Makalah Turki Ustmani

BAB I
Pendahuluan
A.  Latar Belakang
Sejak mundur dan berakhirnya era Abbasiyah, keadaan politik umat Islam mengalami kemajuan kembali oleh tiga kerajaan besar: Turki Utsmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Dari ketiganya, Turki Utsmani adalah yang terbesar dan terlama, dikenal juga dengan imperium islam. Dengan wilayahnya yang luas membentang dari Afrika Utara, Jazirah Arab, Balkan hingga Asia Tengah, Turki Utsmani menyimpan keberagaman bangsa, budaya dan agama, Turki utsmani mampu berkuasa selama kurang lebih 6 abad berturut-turut. Tentunya hal ini membawa kesan tersendiri bahwa kerajaan Turki Utsmani mampu membawa masyarakat islam dalam keajayaan selama 6 abad, hal yang menurut pemakalah adalah tergolong luar biasa.
Nama kerajaan Utsmani diambil dari nama Sultan pertama bernama Usman. Beliau dengan gigihnya meneruskan cita-cita ayahnya sehingga dapat menguasai suatu wilayah yang cukup luas dan dapat dijadikan sebuah kerajaan yang kuat. Bangsa Turki Utsmani berasal dari suku Qoyigh, salah satu kabilah Turki yang amat terkenal. Pada abad ke-13 mereka mendapat serangan dari bangsa Mongol. Akhirnya mereka mencari perlindungan dari saudaranya, yaitu Turki Seljuk. Dibawah pemerintahan Ortoghul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin yang sedang melawan Bizantium. Karena bantuan mereka, Sultan Alaudin dapat mengalahkan Bizantium. Kemudian Sultan Alaudin memberi imbalan tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Setelah Sultan Alaudin wafat (1300 M), orang-orang Turki segera memproklamirkan kerajaan Turki Utsmani dengan Usman I sebagai sultannya.
Makalah ini berusaha memaparkan kembali sejarah peradaban islam masa turki utsmani yang penuh dengan suasana politik, makalah ini akan berusaha menjelaskan bagaimana kerajaan turki utsmani mampu menjadi kerajaan islam yang paling hebat sepanjang masa, serta bagaimana pula kerajaan islam sebesar ini bisa runtuh dan akhirnya menjadi republik turki pada tahun 1924.

B. Rumusan Masalah
Dalam pembahasan makalah ini penulis akan menulis dengan mengacu pada rumusan masalah, yaitu:
1. Sejarah Singkat Berdirinya Kerajaan Turki Utsmani
2. Raja-Raja Turki Utsmani
3. Kemajuan Turki Utsmani
4. Penyimpangan–Penyimpangan Yang Terjadi Di Akhir Masa Pemerintahan Utsmani
5. Runtuhnya Kerajaan Turki Utsmani
6. Analisis














BAB II
Pembahasan
1. Sejarah Singkat Berdirinya Kerajaan Turki Utsmani
Nama kerajaan Utsmaniyah itu diambil dari dan dibangsakan kepada nenek moyang mereka yang pertama, Sultan Utsmani Ibnu Sauji Ibnu Arthogol Ibnu Sulaimansyah Ibn Kia Alp, kepala Kabilah Kab di Asia Tengah (Hamka,1975:205). Awal mula berdirinya Dinasti ini banyak tertulis dalam legenda dan sejarah sebelum tahun 1300. Dinasti ini berasal dari suku Qoyigh Oghus. Yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina kurang lebih tiga abad. Kemudian mereka pindah ke Turkistan, Persia dan Iraq. Mereka masuk Islam pada abad ke-9/10 ketika menetap di Asia Tengah (Bosworth,1990:163).
Bangsa Turki tercatat dalam sejarah atas keberhasilannya mendirikan dua Dinasti, yaitu Dinasti Turki Saljuk dan Turki Utsmani. Kehancuran Dinasti Turki Saljuk oleh serangan bangsa Mongol merupakan awal dari terbentuknya Dinasti Turki Utsmani.
Nama Kerajaan Utsmani diambil dari nama putra Erthogrul. Ia mempunyai seorang putra yang bernama Usman yang lahir pada tahun 1258. Nama Usman inilah yang kemudian lahir istilah Kerajaan Turki Utsmani atau Kerajaan Utsmani. Pendiri Kerajaan ini adalah bangsa Turki dari Kabila Oghus. Yang mendiami daerah Mongol dan daerah Utara Negeri Cina, kemudian pindah ke Turkistan, lalu ke Persia dan Iraq sekitar abad ke-9 dan 10.
Pada abad ke-13 M, mereka melarikan diri ke wilayah Barat sebagai akibat dari serangan Mongol. mereka mencari tempat perlindungan dari Turki Saljuk di daratan Tinggi Asia Kecil. Di bawah pimpinan Ertugrul, mereka mengabdikan diri pada Sultan Alauddin II, Sultan Saljuk yang berperang melawan Bizantium. Atas jasa baiknya, Sultan Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil, yang berbatasan dengan Bizantium dan memilih Syukud sebagai Ibu kotanya.
Ertugrul meninggal dunia pada tahun 1289 M. kepemimpinannya dilanjutkan oleh putranya yang bernama Usman (1281-1324), atas persetujuan Alauddin. Pada tahun 1300, bangsa Mongol Menyerang Kerajaan Saljuk, dan Dinasti ini terpecah-pecah dalam beberapa Dinasti kecil. Dalam kondisi kehancuran Saljuk inilah, Usman mengklaim Kemerdekaan secara penuh atas wilayah yang didudukinya, sekaligus memproklamirkan berdirinya kerajaan Turki Utsmani. Dengan demikian, secara tidak langsung mereka mengakui Usman sebagai penguasa tertinggi dengan gelar “Padinsyah Ali Usman”.
Setelah Usman mengakui dirinya sebagai Raja Besar Keluarga Usman pada tahun 699 H/1300 M, secara bertahap ia memperluas wilayahnya. Penyerangan awal dilakukan di sekitar daerah perbatasan Bizantium dan Brussa (Broessa) dijadikan salah satu daerah yang menjadi objek taklukan. Pada tahun 1317 M. wilayah tersebut dapat dikuasainya dan dijadikan sebagai ibu kota pada tahun 1326 M.
