ini adalah lafazhnya,
Shahih Sunan Ibnu Majah No. 1786
2
         HR. Bukhari No. 2240, ini adalah lafazhnya, dan Muslim No. 1604
                                                                  25
      Disyaratkan baginya beberapa syarat tambahan atas syarat-syarat jual beli
untuk menguatkannya, yaitu: mengetahui muslam bih (barang, komoditi yang
dipesan), mengetahui harga, menerimanya di tempat transaksi, bahwa barang
yang dipesan berada dalam jaminan, ia telah menjelaskan sifat yang
menghilangkan ketidak jelasan, menyebutkan masanya dan tempat
permulaannya.
. Masalah-masalah yang berkaitan dengan jual beli:
        Tas'ir: yaitu menentukan harga yang terbatas untuk komoditi, selama
   1.
        pemilik tidak dizalimi dan pembeli tidak tercekik.
   Diharamkan tas'ir (penentuan harga) apabila mengandung kezaliman kepada
manusia, atau memaksa mereka dengan cara yang tidak benar dengan sesuatu
yang tidak mereka senangi, atau menghalangi mereka dari sesuatu yang Allah
SWT bolehkan untuk mereka.
   Boleh menentukan harga apabila tidak sempurna kepentingan manusia
(orang banyak) kecuali dengannya, seperti pemilik komoditi tidak mau
menjualnya kecuali dengan harga lebih, padahal orang banyak sangat
membutuhkannya. Maka ditentukan harga dengan nilai standar, tidak
berbahaya dan tidak membahayakan orang lain.
        Ihtikar (monopoli): yaitu membeli komoditi dan menahannya supaya
   2.
        menjadi sedikit di tengah-tengah manusia, lalu harganya menjadi naik.
   Ihtikar hukumnya haram, karena mengandung sifat serakah, rakus dan
   mencekik manusia, dan barang siapa yang melakukan ihtikar maka ia
   melakukan kesalahan.
   3.   Tawarruq: Apabila seseorang membutuhkan uang kontan dan ia tidak
        menemukan orang yang memberikan pinjaman, maka ia boleh membeli
        suatu komoditi/barang secara bertempo, kemudian ia menjualnya
        bukan kepada yang pertama dan mengambil manfaat dengan harganya.
        Jual beli 'arbuun (uang muka): yaitu menjual suatu komoditi disertai
   4.
        penyerahan uang dari pembeli kepada penjual, bahwa jika ia mengambil
        komoditi itu, uang itu sudah termasuk harga, dan jika
        meninggalkannya, maka uang yang diserahkan menjadi milik penjual,
        yang merupakan uang muka. Jual beli ini hukumnya boleh, apabila
        dibatasi masa menunggu dengan masa yang sudah ditentukan.
                                       26
                                                  4. Riba
. Hukum dasar harta ada tiga: adil, utama, dan zalim. Maka adil adalah jual
beli, utama adalah sedekah, dan zalim adalah riba dan semisalnya.
. Riba adalah tambahan dalam penjualan dua barang yang berlaku riba pada
keduanya.
. Hukum riba:
    1. Riba termasuk dosa besar, dan diharamkan dalam semua agama samawi,
        karena mengandung bahaya besar. Ia menyebabkan permusuhan di
        antara menusia dan membawa kepada membesarnya harta atas hitungan
        penarikan harta orang fakir. Padanya merupakan kezaliman bagi yang
        membutuhkan, penguasaan orang kaya terhadap orang fakir, menutup
        pintu sedekah dan perbuatan baik, dan membunuh syi'ar kasih sayang
        pada manusia.
    2. Riba adalah memakan harta manusia dengan cara yang batil,
        menghilangkan segala usaha, perdagangan dan perindustrian yang
        dibutuhkan manusia. Orang yang melakukan riba menambah hartanya
        tanpa bersusah payah, maka ia meninggalkan perdagangan yang
        dibutuhkan manusia. Tidak ada seseorang yang banyak melakukan riba
        melainkan pada akhirnya adalah sedikit.
. Hukuman riba:
       Riba termasuk dosa besar, dan Allah SWT telah mengumumkan
peperangan kepada pemakan riba dan yang mewakilkannya di antara semua
dosa yang lain.
    1. Firman Allah SWT:
      ٍ ِ[ ُ َ ْTَ ُ ْ َa < ِXَ {278} ^ِ ِ V ُb ُ             ِW [       ِ          ِ [  
 َ َ ُ <a 
  P          ِ < َSR
                                            {279}           
 َ ْ ُa َ      
 ِ ْ َa َ ُ ِ َS 

P
  ُ َ َ ُb \ُa  ِW ِ ِ 
  ِ
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. * Maka jika
kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah
dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
                                                         27
riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya."           (QS. Al-Baqarah: 278-279).
   2. Dari Jabir r.a, ia berkata:
                                 .
P  
 َ َ ِ ِ  
  \ِa َ  
 َ ِ  
  [ َ ِ Q                                ُ ُ  
              َ
"Rasulullah SAW mengutuk orang yang memakan riba, yang mewakilkannya,
penulisnya, dan dua orang saksinya, dan Beliau bersabda, 'Mereka itu sama
(dalam dosa)." (HR. Muslim).1
   3. Dari Abu Hurairah r.a, Nabi SAW bersabda:
     ْ ِ[ < ِ ُ      ِb< ِ ْ ُ ْbَ  
          ِ ِ[ ُ                       
  ,ِ َ  
  : ُ َ ِ_ َ ِ[  
 ْ \        
\ِ َb ِ
                                                                         :َ َ ‫؟‬
                                        .ِ_ ِ َ ْ ِ_ ِ V
 ْ ِ _  
 ْ 
 ْ َ ِ              > <b ِ ِb ْ ِ ُ ْ َS [ ُ ْ َS
"Jauhilah tujuh (7) perkara yang membinasakan. Mereka bertanya, 'Ya Rasulullah,
perkara apakah itu?' Beliau bersabda: 'Menyekutukan Allah SWT, sihir,
membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT kecuali dengan benar, memakan
riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, menuduh wanita
mukmin yang menjaga diri.' (Muttafaqun 'alaih).2
.Pembagian riba:
1- Riba nasi'ah: yaitu tambahan yang diambil penjual dari pembeli sebagai
imbalan pemberian tempo. Seperti ia memberikannya seribu secara kontan
dengan syarat ia membayarnya setelah satu tahun sebanyak seribu seratus,
umpamanya.
. Termasuk di antaranya adalah membalik hutang kepada orang yang susah.
Yaitu seseorang mempunyai tagihan harta secara bertempo kepada seorang laki-
laki. Maka apabila telah jatuh tempo, ia (yang meminjamkan uang) berkata
kepadanya (yang meminjam uang), 'Apakah engkau membayar atau menambah?
Maka jika ia membayarnya (maka urusannya selesai), dan jika ia tidak
membayarnya, yang ini (yang meminjamkan uang) menambah temponya dan
yang ini (yang berhutang) menambah harta. Maka berlipatgandalah harta dalam
1
         HR. Muslim no.1598
2
           HR. Bukhari No. 2766, ini adalah lafazhnya, dan Muslim No. 89.
                                                                    28
tanggungan yang berhutang. Inilah asal mula riba pada masa jahiliyah. Maka
Allah SWT mengharamkannya dan mewajibkan menunggu orang yang susah. Ia
adalah jenis riba yang paling berbahaya, karena begitu besar bahayanya. Dan
sungguh telah tergabung riba padanya dengan berbagai jenisnya: riba nasi'ah,
riba fadhl, dan riba hutang.
1. Firman Allah SWT:
                                  {130}                          
 ِ ْ ُa ُ < َ َ ُ <a ً^َ َ ً ْ َS [                   ُ ُ ْTَa َ 
  P      ِ < َS
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan."                  (QS. Ali Imran: 130).
2. Firman Allah SWT:
          {280}                     
 َ َa ُb ُ       ِW ُ < ُ
      ُ َa          َS ٍ]          َ ِW 
] ِ َ ٍ]  
 ُ            َ           ِW
"Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 280).
. Dan termasuk di antaranya adalah sesuatu yang terdapat pada jual beli dua
jenis yang sama-sama mengandung 'ilat riba radhl, di sertai ditunda penyerahan
keduanya, atau penyerahan salah satu dari keduanya. Seperti jual beli emas
dengan emas, gandum dengan gandum, dan semisal keduanya. Dan seperti
penjualan satu jenis dengan jenis lain dari semua jenis ini secara bertempo.
2. Riba fadhl: yaitu jual beli uang dengan uang, makanan dengan makanan
disertai tambahan. Hukumnya haram. Syari'at menjelaskan atas haramnya pada
enam perkara, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
ِ ِ `َ َ َb َ ِ َ .ٍ ِ[ ,ٍ ْ ِ ِ[ ْ ِ .ِ ْ ِ ْ ِ[ 
 ْ ِ ْ ِ <b ِ[ 
  <b ِ ِ    ِ[ 
  ِ        
\ْ ِ[ 
\ْ ِ^< ِ ْ ِ[ ُ^< ِ ْ ,ِZ < ِ[ 
Z < َ
                                                                                                     S .ٍ ِ[                َ َ ِ ُbْ ِ َ  
  ِ\َ 
  َ ْ
                                                                                 .
"Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum halus dengan gandum halus,
gandum kasar dengan gandum kasar, kurma dengan kurma, garam dengan
garam, seumpama dengan seumpamanya, tangan dengan tangan (kontan).
                                                                                  29
Apabila jenis-jenis ini berbeda, maka juallah sebagaimana kamu kehendaki,
apabila kontan." (HR. Muslim).1
. Diqiyaskan (analogikan) atas enam jenis ini segala yang sesuai dengannya pada
'illat (sebab): pada emas dan perak (barang berharga), dan pada empat yang
tersisa (takaran dan makanan) (atau timbangan dan makanan).
. Takaran adalah takaran Madinah dan timbangan adalah timbangan ahli
Makkah, dan sesuatu yang tidak ditemukan pada keduanya, kembali padanya
kepada urf (kebiasaan orang banyak). Dan segala sesuatu yang haram padanya
riba fadhl, haram padanya riba nasi`ah.
3- Riba hutang: gambarannya adalah bahwa seseorang meminjamkan sesuatu
kepada orang lain, dan disyaratkan atasnya bahwa ia mengembalikan yang lebih
baik darinya, atau mensyaratkan atasnya manfaat apapun jua. Seperti
menempati rumahnya selama satu bulan misalnya. Hukumnya haram. Maka jika
tidak mensyaratkan dan yang meminjam memberikan manfaat atau tambahan
dengan dirinya (karena kerelaannya), niscaya boleh dan diberi pahala.
. Hukum-hukum riba fadhl:
          Apabila jual beli pada satu jenis riba, haram padanya berlebihan dan
     1.
          bertempo, seperti seseorang menjual emas dengan emas, atau gandum
          dengan gandum dan semisal keduanya. Maka disyaratkan untuk sahnya
          penjualan ini samanya pada jumlah dan serah terima pada saat itu,
          karena samanya dua benda yang ditukar pada jenis dan ilat (sebab).
     2.   Apabila jual beli pada dua jenis yang sama pada ilat riba fadhl, dan
          keduanya berbeda pada jenis, haram bertempo dan boleh berlebihan,
          seperti seseorang menjual emas dengan perak, atau gandum halus
          dengan gandum kasar, dan semisal keduanya. Maka boleh jual beli
          disertai berlebihan, apabila serah terima pada saat itu, secara kontan,
          karena keduanya berbeda pada jenis, dan sama pada ilat.
     3.   Apabila jual beli di antara dua jenis riba yang tidak sama pada ilat, boleh
          berlebihan dan bertempo seperti ia menjual makanan dengan perak, atau
          makanan dengan emas dan semisalnya. Maka boleh berlebihan dan
          bertempo, karena perbedaan dua benda yang ditukar pada jenis dan
          sebab.
1
         HR. Muslim No. 1587.
                                            30
        Apabila jual beli di antara dua jenis yang bukan riba, boleh berlebihan
    4.
        dan bertempo, seperti ia menjual unta dengan dua ekor unta, atau
        pakaian dengan dua pakaian dan semisal keduanya, maka boleh
        berlebihan dan bertempo.