Diakhir kehidupannya Usman menunjuk Orchan (42) anak yang lebih muda dari kedua orang putranya sebagai calon pengganti memimpin kerajaan. Keputusan tersebut disandarkan pada pertimbangan kemampuan dan bakat anaknya  masing-masing. Orchan sebagai prajurit yang potensial telah mendapat pengawasan dari ayahnya dan telah menunjukkan kemampuannya dalam konteks militer pada penaklukkan Brossa. Sementara Alauddin (kakaknya) lebih potensial dalam bidang agama dan hukum.  Meskipun mereka sama-sama dibina dan dididik oleh ayahnya. Sasaran Orchan setelah penobatannya menjadi raja ialah penaklukkan kota Yunani seperti Nicea dan Nicomania. Nicea menyerah pada tahun 1327 dan Nocomedia takluk pada tahun 1338 M.

2. Raja-Raja Turki Utsmani
Dalam masa kurang lebih 6 abad (1294-1924), berkuasa, kerajaan turki utsmani mempunyai raja sebanyak 40 orang yang silih berganti, namun demikian, dalam makalah ini akan kami bahas beberapa raja yang berpengaruh saja, diantaranya:
A.    Sultan Ustman bin Urtoghal (699-726 H/ 1294-1326 M).
Pada tahun 699 H usman melakukan perlusan kekuasaannya sampai ke Romawi Bizantium setelah ia mengalahkan Alauddin Saljuk. Usman diberi gelar sebagai Padisyah Al-Usman (Raja besar keluarga usman), gelar inilah yang dijuliki sebagi Daulah Utsmaniyyah. Usman berusaha memperkuat tentara dan memajukan negrinya. kepada raja-raja kecil dibuat suatu peraturan untuk memilih salah satu dari tiga hal, yaitu:
1) Masuk Islam
2) Membayar Jizyah; atau
3) Berperang
Penerapan sistem ini membawa hasil yang menggembirakan, yaitu banyak raja-raja kecil yang tunduk kepada Usman.
B.     Sultan Urkhan bin Utsman (726-761 H/ 1326-1359 M)
Sultan Urkhan adalah putera Utsman I. sebelum urkhan ditetapkan menjadi raja, ia telah banyak membantu perjuangan ayahnya. Dia telah menjadikan Brousse sebagai ibu kota kerajaannya.
Pada masa pemerintahannya, dia berhsil mengalahkan dan menguasai sejumlah kota di selat Dardanil. Tentara baru yang dibentuk oleh Urkhan I diberi nama Inkisyaiah. Pasukan ini dilengkapi dengan persenjataan dan pakaian seragam. Di zaman inilah pertama kali dipergunakan senjata meriam.
C.     Sultan Murad I bin Urkhan (761-791 H/ 1359-1389 M)
Pengganti sultan Urkhan adalah Sultan Murad I. selain memantapkan keamanan di dalam negrinya, sultan juga meneruskan perjuangan dan menaklukkan bebrapa daerah ke benua Eropa. Ia menaklukkan Adrianopel, yang kemudian dijadikan sebagai ibukota kerajaan yang baru serta membentuk pasukan berkuda (Kaveleri). Perjuangannya terus dilanjutkan dengan menaklukkan Macedonia, Shopia ibukota Bulgaria, dan seluruh wilayah bagian utara Yunani. Karena banyaknya kota-kota yang ditaklukkan oleh Murad I, pada waktu itu bangsa Eropa mulai cemas. Akhirnya raja-raja Kristen Balkan meminta bantuan Paus Urban II untuk mengusir kaum muslimin dari daratan Eropa. Maka peperangan antara pasukan Islam dan Kristen Eropa pada tahun 765 H (1362 M). Peperangan itu dimenangkan oleh pasukan Murad I, sehingga Balkan jatuh ke tangan umat Islam. Selanjutnya pasukan Murad I merayap terus menguasai Eropa Timur seperti Somakov, Sopia Monatsir, dan Saloniki.

D.    Sultan Bayazid I bin Murad ( 791-805 H/ 1389-1403 M)
Bayazid adalah putra Murad I. Ia meneruskan perjuangan ayahnya dengan memperluas wilayahnya seperti Eiden, Sharukan, dan Mutasya di Asia Kecil dan Negri-negri bekas kekuasaan Bani saluki. Bayazid sangat besar pengaruhnya, sehingga mencemaskan Paus. Kemudian Paus Bonifacius mengadakan penyerangan terhadap pasukan Bayazid, dan peperangan inilah yang merupakan cikal bakal terjadinya Perang Salib.
Tentara Salib ketika itu terdiri dari berbagai bangsa, namun dapat dilumpuhkan oleh pasukan Bayazid. Namun pada peperangan berikutnya ketika melawan Timur Lenk di Ankara, Bayazid dapat ditaklukkan, sehingga mengalami kekalahan dan ketika itu Bayazid bersama putranya Musa tertawan dan wafat dalam tahanan Timur Lenk pada tahun 1403 M.
Kekalahan Bayazid di Ankara itu membawa akibat buruk bagi Turki Utsmani, sehingga penguasa-penguasa Saljuk di Asia Kecil satu persatu melepaskan diri dari genggaman Turki Utsmani. Hal ini berlangsung sampai pengganti Bayazid muncul.
E.     Sultan Muhammad I bin Bayazid (816-824 H/ 1403-1421 M)
Kekalahan Bayazid membawa akibat buruk terhadap penguasa-penguasa Islam yang semula berada di bawah kekuasaan Turki Utsmani, sebab satu sama lain berebutan, seperti wilayah Serbia, dan Bulgeria melepaskan diri dari Turki Utsmani. Suasana buruk ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad I putra Bayazid dapat mengatasinya. Sultan Muhammad I berusaha keras menyatukan kembali negaranya yang telah bercerai berai itu kepada keadaan semula.