. Tidak boleh menjual salah satu di antara dua jenis dengan yang lain kecuali
keduanya berada pada satu tingkatan pada sifat, maka ruthab tidak dijual
dengan kurma kering, karena ruthab berkurang apabila sudah kering, maka
terjadilah berlebihan yang diharamkan.
. Tidak boleh menjual yang dibuat perhiasan dari emas atau perak dengan
jenisnya secara berlebihan, karena bikinan/ produksi pada salah satu yang
ditukar. Akan tetapi ia menjual yang ada bersamanya dengan dirham, kemudian
ia membeli yang sudah dibuat perhiasan.
. Bunga-bunga yang diambil oleh bank-bank pada masa sekarang atas hutang-
hutang termasuk riba yang diharamkan, dan bunga-bunga yang diberikan bank-
bank sebagai imbalan menyimpan uang adalah riba yang tidak boleh bagi
seseorang mengambil manfaatnya, tetapi ia harus berlepas diri darinya.
. Apabila kaum muslimin membutuhkan menyimpan atau transfer (uang), harus
lewat bank-bank Islam. Jika tidak ditemukan, karena terpaksa, boleh
menyimpan di bank lainnya, akan tetapi tanpa mengambil bunga, dan transfer
dari selainnya selama tidak menyalahi syari'at.
. Haram hukumnya bekerja di bank atau perusahaan apapun yang mengambil
atau memberikan riba, dan harta (gaji) yang diambil pekerja padanya adalah
haram yang diancam siksaan atasnya.
. Bagaimana melepaskan diri dari harta-harta riba:
       Riba termasuk dosa besar, dan apabila Allah SWT telah memberi karunia
kepada orang yang menjalankan riba dan ia bertaubat kepada Allah SWT, dan ia
mempunyai harta yang terkumpul dari riba, dan ia ingin melepaskan diri
darinya, maka ia tidak lepas dari dua perkara:
    1.  Bahwa riba itu untuknya yang berada dalam jaminan manusia yang ia
        belum mengambilnya, maka di sini ia mengambil modal hartanya dan
        meninggalkan riba yang lebih atasnya.
    2.  Bahwa harta-harta riba itu diambil di sisinya, maka janganlah ia
        mengembalikannya kepada pemiliknya dan jangan pula memakannya,
        karena ia adalah usaha yang kotor. Akan tetapi ia berlepas diri darinya
                                          31
        dengan berbuat baik dengannya, atau menjadikannya pada proyek-proyek
        bermanfaat, karena berlepas diri darinya, seperti menerangi jalanan dan
        melayaninya, membangun W.C-W.C. dan semisalnya.
. Tidak ada riba pada hewan selama ia masih hidup, dan seperti ini pula setiap
yang dihitung. Maka boleh menjual satu ekor unta dengan dua ekor dan tiga
ekor unta. Apabila ia menjadi ditimbang atau ditakar, berlakulah riba padanya.
Maka tidak boleh menjual satu kilogram daging kambing dengan dua kilogram
daging kambing. Dan boleh menjual satu kilogram daging kambing dengan dua
kilogram daging sapi, karena perbedaan jenis, apabila terjadi serah terima pada
saat itu.
. Boleh membeli emas untuk dimiliki, atau untuk tujuan keuntungan, seperti
membelinya saat turun harganya dan menjualnya saat harganya naik.
. Hukum menjual uang (penukaran uang):
       Sharf: yaitu menjual uang dengan uang, sama saja bersatu jenis atau
berbeda, sama saja uang itu dari emas atau perak, atau dari uang-uang kertas
yang dipergunakan sekarang ini, maka ia mengambil hukum emas dan perak,
karena bersatunya keduanya pada benda berharga.
. Apabila seseorang menjual mata uang sejenis, seperti emas dengan emas, atau
kertas uang dengan yang sejenis, seperti rupiah dengan rupiah, kertas atau
benda tambang, wajiblah sama pada ukuran dan serah terima di mejelis itu.
. Dan jika ia menjual mata uang dengan mata uang dari jenis yang lain, seperti
emas dengan perak, riyal Saudi dengan dolar Amerika, umpamanya, boleh saling
berlebihan pada ukuran, dan harus serah terima di majelis itu.
. Apabila dua orang yang melakukan transaksi berpisah sebelum serah terima
semuanya atau sebagiannya, jual beli itu sah pada yang sudah diterima dan
batal pada sesuatu yang belum diterima, seperti ia memberinya satu dinar untuk
menukarnya dengan sepuluh (10) dirham. Maka ia tidak mendapatkan kecuali
hanya lima dirham, maka jadilah transaksi itu sah pada separuh dinar, dan
tetaplah setengahnya sebagai amanah di sisi penjual.
                                        32
                                                  5. Qard (Memberi Pinjaman)
       Yaitu: menyerahkan harta untuk orang yang mengambil manfaat
dengannya dan mengembalikan gantinya, atau mengambil manfaat dengannya
tanpa membayar karena mengharapkan pahala dari Allah SWT pada kedua cara
itu.
. Hikmah disyari'atkannya qaradh:
       Qardh adalah pendekatan diri (kepada Allah SWT) yang dianjurkan
kepadanya, karena telah berbuat baik kepada orang-orang yang membutuhkan
dan memenuhi kebutuhan mereka. Setiap kali kebutuhan itu lebih berat dan
amal lebih ikhlas kepada Allah SWT, berarti pahalanya lebih besar, dan salaf
memberlakukan seperti berlakunya separo sedekah.
. Keutamaan memberi pinjaman:
1. Firman Allah SWT:
     {245}               
  ُa ِ َ ِW ُ 
  \  
 ِ\ْ ُ ] [ِ َ ً ْ َS 
 َ 
 َ ِ َ 
 َ ً َ َ  
 ِ ْ 
                   ِ < َ
"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah
menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
(QS. Al-Baqarah: 245).
2. Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda:
                         .َ ِ ُ             ِ ً^ [ ُ 
  ُ < َ ْ ِ ُ            ِ ً^ [ ُ ٍ ِ V
            <َ            
          َ
   ِ           ِ ُ .ِ] ِ             ْ          ِ ُ  
  َb    ِ  
  َb       .ِ] ِ ْ ْ            ِ ِ َ ُ ٍ ِ  
                                                                                              .ِ ِ َS ِ                ِ 
  \ ْ          َ ِ \ ْ
"Barang siapa yang membantu seorang mukmin terhadap kesusahan dari
kesusahan dunia, niscaya Allah SWT membantunya terhadap segala kesusahan
hari kiamat. Dan barang siapa yang memberi kemudahan kepada orang yang
kesusahan, niscaya Allah SWT memberi kemudahan kepadanya di dunia dan
                                                                          33
akhirat. Dan barang siapa yang menutup (aib) seorang muslim niscaya Allah SWT
menutupi (kesalahannya) di dunia dan akhirat. Dan Allah SWT selalu menolong
hamba selama hamba itu selalu menolong saudaranya." (HR. Muslim).1
. Qardh (pinjaman) disunnahkan bagi yang memberi pinjaman dan boleh bagi
yang meminjam. Dan setiap sesuatu yang sah menjualnya sah
meminjamkannya, apabila diketahui dan yang memberi pinjaman adalah orang
yang sah memberi bantuan. Dan wajib atas yang meminjam mengembalikan
gantian sesuatu yang telah dipinjamnya, serupa pada yang ada serupanya, dan
nilai pada yang lainnya.
. Setiap pinjaman yang menarik manfaat, maka ia termasuk riba yang
diharamkan. Seperti seseorang meminjamkan sesuatu dan memberi syarat
bahwa ia menempati rumahnya, atau meminjamkanya harta dengan bunga,
seperti ia memberi pinjaman sebanyak seribu dengan pengembalian seribu dua
ratus setelah satu tahun.
. Ihsan (berbuat baik) dalam pinjaman disunnahkan, jika tidak merupakan
syarat, seperti ia meminjam unta muda, lalu ia memberikan gantinya unta
ruba'i, karena ini termasuk pembayaran yang baik dan akhlak yang mulia. Dan
barang siapa yang memberi pinjaman kepada seorang muslim sebanyak dua kali,
maka seakan-akan ia bersedekah satu kali kepadanya.
       Dari Abu Rafi' r.a, sesungguhnya Rasulullah SAW meminjam anak unta
dari seorang laki-laki, lalu datanglah kepada Beliau satu unta dari unta-unta
sedekah, maka beliau menyuruh Abu Ra'fi' r.a agar ia membayar unta kecil
kepada laki-laki itu. Lalu Abu Ra'fi' r.a kembali kepadanya seraya berkata, 'Aku
tidak mendapatkan padanya selain unta besar yang terpilih. Maka beliau
bersabda,
                                              .P َ َ  

  َS ِ ِ ِ ِ ِ ,
 ِ ِ َS
'Berikanlah ia kepadanya, sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah sebaik-baik
mereka ketika membayar pinjaman.'(HR. Muslim).2
. Boleh menggugurkan sebagian dari hutang yang bertempo karena
menyegerakannya, baik itu dengan permintaan pemberi pinjaman atau yang
berhutang. Dan barang siapa yang membayar untuk orang lain yang wajib
1
        HR. Muslim No. 2699.
2
        HR. Muslim No.1600.
                                          34
atasnya, berupa hutang atau nafkah, niscaya kembali atasnya, jika ia
menghendaki.
. Keutamaan menunggu orang yang susah dan memaafkannya:
Menunggu orang yang susah (tidak mampu membayar hutang) termasuk akhlak
yang mulia, yang lebih utama darinya adalah memaafkannya.
1. Firman Allah SWT:
      {280}           
 َ َa ُb ُ ِW ُ < ُ
  ُ َa َS ٍ]        َ ِW 
] ِ َ ٍ]  
 ُ    َ       ِW
"Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 280).
2. Dari Abu al-Yasr r.a, ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
                                                                    ِ >ِ       ِ 
 < َ َS 
  َ َS ِ  
  َ ْ َS    
"Barang siapa yang menunggu/menunda orang yang susah atau memaafkannya,
niscaya Allah SWT menaunginya di bawah naungan-Nya." HR. Muslim.1
. Orang yang berhutang terbagi menjadi empat keadaan:
        Ia tidak mempunyai apapun secara mutlak. Maka terhadap orang yang
   1.
        seperti ini, (orang yang menghutangi) wajib menundanya dan
        meninggalkan penagihan kepadanya.
   2.   Bahwa hartanya lebih banyak dari hartanya. Maka orang yang seperti ini,
        (orang yang menghutangi) boleh menagih hutangnya dan dilazimkan
        dengan pengadilan.
   3.   Bahwa hartanya sejumlah hutangnya, maka dituntut membayar
        hutangnya.
        Bahwa hartanya lebih sedikit dari hutangnya, maka ini adalah orang yang
   4.
        bangkrut yang ditahan atasnya dengan tuntutan orang-orang yang
        memberi pinjaman atau sebagian mereka, dan dibagi hartanya di antara
        orang-orang yang memberikan pinjaman menurut ukurannya.
. Wajib kepada orang yang meminjam uang agar berniat membayarnya, dan jika
tidak (berniat membayarnya) niscaya Allah SWT memusnahkan hartanya,
sebagaimana sabda Nabi SAW:
1
       HR. Muslim No. 3006.
                                                         35
                             .  
 َ َ ْaَS َ ْaِ 
  ِ 
 َ َS      
  ُ          َS َ َS 
  ِ 
 ِ َ َS َ َS    
"Barang siapa yang mengambil harta manusia (berhutang, meminjam), ia ingin
membayarnya niscaya Allah SWT menunaikan darinya, dan barang siapa yang
mengambil karena ingin membinasakannya (menghabiskannya) niscaya Allah
SWT memusnahkannya." (HR. al-Bukhari).1
                                                         6. Gadai
. Akad (transaksi) terbagi tiga:
       Transaksi yang pasti dari kedua belah pihak, seperti jual beli, sewa
   1.
       menyewa dan semisal keduanya.
   2.  Transaksi yang boleh dari kedua belah pihak, bagi setiap orang dari
       keduanya, membatalkannya, seperti wakalah (perwakilan) dan
       semisalnya.
   3.  Transaksi yang boleh dari salah salah seorang dari keduanya, tidak yang
       lain, seperti gadai, boleh dari pihak yang menerima gadai, pasti dari pihak
       yang menggadaikan (yang memberi jaminan kepada kreditor), dan semisal
       yang demikian itu yang hak padanya untuk satu orang atas yang lain.
. Gadai: yaitu memperkuat hutang dengan benda yang bisa membayarnya
darinya, atau dari harganya, jika tidak bisa membayar dari jaminan peminjam.
. Hikmah disyari'atkan gadai:
Gadai disyari'atkan untuk memelihara harta agar tidak hilang hak pemberi
pinjaman. Apabila telah jatuh tempo, yang memberi jaminan wajib membayar.
Jika ia tidak bisa membayar, maka jika penggadai mengijinkan kepada yang
mendapat jaminan dalam menjualnya, ia menjualnya dan membayar hutang.
Dan jika tidak, penguasanya memaksanya membayarnya atau menjual barang
yang digadaikan. Jika ia tidak melakukan, niscaya penguasa/pemerintah
menjualnya dan membayarkan hutangnya.
1. Firman Allah SWT:
                                                                      ُ^َ 
\ْ ُ
       ِ َ \ِa َ 
 ِ َa َ ٍ َ       َ ُb ُ  ِW
1
       HR. Bukhari No. 2387.
                                                                36
"Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang).."                 (QS. Al-Baqarah: 283).
2. Dari 'Aisyah r.a:
                     .ٍ ِ   ِ   ِ 
  ٍ َS    َِ ِ  
ِ َ َb ِ\ َS
"Sesungguhnya Nabi SAW membeli makanan dari seorang Yahudi secara
bertempo dan beliau SAW menggadaikan baju perangnya yang terbuat dari besi."
(Muttafaqun 'alaih).1
. Gadai adalah amanah di tangan penerima gadai (kreditor) atau orang yang
diberi amanah, ia tidak bertanggung jawab kecuali ia melakukan tindakan
melewati batas atau melakukan kelalaian.
. Biaya gadai adalah kepada yang menggadaikan, dan sesuatu yang memerlukan
biaya, maka bagi yang menerima gadai boleh mengendarai sesuatu yang bisa
dikendarai dan memerah susu yang bisa diperah susunya sekadar biaya
nafkahnya.
. Yang menggadaikan tidak boleh menjual barang yang digadaikan kecuali
setelah mendapat ijin penerima gadai. Maka jika ia telah menjualnya dan
penerima gadai membolehkannya, jual beli itu sah, dan jika ia tidak
membolehkannya, maka transaksi itu rusak (tidak sah).
                                    7. Dhaman dan Kafalah
. Dhaman adalah: menanggung kewajiban dari sesuatu yang wajib atas orang
lain, disertai tetapnya sesuatu yang dijamin darinya.
. Hukum dhaman: boleh karena mengandung kemaslahatan, bahkan terkadang
diperlukan. Dhaman mengajarkan untuk saling membantu di atas kebaikan dan
taqwa, menunaikan hajat seorang muslim dan melapangkan kesusahannya.
. Disyaratkan untuk sahnya dhaman: bahwa pemberi jaminan adalah orang
yang boleh melakukan transaksi, ridha bukan terpaksa.
. Dhaman sah dengan semua lafazh yang menunjukkan atasnya, seperti aku
menjaminnya, atau aku menanggung darinya, atau semisal yang demikian itu.
1
       HR. Bukhari No. 2068, dan Muslim No.1603.
                                                           37
. Dhaman sah bagi setiap harta yang diketahui seperti seribu misalnya, atau
yang tidak diketahui, seperti ia berkata, 'Aku menjamin untukmu hartamu atas
fulan,' atau sesuatu yang dituntut dengannya atasnya, sama saja hidup yang
dijamin darinya atau mati.
. Apabila seseorang memberi jaminan atas hutang, yang berhutang tidak lepas
(dari hutangnya), dan jadilah hutang itu atas keduanya secara bersama-sama,
dan bagi yang memberi pinjaman (kreditor) boleh menuntut siapa saja dari
keduanya yang dia kehendaki.
. Yang memberi jaminan terbebas apabila kreditor telah mengambil semua
haknya dari yang diberi jaminan atau ia membebaskannya.
. Kafalah: yaitu mewajibkan orang yang cerdas dengan senang hati untuk
menghadirkan orang yang mempunyai kewajiban harta untuk pemiliknya.
. Hikmah disyari'atkannya: memelihara hak-hak dan mendapatkannya.
. Hukum kafalah: boleh, ia termasuk tolong menolong dalam kebaikan dan
taqwa.
. Apabila seseorang memberi jaminan untuk menghadirkan orang yang
berhutang, lalu ia tidak bisa menghadirkannya, ia berhutang apa yang wajib
atasnya.
. Kafil (pemberi jaminan) terbebas karena yang berikut ini: meninggalnya
yang dijamin, atau yang dijamin menyerahkan dirinya sendiri kepada pemilik
hak, atau binasa benda yang dijamin dengan perbuatan Allah SWT(tidak ada
campur tangan manusia).
. Barang siapa yang ingin safar, dan ia mempunyai tanggungan yang harus
diselesaikan sebelum safarnya, maka yang memiliki hak boleh menghalanginya.
Maka jika ia memberikan jaminan penuh atau menyerahkan gadaian yang
menutupi hutang saat jatuh tempo, maka ia boleh safar karena hilangnya
bahaya.
. Surat jaminan yang diterbitkan oleh bank-bank: Apabila baginya ada
penutup yang sempurna, atau jaminan itu didahului dengan menyerahkan
seluruh uang yang dijamin untuk mashraf, maka boleh mengambil upah atasnya
sebagai imbalan pelayanan. Dan jika surat jaminan tidak ditutupi, maka tidak
boleh bagi bank menerbitkannya dan mengambil upah atasnya.
                                         38
                              8. Hawalah (Pemindahan Hutang)
. Hawalah: adalah memindahkan hutang dari tanggungan muhiil (yang
memindahkan) kepada tanggungan yang dijamin atasnya.
. Hukum hawalah: boleh.