Berkat usahanya yang tidak mengenal lelah, Sultan Muhammad I dapat mengangkat citra Turki Utsmani sehingga dapat bangkit kembali, yaitu dengan menyusun pemerintahan, memperkuat tentara dan memperbaiki kehidupan masyarakat. Akan tetapi saat rakyat sedang m,engharapkan kepemimpinannya yang penuh kebijaksaan itu, pada tahun 824 H (1421 M) Sultan Muhammad I meninggal.
F.      Sultan Murad II bin Muhammad ( 824-855 H/ 1421-1451 M)
Sepeninggalannya Sultan Muhammad I, pemerintahan diambil alih oleh Sulatan Murad II. Cita-citanya adalah melanjutkan usaha perjuangan Muhammad I. Perjuangan yang dilaksanakannya adalah untuk menguasai kembali daerah-daerah yang terlepas dari kerajaan Turki Utsmani sebelumnya. Daerah pertama yang dikuasainya adalah Asia Kecil, Salonika Albania, Falokh, dan Hongaria.
Setelah bertambahnya beberapa daerah yang dapat dikuasai tentara Islam, Paus Egenius VI kembali menyerukan Perang Salib. Tentara Sultan Murad II menderita kekalahan dalam perang salib itu. Akan tetapi dengan bantuan putranya yang bernama Muhammad, perjuangan Murad II dapat dilanjutkan kenbali yang pada akhirnya Murad II kembali berjaya dan keadaan menjadi normal kembali sampai akhir kekuasaan diserahkan kepada putranya bernama Sultan Muhammad Al-Fatih.
G.    Sultan Muhammad Al-Fatih (855-886 H/ 1451-1481 M)
Setelah Sultan Murad II meninggal dunia, pemerintahan kerajaan Turki Utsmani dipimpin oleh putranya Muhammad II atau Muhammad Al-Fatih. Ia diberi gelar Al-fatih karena dapat menaklukkan Konstantinopel. Muhammad Al-Fatih berusaha membangkitkan kembali sejarah umat Islam sampai dapat menaklukkan Konstantinopel sebagai ibukota Bizantium. Konstantinopel adalah kota yang sangat penting dan belum pernah dikuasai raja-raja Islam sebelumnya.
Seperti halnya raja-raja dinasti Turki Utsmani sebelumnya, Muhammad Al-Fatih dianggap sebagi pembuka pintu bagi perubahan dan perkembangan Islam yang dipimpin Muhammad. Tiga alasan Muhammad menaklukkan Konstantinopel, yaitu:
a)      Dorongan iman kepada Allah SWT, dan semangat perjuangan berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw untuk menyebarkan ajaran Islam.
b)      Kota Konstantinopel sebagai pusat kemegahan bangsa Romawi.
c)      Negrinya sangat indah dan letaknya strategis untuk dijadikan pusat kerajaan atau perjuangan.
Usaha mula-mula umat Islam untuk menguasai kota Konstantinopel dengan cara mendirikan benteng besar dipinggir Bosporus yang berhadapan dengan benteng yang didirikan Bayazid. Benteng Bosporus ini dikenal dengan nama Rumli Haisar (Benteng Rum).
Benteng yang didirikan umat Islam pada zaman Muhammad Al-Fatih itu dijadikan sebagai pusat persediaan perang untuk menyerang kota Konstantinopel. Setelah segala sesuatunya dianggap cukup, dilakukan pengepungan selama 9 bulan. Akhirnya kota Konstantinopel jatuh ke tangan umat Islam ( 29 Mei 1453 M) dan Kaitsar Bizantium tewas bersama tentara Romawi Timur. Setelah memasuki Konstantinopel disana terdapat sebuah gereja Aya Sofia yang kemudian dijadikan mesjid bagi umat Islam.
Setelah kota Konstantinopel dapat ditaklukkan, akhirnya kota itupun dijadikan sebagai ibukota kerajaan Turki Utsmani dan namanya diganti menjadi Istanbul. Jatuhnya kota Konstantinopel ke tangan umat Islam, berturut-turut pula diikuti oleh penguasaan Negara-negara sekitarnya seperti Servia, Athena, Mora, Bosnia, dan Italia. Setelah pemerintahan Sultan Muhammad, berturut-turut kerajaan Islam dipimpin oleh beberapa Sultan, yaitu:
1. Sultan Bayazid II (1481-1512 M)
2. Sultan Salim I (918-926 H/ 1512-1520 M)
3. Sultan Sulaiman (926-974 H/ 1520-1566 M)
4. Sultan Salim II (974-1171 H/ 1566-1573 M)
5. Sultan Murad III ( 1573-1596 M)
Setelah pemerintahan Sultan Murad III, dilanjutkan oleh 20 orang Sultan Turki Utsmani sampai berdirinya Republik Islam Turki. Akan tetapi kekuasaan sultan-sultan tersebut tidak sebesar kerajaan-kerajaan sultan-sultan sebelumnya. Para sultan itu lebih suka bersenang-senang., sehingga melupakan kepentingan perjuangan umat Islam. Akibatnya, dinasti turki Utsmani dapat diserang oleh tentara Eropa, seperti Inggris, Perancis, dan Rusia. Sehingga kekuasaan Turki Utsmani semakin lemah dan berkurang karena beberapa negri kekuasaannya memisahkan diri,diantaranya adalah:
1. Rumania melepaskan diri dari Turki Utsmani pada bulan Maret 1877 M.
2. Inggris diizinkan menduduki Siprus bulan April 1878 M.
3. Bezarabia, Karus, Ardhan, dan Bathum dikuasai Rusia.
4. Katur kemudian menjadi daerah kekeusaan Persia.

3.    Kemajuan-Kemajuan Turki Utsmani
Akibat kegigihan dan ketangguhan yang dimiliki oleh para pemimpin dalam mempertahankan Turki Utsmani membawa dampak yang baik sehingga kemajuan-kemajuan dalam perkembangan wilayah Turki Utsmani dapat di raihnya dengan cepat. Dengan cara atau taktik yang dimainkan oleh beberapa penguasa Turki seperi Sultan Muhammad yang mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negerinya yang kemudian diteruskan oleh Murad II (1421-1451M) (Yatim, 2003:133-134). Sehingga Turki Utsmani mencapai puncak kejayaan pada masa Muhammad II (1451- 1484 M). Usaha ini di tindak lanjuti oleh raja-raja berikutnya, sehingga dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qonuni. Ia tidak mengarahkan ekspansinya kesalah satu arah timur dan Barat, tetapi seluruh wilayah yang berada disekitar Turki Utsmani itu, sehingga Sulaiman berhasil menguasai wilayah Asia kecil. Kemajuan dan perkembangan wilayah kerajaan Utsmani yang luas berlangsung dengan cepat dan diikuti oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan lain yang penting, diantaranya:
1.      Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan
Untuk pertama kalinya Kerajaan Utsmani mulai mengorganisasi taktik, strategi tempur dan kekuatan militer dengan baik dan teratur. Sejak kepemimpinan Ertoghul sampai Orkhan adalah masa pembentukan kekuatan militer. Perang dengan Bizantium merupakan awal didirikannya pusat pendidikan dan pelatihan militer, sehingga terbentuklah kesatuan militer yang disebut dengan Jenissari atau Inkisyariah . Selain itu kerajaan Utsmani membuat struktur pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi di tangan Sultan yang dibantu oleh Perdana Menteri yang membawahi Gubernur. Gubernur mengepalai daerah tingakat I. Di bawahnya terdapat beberapa bupati. Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman I dibuatlah UU yang diberi nama Multaqa Al-Abhur , yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Utsmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasanya ini, di ujung namanya di tambah gelar al-Qanuni (Hitti, 1970:713-714).
2.      Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya
Kebudayaan Turki Utsmani merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan diantaranya adalah kebudayaan Persia, Bizantium dan Arab. Dari kebudayaan Persia mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana rajaraja. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak diserap dari Bizantium. Dan ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, keilmuan dan huruf diambil dari Arab (Toprak, 1981:60). Dalam bidang Ilmu Pengetahuan di Turki Utsmani tidak begitu menonjol karena mereka lebih memfokuskan pada kegiatan militernya, sehingga dalam khasanah Intelektual Islam tidak ada Ilmuan yang terkemuka dari Turki Utsmani .
3.      Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Masyarakat di golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Oleh karena itru, ajaran ajaran thorikot berkembang dan juga mengalami kemajuan di Turki Utsmani. Para Mufti menjadi pejabat tertinggi dalam urusan agama dan beliau mempunyai wewenang dalam memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan yang terjadi dalam masyarakat.
Kemajuan-kemajuan yang diperoleh kerajaan Turki Utsmani tersebut tidak terlepas daripada kelebihan-kelebihan yang dimilikinya, antara lain:
  1. Mereka adalah bangsa yang penuh semangat, berjiwa besar dan giat.
  2. Mereka memiliki kekuatan militer yang besar.
  3. Mereka menghuni tempat yang sangat strategis, yaitu Constantinopel yang berada pada tititk temu antara Asia dan Eropa (Al Nadwi, 1987:244).
Disamping itu keberanian, ketangguhan dan kepandaian taktik yang dilakukan olah para penguasa Turki Utsmani sangatlah baik, serta terjalinnya hubungan yang baik dengan rakyat kecil, sehingga hal ini pun juga mendukung dalam memajukan dan mempertahankan kerajaan Turki Utsmani.
4.         Bidang Kekuasaan Wilayah
Sepeninggal Sultan Usman pada Tahun 1326 M, Kerajaan dipimpin oleh anaknya Sultan Orkhan I (1326-1359 M). Pada masanya berdiri Akademi militer sebagai pusat pelatihan dan pendidikan, sehingga mampu menciptakan kekuatan militer yang besar dan dengan mudahnya dapat menaklukan Sebagian daerah benua Eropa yaitu, Azmir (Shirma) tahun 1327 M, Tawasyanli 1330 M, Uskandar 1338 M, Ankara 1354 M dan Galliopoli 1356 M.
Ketika Sultan Murad I (1359-1389 M) pengganti orkhan naik. Ia memantapkan keamanan dalam negri dan melakukan perluasan ke benua Eropa dengan menaklukan Adrianopel (yang kemudian menjadi ibu kota kerajaan baru), Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh bagian utara Yunani. Merasa cemas dengan kesuksesan Kerajaan Utsmani, negara Kristen Eropa pun bersatu yang di pimpin oleh Sijisman memerangi kerajaan, hingga terjadilah pertempuran di Kosovo tahun 1389 M, namun musuh dapat di pukul mundur dan di hancurkan.
Pada tahun 1389 M, Sultan Bayazid naik tahta (1389-1403 M), Perluasan berlanjut dan dapat menguasai Salocia, morea, Serbia, Bulgaria, dan Rumania juga pada tahun 1394 M, memperoleh kemenangan dalam perang Salib di Nicapolas. Selain menghadapi musuh-musuh Eropa, Kerajaan juga dipaksa menghadapi pemberontak yang bersekutu dengan Raja islam yang bernama Timur Lenk di samarkand. Pada tahun 1402 M pertempuran hebat pun terjadi di Ankara, yang pada akhirnya Sultan Bayazid dengan kedua putranya Musa dan Erthogrol, tertangkap dan meninggal di tahanan pada tahun 1403 M. Sebab kekalahan ini Bulgaria dan Serbia memproklamirkan kemerdekaannya.
Setelah Sultan Bayazid meninggal, terjadi perebutan kekuasaan di antara putra–putranya (Muhammad, isa dan sulaiman) namun di antara mereka Sultan Muhammad I lah yang naik tahta (1403-1421 M), di masa pemerintahannya ia berhasil menyatukan kembali kekuatan dan daerahnya dari bangsa mongol, terlebih setelah Timur lenk meninggal pada tahun 1405 M.
Pada tahun 1421 M, Sultan Muhammad meninggal dan di teruskan oleh anaknya, Sultan Murrad II (1421-1484 M) hingga mencapai banyak kemajuan pada masa Sultan Muhammad II/ Muhammad Al Fatih (1451-1484 M) putra Murrad II. Pada masa Muhammad II, Tahun 1453 M ia dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukan Konstantinopel . Setelah Beliau meninggal di gantikan oleh putranya Sultan Bayazid II.