. Hikmah disyari'atkannya hawalah:
       Allah SWT mensyari'atkan hawalah sebagai jaminan harta dan
menunaikan hajat manusia. Terkadang seseorang membutuhkan melepaskan
tanggungannya kepada yang memberi pinjaman, atau menyempurnakan haknya
dari yang telah diberinya pinjaman. Dan terkadang ia perlu memindahkan
hartanya dari satu kota ke kota yang lain, dan memindahkan harta ini bukan
perkara mudah. Bisa jadi karena susah membawanya, atau karena jauhnya
jarak, atau karena perjalanan tidak aman, maka Allah SWT mensyari'atkan
hawalah untuk merealisasikan segala kebutuhan ini.
. Apabila orang yang berhutang memindahkan hutangnya kepada orang yang
kaya, ia harus memindahkan hutang. Dan jika ia memindahkannya kepada
orang yang bangkrut dan ia tidak tahu, niscaya ia kembali menuntut haknya
kepada yang (muhil) memindahkan hutang. Dan jika mengetahui dan ridha
dengan pemindahan hutang atasnya, maka ia tidak boleh kembali baginya. Dan
menunda-nunda pembayaran orang yang kaya adalah haram, karena
mengandung kezaliman.
Dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
                                                     b . ِ\<b ْ َ ِ   َ ُ 
  َS ِ\ْaُS َ ِ َ .
 ْ ُ َِ ْ ُ ْ
                                            .
"Menunda-nunda pembayaran hutang dari orang yang kaya adalah zalim. Dan
apabila seseorang dari kalian diminta memindahkan hutang kepada orang yang
kaya, maka hendaklah ia mengikuti." (Muttafaqun 'alaih).1
. Apabila hawalah telah sempurna, hak itu berpindah dari tanggungan muhil
(yang memindahkan hutang) kepada tanggungan muhal 'alaih (yang dipindahkan
hutang atasnya) dan bebaslah tanggungan muhil.
. Keutamaan memaafkan orang yang susah:
1
        HR. Bukhari No. 2287, ini adalah lafazhnya, dan Muslim No. 1564.
                                                       39
         Apabila telah sempurna hawalah, kemudian bangkrut yang dipindahkan
atasnya, disunnahkan menundanya atau memaafkannya, dan ialah yang lebih
utama.
         Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda:
       b .
  ُ َ َbَ , ُ َb ُ < َ 
  ُ َa ِ ِ ْbِ ِ َ َ ِ  
         َS َ ِ َ ,        
          ِ  

 ِ َa          َ
"Ada seorang pedagang yang selalu memberi pinjaman kepada manusia. Maka
apabila ia melihat (peminjam) yang susah, ia berkata kepada para karyawannya,
lewatilah (maafkanlah) ia, semoga Allah SWT memberi maaf kepada kita. Maka
Allah SWT memberi maaf kepadanya." (Muttafaqun 'alaih).1
                                                   9. Shulh (berdamai)
. Shulh: adalah kesepakatan yang diperoleh dengannya menghilangkan
persengketaan di antara dua orang yang bermusuhan.
. Hikmah disyari'atkan berdamai:
         Allah SWT mensyari'atkan berdamai untuk menyatukan di antara dua
orang yang bermusuhan dan menghilangkan perpecahan di antara keduanya.
Dengan demikian, bersihlah jiwa dan hilanglah rasa dendam. Mendamaikan di
antara manusia termasuk ibadah yang terbesar dan taat yang paling agung,
apabila ia melaksanakannya karena mengharapkan ridha Allah SWT.
. Keutamaan mendamaikan di antara manusia:
1. Firman Allah SWT:
     PRَ ِb [ ِ َ ْ ْ   ِ             [ ٍ ِW َS ٍ 
  َS ٍ^َ ِ[ َS   < ِW  
  َ             ٍ[ِ َ           ِ َ
                                                                                      {114} ِ                     َS ِ ِa Vُ َ ِ ِ_ َ
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-
bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat
1
            HR. Bukhari No. 2078, ini adalah lafahznya, dan Muslim No. 1562.
                                                                    40
ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang
berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi
kepadanya pahala yang besar. (QS. An-Nisaa: 114).
2. Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda:
                        .ٌ^َ ِ           [ ُ ِ  
   ِ ِ 
 ُ ْ َa ٍ = ُ ,ٌ^َ ِ َ ِ ِ  
 = ُ
"Setiap sendi dari manusia atasnya sedekah, setiap hari yang terbit matahari
padanya melakukan keadilan di antara manusia adalah sedekah." (Muttafaqun
'alaih).1
. Berdamai disyari'atkan di antara kaum muslimin dan orang-orang kafir, di
antara orang-orang adil dan zalim, di antara suami istri saat berselisih pendapat,
di antara tetangga, karib kerabat, dan teman-teman, di antara dua orang yang
bermusuhan dalam persoalan selain harta, dan di antara dua orang yang
bermusuhan dalam masalah harta.
. Berdamai dalam masalah harta terbagi dua:
1. Berdamai atas iqrar (pengakuan):
       Seperti seseorang mempunyai tagihan benda atau hutang atas orang lain,
keduanya tidak mengetahui jumlahnya dan ia mengakuinya, lalu ia berdamai
kepadanya atas sesuatu, hukumnya sah. Dan jika ia mempunyai tagihan hutang
atasnya yang jatuh tempo dan ia mengakui atasnya, lalu ia merelakan
sebagiannya dan menundanya sisanya, niscaya sah merelakan dan menunda.
Dan jika ia berdamai dari yang ditunda dengan sebagiannya pada saat itu,
hukumnya sah. Perdamaian ini hanya sah apabila tidak disyaratkan dalam iqrar
(pengakuan), seperti ia berkata, 'Aku mengakui untuknya dengan syarat engkau
memberikan saya ini,' dan tidak menghalanginya haknya tanpa hal itu.
2. Berdamai atas pengingkaran:
       Yaitu bahwa mudda'i (yang mengaku) mempunyai hak yang tidak
diketahui oleh mudda'a 'alaih (yang dituduh), lalu ia mengingkarinya. Apabila
keduanya berdamai atas sesuai, perdamaian itu sah. Akan tetapi jika salah satu
dari keduanya berdusta, tidak sah perdamaian itu pada haknya secara batin,
dan apa yang diambilnya adalah haram.
1
        HR. Bukhari No. 2707, ini adalah lafazhnya, dan Muslim No. 1009.
                                                             41
. Kaum muslimin berada di atas syarat mereka, dan berdamai hukumnya boleh
di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang menghalalkan yang haram
atau mengharamkan yang halal.
 Dan berdamai yang boleh adalah yang adil yang diperintahkan Allah SWT dan
rasul-Nya dengannya. Yaitu yang niatkan karena ridha Allah SWT darinya,
kemudian ridha dua orang yang bermusuhan. Dan Allah SWT memujinya
dengan firman-Nya:
                                                                                              ُ َْ ُ ْ              ‫َا‬
                                                                                                                     ‫و‬
"dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)" (QS. An-Nisaa: 128).
. Perdamaian adil mempunyai beberapa syarat, yang terpenting: Kelayakan dua
orang yang berdamai, yaitu sah dari keduanya transaksi secara syara', dan
perdamaian itu tidak mengandung pengharaman yang halal, atau penghalalan
yang haram, dan salah seorang dari yang berdamai tidak berbohong dalam
dakwaannya, dan yang mendamaikan seorang yang taqwa lagi alim terhadap
realita, mengetahui yang wajib, bertujuan mencari keadilan.
. Haram atas pemilik menimbulkan sesuatu yang membahayakan tetangganya
dengan apa yang dimilikinya, berupa mesin yang kuat atau oven (tungku) dan
semisal keduanya. Jika tidak membahayakan, maka tidak mengapa. Dan bagi
tetangga atas tetangganya ada hak-hak yang banyak, yang terpenting:
menghubunginya, berbuat baik kepadanya, tidak menggangunya, sabar atas
gangguannya, dan semisal yang demikian itu yang wajib kepada seorang muslim.
Dari Ibnu Umar r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda:
                                                    b .
 ُ  
   
 < َS 
` َ <b ِ ْ ِ[ ِ ِ  
 ُ ِ \ِ َ َ
                                           .
"Jibril a.s senantiasa berpesan kepadaku dengan (selalu berbuat baik) kepada
tetangga, sehingga aku mengira bahwa ia akan mewarisnya." (Muttafaqun
'alaih).1
1
         HR. Bukhari No. 6015, dan Muslim No. 2625.
                                                     42
                                     10. Hajr
. Hajr adalah menghalangi manusia dari mendayagunakan hartanya karena
sebab syar'i.
. Hikmah disyari'atkan hajar:
       Allah SWT memerintahkan menjaga harta dan menjadikan di antara
sarana-sarana hal itu adalah hajr kepada orang yang tidak bisa
mendayagunakan hartanya, seperti orang gila, atau dalam pendayagunaannya
mengandung penyia-nyiaan harta seperti anak kecil, atau dalam
pendayagunaannya mengandung pemborosan seperti orang bodoh, atau ia
mendayagunakan sesuatu yang ada di tangannya yang membahayakan hak
orang lain seperti orang bangkrut yang diberatkan oleh hutang-hutang. Maka
Allah SWT mensyari'atkan hajr untuk memelihara harta mereka.
. Hajr terbagi dua:
        Hajr untuk orang lain: seperti hajr kepada orang yang bangkrut untuk
    1.
        orang-orang yang memberi pinjaman kepadanya.
        Hajr untuk dirinya: seperti hajr kepada anak kecil, orang bodoh, dan
    2.
        orang gila untuk memelihara hartanya.
. Orang yang bangkrut adalah orang yang hutangnya melebihi hartanya, dan
hakim menghajarnya (menghalanginya melakukan transaksi) dengan tuntutan
orang-orang yang memberi pinjaman kepadanya atau sebagian mereka. Haram
atasnya melakukan transaksi yang membahayakan orang-orang yang memberi
pinjaman kepadanya, dan transaksinya tidak sah, sekalipun belum dihalangi
(oleh hakim) atasnya.
. Siapa yang hartanya sejumlah hutangnya atau lebih banyak, tidak dihalangi
atasnya dan ia disuruh melunasinya. Maka jika ia menolak, ia ditahan dengan
permintaan pemiliknya. Dan jika ia bersikeras dan menolak menjual hartanya,
hakim menjualnya dan membayarkannya.
. Barang siapa yang hartanya lebih sedikit dari kewajiban hutangnya yang jatuh
tempo, maka dia seorang yang bangkrut yang wajib dihalangi atasnya dan
menginformasikan kepada manusia dengannya agar mereka tidak terperdaya
                                         43
dengannya, dan dihalangi atasnya dengan permintaan orang-orang yang
memberi pinjaman kepadanya, atau sebagian mereka.
. Apabila telah sempurna hajr kepada orang yang bangkrut, terputuslah
tuntutan darinya, dan ia tidak boleh melakukan transaksi dengan hartanya.
Maka hakim menjual hartanya dan membagi harganya sejumlah hutang-hutang
kepada orang-orang yang memberi pinjaman yang jatuh tempo. Jika tidak tersisa
sesuatu atasnya, terlepaslah hajr darinya karena hilangnya sesuatu yang
mewajibkannya.
. Apabila hakim telah membagi harta orang yang bangkrut di antara para
kreditornya, terlepaslah tuntutan darinya dan tidak boleh menekan dan
menahannya karena hutang ini, tetapi dia dilepas dan diberikan tempo sampai
Allah SWT memberi rizqi kepadanya dan menutupi hutang yang tersisa untuk
para kreditornya.
    Dan barang siapa yang tidak mampu membayar hutangnya, ia tidak boleh .
          dituntut dengannya dan haram menahannya, dan wajib menunggunya dan
     
] ِ َ ٍ]  
 ُ  َ      ِW :melepaskannya adalah sunnah, karena firman Allah
                                                              
 َ َa ُb ُ         ِW ُ < ُ
    ُ َa          َS ٍ]     َ ِW
"Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu mengetahui" (QS. Al-Baqarah: 280)
. Keutamaan menunggu orang yang susah:
          Menunggu orang yang susah, apabila sudah jatuh tempo padanya
merupakan suatu pahala besar, karena sabda Nabi SAW:
                                                                             S .ٌ^َ  
 َ ْ ِ ٍ > ُ ِ[ 
 َ َ ِ  
  َ ْ َS       ...