Berbeda dengan Ayahnya, Sultan Bayazid II (1481-1512 M) lebih mementingkan kehidupan Tasawuf dari pada penaklukan wilayah, sebab itu muncul kontroversial akhirnya ia mengundurkan diri dan di gantikan putranya Sultan Salim I Pada masa Sultan Salim I (1521-1520 M) terjadi perubahan peta arah perluasan, memfokuskan pergerakan ke arah timur dengan menaklukan Persia, Syiria hingga menembus Mesir di Afrika Utara yang sebelumnya di kuasai mamluk.
Setelah Sultan Salim I Meninggal , Muncul Putranya Sultan Sulaiman I (1520-1566 M) sebagai Sultan yang mengantarkan Kerajaan Turki Utsmani pada masa keemasannya, karena telah berhasil menguasai daratan Eropa hingga Austria, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania, Afrika Utara hingga Mesir, Aljazair, Libia, Dan Tunis. Asia hingga Persia, Amenia, Siria. meliputi lautan Hindia, Laut Arabia, Laut Tengah, Laut Hitam. juga daerah-daerah di sekitar kerajaan seperti Irak, Belgrado, Pulau Rodes, Tunis, Budapest dan Yaman.

4.      Penympangan–Penyimpangn Yang Terjadi Di Akhir Masa Pemerintahan Utsmani
1.        Salah satu bentuk Kebenaran Imam Adalah Adanya Loyalitas (Wala’) dan Disloyalitas (Bara’).
Pada awalnya, pemerintahan Ustmani menjalankan firman Allah SubhanahuwaTa’la yang berbunyi, “ Janganlah orang–orang mukmin menjadikan orang–orang kafir sebagai wali dengan meninggalkan orang–orang mukmin. “ ( Al-Imran : 28 )
Sedangkan di masa-masa akhir pemerintahannya penguasa dan para sultan bsrsikap lemah terhadap musuh-musuhnya di kalangan kafir dan menjadikan mereka sebagai pemimpin mereka. Di mana orang-orang kafir itu memang memiliki kekuatan materi yang demikian kuat dan banyak. Sedangkan kaum muslimin berada dalam posisi sebaliknya posisi umat islam yang sangat menyedihkan ini telah bayak membantu mengguncang akidah umat islam. Namun demikian, akidah kaum muslimin secara umum masih tetap kokoh dalam pikiran mereka. Kaum  muslimin merasakan apa yang dirasakan oleh saudara-saudaranya.
Sebagian di antara mereka ikut ambil bagian dalam jihad memerangi orang-orang yang mengancam islam. Dalam sekala kecil yang tidak kecil, mereka masih memiliki sifat yang pernah disabdakan Rasulullah yakni laksana satu tubuh jika salah satu organ tubuh sakit maka yang lain tidak bisa tidur dan ikut meriang.


2.   Penyempitan Makna Ibadah
Orang-orang Utsmani generasi awal memahami ibadah dengan pemahaman yang menyeluruh dan komplit.
Sebagaimana yang Allah subhanahu wa Ta’ala kehendaki. Yakni ibadah itu hendaknya mencakup segala aktivitas kehidupan manusia.
Sesungguhnya kemajuan yang dicapai pemerintahan Utsmani pada masa keemasannya mencakup semua bidang ilmu pengetahuan, kebangsaan, pemerintahan dan militer. Sedangkan pada masa-masa akhir pemerintahan utsmani, pemahaman ibadah semakin disempitkan hanya pada masalah-masalah ibadah ritual yang dilakukan sebagai tradisi yang diwariskan turun temurun dan tidak memiliki pengaruh apa - apa terhadap para pelakunya. Maka jadilah proses isolasi ibadah ritual dari sisi islam yang lain sehingga islam terasing dari bagian islam yang lain seperti jihad, hukum-hukum mu’amalat keuangan.
Penyempitan makna ibadah ini telah menimbulkan dampak negatif diantaranya:
a)      ibadah - ibadah ritual dilakukan secara turun temurun dan taklid, sama sekali tidak memiliki dampak dan faedah.
b)      meremehkannya manusia atas ibadah - ibadah yang lain.
c)      banyak memperjatikan sisi individu dan meremehkan sisi - sisi social kemasyarakatan.
d)     memposisikan ibadah sebagai sebuah kerja dan mencukupkan diri dengan formalitas-formalitasnya, bahkan ditambah dengan bid’ah dengan cara tidak mengambil sebab-sebab.
3.  Menyebarnya Fenomena Syirik Bid’ah dan Khurafat
Sesungguhnya pemerintahan Utsmani pada dua abad terakhir tenggelam dalam fenomena syirik, bid’ah dan kufarat. Terjadinya penyimpangan besar-besaran dalam tauhid Uluhiyyah yang disertai kegelapan dan kebodohan sehingga menutup hakikat agama. Cahaya tauhid menjadi sirna dan menyimpang dari jalan yang lurus.
Pada akhir masa pemerintahan Utsmani terjadi pembangunan kubah-kubah kuburan, seakan-akan manusia diperintahkan untuk membagun bangunan diatas kuburan, persoalannya semakin bertambah buruk, dimana sebagian fuqaha’ memberikan fatwa bolehnya membangun kubah-kubah diatas kubur, Masalah semakin runyam karena mereka menuliskan fatwa-fatwa didalam buku-buku yang mereka karang, dimana para murid mempelajari fatwa-fatwa dalam tulisan mereka.
Wabah ini menjangkit dan merayap dalam darah pemerintahan Utsmani. Kekejiannya semakin besar dan jatuhlah pemerintahan Utsmani pada kemusyrikan.
4.  Sufi yang Menyimpang
Sesungguhnya penyimpangan terbesar yang terjadi dalam sejarah umat ini adalah, munculnya kaum sufi yang menyimpang yang kemudian menjadi sebuah kekuatan yang terorganisir di dalam masyarakat islam yang mengusung pemikiran, akidah dan ibadah kekuatan dan pengaruh kalangan sufi yang menyimpang ini demikian kuat pada akhir masa pemerintahan Utsmani dikarenakan :
A.    kondisi yang demikian buruk yang dialami oleh umat ini serta realitas yang demikian getir dan pahit yang dialami oleh kaum muslimin di masa tersebut.
B.     adanya ketidakstabilan keamanan merupakan cirri dari akhir masa pemerintahan Utsmani dimana sering kali terjadi jiwa manusia harus melayang. Akibat sesuatu yang sangat sepele atau bahkan tanpa sebab apapun.
C.     Kehidupan yang mewah ditengah kalangan sufi.
D.    Rasa cinta orang – orang Turki Utsmani pada kalangan Darwisy.
5.  Gencarnya Kelompok Aktivitas Kelompok-kelompok Menyimpang
Gerakan kelompok menyimpang ini seperti syi’ah itsna ‘Asyariah, Druz, Nushariyyah, Isma’iliyah, Qadiyani, Bahai dan sekte-sekte agama sesat yang telah mencemarkan nama islam. Gerakan ini menampakan  batang hidungya, khususnya sejak kedatangan penjajah Salibs yang telah menekuklutukkan umat islam.
Sekte-sekte ini telah menjadi sumber sandungan besar, fitnah dan kekacauan didalam pemerintahan Utsmani, sekte-sekte ini tidak pernah puas dan tidak pernah berhenti untuk melakukan konspirasi dengan musuh-musuh islam dan melakukan penghianatan terhadap kaum muslimin dalam waktu dan kondisi yang sangat sangat genting. Kaum muslimin telah merasakan bagaimana jahatnya sekte-sekte ini, tatkala aqidah kalangan Ahli Sunnah kian melemah ditengah pemerintahan Utsmani dan ditengah masyarakat luas secara umum.
6.  Tidak Adanya Pemimpin Rabani
Sesungguhnya para peneliti mengenai pemerintahan Utsmani mendapatkan bahwa kepemimpinan Rabani ini pernah ada didalam pemerintahan Utsmani di masa-masa awal, khususnya pada saat penaklukan kota konstinopel. Para ulama Rabani adalah jantung pemerintahan Utsmani dan sebagai otak yang memikirkan jalan pemerintahannya.
Sedangkan di masa - masa akhir pemerintahan Utsmani, yang di dapatkan para peneliti adalah sebuah penyimpangan yang berbahaya dalam kepemimpinan Utsmani.
7.   Penolakan Dibukanya Pintu Ijtihad
Di akhir masa pemerintahan Utsmani, seruan sntuk membuka kembali pintu ijtihad dianggap sebagai suatu hal yang sangat tabu dan dosa besar. Bahkan seruan itu dalam anggapan orang-orang yang fanatic dengan taklid dan setia dengan kejumudan dianggap sebagai kekufuran. Salah satu tuduhan yang diarahkan kepada seruan dakwah Salafiyah dan para ulamanya adalah, karena mereka sering menyerukan dibukanya pintu ijtihad. Tuduhan itu bertiup kencang, padahal pada realitanya tidak ada yang mengatakan agar pintu ijtihad dibuka. Seruan untuk menutup pintu ijtihad ini telah menjadi sesuatu yang diwariskan secara turun temurun di antara orang-orang yang demikian fanatic. Namun semangat mereka semakin berkobar di masa akhir pemerintahan Utsmani, untuk membendung siapa saja yang menyeru dibukanya pintu ijtihad.
Mereka akan senantiasa menyerang siapa saja yang terlibat dengan usaha-usaha membuka pintu ijtihad ini. Ini semua membuat orang - orang yang “ terbaratkan “ memberanikan diri dengan upaya yang kuat dan serius untuk mengimpor sistem dan metode dari Eropa.
8.   Menyebarnya Kezhaliman dalam Pemerintahan Utsmani
Kezhaliman dalam sebuah pemerintahan adalah laksana penyakit yang ada pada diri manusia, yang akan mendatangkan kematian padanya dalam jangka waktu tertentu. Maka kezhaliman yang ada di dalam sebuah pemerintahan juga akan segra nenggiringnya pada kehancuran, akibat terjadinya komplikasi penyakit di dalam pemerintahan dan hanya Allah yang tahu pasti kapan kehancuran itu akan terjadi.
Namun kita tidak mengetahui kapan waktu kehancurannya secara pasti akan terjadi. Tidak mungkin bagi seorangpun tahu, sebab ketentuan hanya ada pada Allah subhanahu wa Ta’ala semata.
9.   Foya-foya dan Tenggelam dalam Syahwat
Sunatullah telah berlaku bagi orang-orang yang foya-foya yang telah tertipu oleh kenikmatan dunia dan menjauhi syariah Allah, dengan dijatuhkannya kehancuran dan azab atas mereka. Salah satu sunatullah adalah dengan menjadikan kehancuran sebuah kaum akibat kefasikan orang–orang yang bermewah–mewahan setelah terjadi penyimpangan yang sangat berbahaya ini dan tenggelamnya mereka dalam foya–foya, main–main dan syahwat, pemerintahan Utsmani hancur dan kehilangan factor–factor penunjang kelestariannya.
10. Perselisihan dan Perpecahan
Sebab–sebab kehancuran suatu bangsa adalah adanya perselisihan, perbedaan yang menghancurkan umat adalah perbedaan yang tercela yakni perselisihan yang menyebabkan pada perpecahan seta tidak adanay tolong menolong antara orang – orang yang berselisih.
Kehancuran muncul akibat adanya perselisihan yang tercela sebab perselisihan akan menjadi satu dari sekian sebab kehancuran pemerintahan Utsmani. Oleh sebab itulah, bahaya paling besar yang mengancam gerakan islam ini adalah terjadinya perselisihan yang tercela.

5.    Runtuhnya Kerajaan Turki Utsmani
Sebab-sebab runtuhnya pemerintahan utsmani sangatlah banyak, yang semuanya tersimpul pada semakin menjauhnya pemerintahan utsmani terhadap pemberlakuan syariah Allah yang menyebabkan kesempitan dan kesengsaraan bagi umat di dunia. Dampak dari jauhnya pemerintahan utsmani dari syariah Allah ini tampak sekali dalam kehidupan yang bersifat keagamaan, social, politik dan ekonomi. Serta fitnah dan cobaan yang datang silih berganti dan tiada henti yang menambah sebab runtuhnya pemerintahan utsmani.