                                                              S
"... Barang siapa yang menunggu orang yang susah, maka untuknya setiap hari
dua seumpamanya sebagai sedekah." (HR. Ahmad).1
. Barang siapa yang menemukan barangnya di sisi orang yang bangkrut, maka ia
paling berhak dengannya, apabila ia belum mengambil sedikitpun dari harganya,
1
           Shahih/ HR. Ahmad No. 23434, Lihat Irwa' al-Ghalil No. 1438.
                                                         44
dan orang yang bangkrut masih hidup, dan benda tersebut dengan sifatnya pada
miliknya, belum berubah.
. Menghalangi orang yang bodoh, anak kecil, dan orang gila, tidak memerlukan
hakim. Ayah yang mengurus mereka, jika ia seorang yang adil lagi cerdas,
kemudian yang menerima wasiat, kemudian hakim, dan wali harus
menggunakan dengan yang paling berguna untuk mereka.
. Hajr hilang dari anak kecil karena dua perkara:
    1. Baligh, seperti yang telah terdahulu.
    2. Cerdas, yaitu baik dalam menggunakan harta, dengan diberikan harta
        dan dicoba dengan melakukan jual beli, sehingga diketahui baiknya
        dalam melakukan transaksi.
Firman Allah SWT:
                        
 َ َS ِ َ ِW 
 َ َ  
   
  ُb َ P     ِXَ َ ُ َ [ َ ِW <b َb ْ ُ َb [
"Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian
jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya"                                   (QS. An-Nisaa: 6).
. Apabila orang yang gila telah berakal dan cerdas, atau orang yang bodoh sudah
cerdas, yaitu ia baik menggunakan harta, maka ia tidak lalai dan tidak
menggunakannya pada yang haram, atau pada yang tidak berfaedah, hilanglah
hajr dari keduanya dan dikembalikan harta itu kepada mereka.
. Kecurangan (tidak mau membayar hutang) orang yang kaya menghalalkan
kehormatan dan menghukumnya, maka disyari'atkan menahan orang yang
terhutang yang mampu tapi curang sebagai pelajaran baginya. Adapun orang
yang susah, maka baginya adalah hak ditunggu, dan memaafkan lebih baik dan
lebih terpuji.
                                     11. Wakalah (perwakilan)
. Wakalah adalah menggantikan yang boleh melakukan transaksi seumpamanya,
pada sesuatu yang bisa digantikan.
. Hikmah disyari'atkannya perwakilan:
       Perwakilan adalah termasuk keindahan Islam. Setiap orang, dengan
hukum pertaliannya dengan orang lain, terkadang mempunyai hak untuk atau
                                                            45
mempunyai tanggungan hak kepada orang lain. Maka bisa jadi ia melakukannya
secara langsung dengan dirinya sendiri dalam mengambil dan memberikan, atau
menyerahkannya kepada orang lain. Tidak semua orang mampu melaksanakan
semua urusannya dengan dirinya sendiri. Dan karena alasan inilah, Islam
membolehkan memberikan perwakilan kepada orang lain untuk
melaksanakannya, sebagai pengganti darinya.
. Wakalah: adalah transaksi yang dibolehkan, boleh bagi setiap wakil dan yang
memberikan hak kuasa membatalkannya di waktu kapanpun.
. Wakalah terlaksana dengan ucapan dan perbuatan yang menunjukkan atas hal
itu.
. Hak-hak terbagi tiga:
        Bagian yang sah perwakilan padanya secara mutlak, yaitu sesuatu yang
   1.
        bisa digantikan, seperti transaksi, pembatalan, batas-batas dan
        semisalnya.
        Bagian yang tidak sah perwakilan secara mutlak padanya, yaitu ibadah
   2.
        badaniyah yang murni, seperti bersuci, shalat, dan semisalnya.
   3.   Bagian yang sah perwakilan padanya disertai lemah, seperti haji yang
        wajib dan umrahnya.
. Sah perwakilan dari orang yang boleh melakukan transaksi untuk dirinya
sendiri, dan sah pemberian wakalah pada segala transaksi yang boleh digantikan
padanya, seperti jual beli, sewa menyewa, dan semisalnya. Dan pembatalan,
seperti talak, memerdekakan, aqalah, dan semisalnya. Dan pada had-had dalam
menetapkan dan menyempurnakannya, dan semisal yang demikian itu.
. Keadaan-keadaan wakalah:
      Wakalah: sah dalam waktu tertentu, seperti seseorang berkata: ‘Engkau
menjadi wakil saya selama satu bulan.’ Sah pula bergantung dengan syarat,
seperti ia berkata: ‘Apabila telah sempurna penyewaan rumah saya, maka
juallah.’ Dan sah pula secara langsung, seperti ia berkata: ‘Engkau sebagai wakil
saya pada saat ini.’ Dan sah menerimanya secara langsung dan ditunda.
. Wakil tidak boleh memberikan wakalah pada sesuatu yang dia diberikan
wakalah padanya kecuali apabila yang memberikan wakalah mengijinkannya
dengan hal itu. Maka jika ia tidak mampu, ia boleh memberikan wakalah kecuali
pada persoalan harta, maka harus mendapatkan ijin yang memberikan wakalah.
                                         46
. Wakalah menjadi batal dengan beberapa hal berikut ini:
   1. Pembatalan salah seorang dari keduanya bagi wakalah itu.
   2. Muwakkil (yang memberikan wakalah) mencabut wakalahnya dari wakil.
   3. Meninggal salah seorang dari keduanya atau hilang ingatan.
   4. Ditahan karena bodoh kepada salah seorang dari keduanya.
. Boleh wakalah dengan memberikan upah atau tanpa upah. Wakil adalah orang
yang diberi kepercayaan pada sesuatu yang diwakilkan kepadanya, ia tidak
menjamin sesuatu yang rusak di tangannya bukan karena kelalaian. Jika ia
melewati batas atau lalai, ia mengganti, dan diterima ucapannya dalam menolak
kelalaian disertai sumpahnya.
. Barang siapa yang mempunyai kemampuan dan bisa menjaga amanah dan ia
tidak khawatir akan berbuat khianat, dan wakalah tidak akan merepotkannya,
maka wakalah itu disunnahkan pada dirinya, karena mengandung pahala,
sekalipun dengan upah, disertai niat ikhlas dalam menyempurnakan pekerjaan.
                                      ****
                                        47