Jauhnya para sultan di akhir-akhir pemerintahan utsmani dari syariah Allah berdampak negative terhadap kehidupan umat islam. Sehingga manusia begitu tenggelam pada kehidupan materi dan perilaku jahiliyah yang kemudian ditimpa dengan kesusahan, kebingungan dan rasa takut yang berlebihan, serta pengecut. Kaum muslimin telah ditimpa kebodohan yang sangat memuncak dan mereka kehilangan identitas dirinya serta sepiritnya melemah.
Sunatullah berlaku dalam pemerintahan utsmani, dimana disana telah terjadi perubahan jiwa dalam hal ketaatan dan kepatuhan dan menjelma menjadi keingkaran dan pembangkangan pada hukum- hukum Allah. Sesungguhnya penyimpangan para sultan utsmani yang pada akhir masa pemerintahan dari syariat Allah telah menimbulkan dampak yang tidak kecil terhadap umat islam. Sehingga muncullah permusuhan internal antar manusia dan kebencian merajalela. Sedangkan sedangkan kekuasaan musuh semakin menguat dan memetik kemenangan.
Sesungguhnya pemerintahan utsmani pada awal-awal pemerintahannya berjalan diatas syariat Allah, mereka begitu komitmen dengan manhaj Ahli Sunnah dalam perjalanan dakwah dan jihadnya. Selakukan melakukan syarat-syarat untuk memperoleh kemenangan dan kejayaan. Sebaliknya, di akhir pemerintahannya syarat-syarat tersebut sama sekali tidak dipenuhi dan menyimpang dari pemahamannya yang asli.
Kenaikan Sultan Salim II (1566-1574) telah dianggap sebagai permulaan keruntuhan Turki Utsmani dan berakhrnya zaman keemasannya. Hal ini ditandai dengan melemahnnya semangat perjuangan prajurit utsmani yang menyebabkan sejumlah kekalahan dalam pertempuran menghadapi mmusuh-musuhnya. Pada tahun 1663 , tentara utsmani menderita kekalahan dalam penyerbuan hongaria. Tahun 1676 turki kalah dalam pertempuran di Mohakez, Hungaria dan menandatangani perjanjian karlowits pada tahun 1699 yang berisi pernyataan seluruh wilayah Hungaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada penguasa Venetia.
Pada tahun 1774, penguasa Utsmani, Abdul Hamid menandatangani perjanjian dengan Rusia yang berisi pengakuan kemerdekaan Crimenia dan penyerahan benteng-benteng pertahanan di laut hitam serta memberikan izin kepada rusia untuk melintasi selat antara laut hitam dengan laut putih.
Apabila dikategorikan, maka faktor-faktor keruntuhan kerajaan turki utsmani adalah:
Faktor internal
1.    Karena luas wilayah kekuasaan serta buruknya system pemerintahan, sehingga hilangnya keadilan, banyaknya korupsi dan meningkatnya kriminalitas.
2.    Heterogenitas penduduk dan agama.
3.    Kehidupan istimewa yang bermegahan.
4.    Merosotnya perekonomian negara akibat peperangan yang pada sebagian besar peperangan turki mengalami kekalahan.
5.    Kelemahan para Penguasa
Setelah sultan Sulaiman wafat, maka terjadilah pergantian penguasa. Penguasa-penguasa tersebut memiliki kepribadian dan kepemimpinan yang lemah akibatnya pemerintahan menjadi kacau dan susah teratasi.
6.    Budaya Pungli
Budaya ini telah meraja lela yang mengakibatkan dekadensi moral terutama dikalangan pejabat yang sedang memperebutkan kekuasaan (jabatan).
7.    Merosotnya Ekonomi
Situasi politik kerajaan Turki Utsmani yang kurang diperparah perkembangan perdagangan global.
1.      Ledakan jumlah penduduk sekitar abad ke 16, sebanarnya arus imigrasi telah menurun. Akan tetapi problem kependudukan saat itu lebih banyak disebabkan oleh tingkat pertambahan penduduk yang sedemikian tinggi dan ditambah dengan menurunnya angka kematian akibat masa damai dan aman yang diciptakan kerajaan serta menurunnya frekuensi menakutkan.
2.      Lemahnya perekonomian dan perdagangan, kerajaan menghadapi problem internal perdagangan dan ekonomi internasional dalam negeri mulai melemah pada abad ke 16, dan pada saat yang sama bangsa Eropa telah mengembangkan struktur kekuatan ekonomi dan keuangan bagi kepentingan mereka sendiri. Salah satu dampak inflasi adalah dihapuskannya system timar sebagai basis ekonomi militer.
8.    Terjadinya Stagnasi dalam Lapangan Ilmu dan Teknologi
Ilmu dan Teknologi selalu berjalan beriringan sehingga keduanya sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Keraajan utsmani kurang berhasil dalam pengembagan Ilmu dan Teknologi ini karena hanya mengutamakan pengembangan militernya. Kemajuan militer yang tidak diimbangi dengan kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan Utsmani tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.
9.    Terjadinya Stagnasi dalam Lapangan Ilmu dan Teknologi
Ilmu dan Teknologi selalu berjalan beriringan sehingga keduanya sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Keraajan utsmani kurang berhasil dalam pengembagan Ilmu dan Teknologi ini karena hanya mengutamakan pengembangan militernya. Kemajuan militer yang tidak diimbangi dengan kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan Utsmani tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.

Faktor Eksternal
1.      Munculnya gerakan nasionalisme. Bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan turki selama berkuasa, mulai menyadari kelemahan dinasti tersebut. Kemudian ketika turki mulai lemah mereka bangkit untuk melawannya.
2.      Terjadinya kemajuan teknologi di barat khususnya bidang persenjataan. Turki selalu mengalami kekalahan karena mereka masih menggunakan senjata tradisional, sedangkan wilayah barat seperti eropa telah menguunakan senjata yang lebih maju lagi.
3.      Munculnya kekuatan politik baru di daratan Eropa
Munculnya kekuatan politik baru di daratan Eropa disebabkan oleh beberapa penemuan dibidang teknologi yang selanjutnya mendorong bangkitnya kekuatan baru di bidang ekonomi maupun militer. Perubahan ini tidak hanya merubah format hidup masyarakat islam, tetapi juga seluruh umat manusia.
Munculnya muka baru dari wilayah Eropa telah membawa konflik dunia Barat dengan dunia Islam. Ketika Islam telah membentang dari Timur Tengah hingga Asia Selatan dan Tenggara, Afrika dan Eropa Timur, masyarakat Eropa hendak meluaskan ambisi imperialisme hingga ke wilayah yang berseberangan dengan wilayah Islam.
Pada abad kedelapan belas, kerajaan Turki Utsmani hampir tidak mampu membendung tumbuhnya kekuatan militer bangsa Eropa. Apalagi terhadap penetrasi ekonomi mereka.
4.      Pemberontakan Tentara Jenissari.
Pemberontakan Jenissari  terjadi sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M dan 1826 M. Pada masa belakangan pihak Jenissari tidak lagi menerapkan prinsip seleksi dan prestasi, keberadaannya didominasi oleh keturunan dan golongan tertentu yang mengakibatkan adanya pemberontakan-pemberontakan.
Melihat faktor-faktor yang menyebabkan kehancuran turki tersebut, hal ini berawal dari orang-orang arab yang menghadapi orang-orang utsmaniyah, mereka berada dalam dilema yaitu mereka di sisi lain ingin menghormati turki sebagai cerminan persatuan kaum muslimin, di sisi lain mereka mempunyai landasan berfikir ingin memerdekakan diri dari kerajaan turki tersebut.















BAB III
Penutupan
A.    Kesimpulan
Nama kerajaan Utsmani diambil dari nama Sultan pertama bernama Usman. Beliau dengan gigihnya meneruskan cita-cita ayahnya sehingga dapat menguasai suatu wilayah yang cukup luas dan dapat dijadikan sebuah kerajaan yang kuat. Bangsa Turki Utsmani berasal dari suku Qoyigh, salah satu kabilah Turki yang amat terkenal. Pada abad ke-13 mereka mendapat serangan dari bangsa Mongol. Akhirnya mereka mencari perlindungan dari saudaranya, yaitu Turki Seljuk. Dibawah pemerintahan Ortoghul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin yang sedang melawan Bizantium. Karena bantuan mereka, Sultan Alaudin dapat mengalahkan Bizantium. Kemudian Sultan Alaudin memberi imbalan tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Setelah Sultan Alaudin wafat (1300 M), orang-orang Turki segera memproklamirkan kerajaan Turki Utsmani dengan Usman I sebagai sultannya.
Sejak mundur dan berakhirnya era Abbasiyah, keadaan politik umat Islam mengalami kemajuan kembali oleh tiga kerajaan besar: Turki Utsmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Dari ketiganya, Turki Utsmani adalah yang terbesar dan terlama, dikenal juga dengan imperium islam. Dengan wilayahnya yang luas membentang dari Afrika Utara, Jazirah Arab, Balkan hingga Asia Tengah, Turki Utsmani menyimpan keberagaman bangsa, budaya dan agama, Turki utsmani mampu berkuasa selama kurang lebih 6 abad berturut-turut. Tentunya hal ini membawa kesan tersendiri bahwa kerajaan Turki Utsmani mampu membawa masyarakat islam dalam keajayaan selama 6 abad, hal yang menurut pemakalah adalah tergolong luar biasa.
B.     Saran
Sebetulnya, Runtuhnya Turki Utsmani bisa diatasi saat kekholifahan dipegang orang kuat dan keimanannya tinggi, tapi kesempatan ini tak dimanfaatkan dengan baik. Suleiman II-yang dijuluki al-Qonun, karena jasanya mengadopsi UU sebagai sistem khilafah, yang saat itu merupakan khilafah terkuat-malah menyusun UU menurut mazhab tertentu, yakni mazhab Hanafi, dengan kitab Pertemuan Berbagai Lautan-nya yang ditulis Ibrohimul Halabi (1549)sebagai pedoman dalam hal syariah dan muamalah sehingga administrasi negara menjadi lebih mudah dan terstruktur rapi. Padahal khilafah Islam bukan negara mazhab, jadi semua mazhab Islam memiliki tempat dalam 1 negara dan bukan hanya 1 mazhab.
Dengan tak dimanfaatkannya kesempatan emas ini untuk perbaikan, 2 hal tadi tak diperbaiki. Contoh: dengan diambilnya UU oleh Suleiman II, seharusnya penyimpangan dalam pengangkatan kholifah bisa dihindari, tapi ini tak tersentuh UU. Dampaknya, setelah berakhirnya kekuasaan Suleimanul Qonun, yang jadi khalifah malah orang lemah, seperti Sultan Mustafa I (1617), Osman II (1617-1621), Murad IV (1622-1640), Ibrohim bin Ahmed (1639-1648), Mehmed IV (1648-1687), Suleiman II (1687-1690), Ahmed II (1690-1694), Mustafa II (1694-1703), Ahmed III (1703-1730), Mahmud I (1730-1754), Osman III (1754-1787), Mustafa III (1757-1773), dan Abdul Hamid I (1773-1788). Inilah yang membuat militer, Yennisari-yang dibentuk Sultan Ourkhan-saat itu memberontak (1525, 1632, 1727, dan 1826), sehingga mereka dibubarkan (1785). Selain itu, majemuknya rakyat dari segi agama, etnik dan mazhab perlu penguasa berintelektual kuat. Sehingga, para pemimpin lemah ini memicu pemberontakan kaum Druz yang dipimpin Fakhruddin bin al-Ma'ni[7].
Ini yang membuat politik luar negeri khilafah-dakwah dan jihad-berhenti sejak abad ke-17, sehingga Yennisari membesar, lebih dari pasukan dan peawai pemerintah biasa, sementara pemasukan negara merosot. Ini membuat khilafah terpuruk karena suap dan korupsi. Para wali dan pegawai tinggi memanfaatkan jabatannya untuk jadi penjilat dan penumpuk harta. Ditambah dengan menurunnya pajak dari Timur Jauh yang melintasi wilayah khilafah, setelah ditemukannya jalur utama yang aman, sehingga bisa langsung ke Eropa. Ini membuat mata uang khilafah tertekan, sementara sumber pendapatan negara seperti tambang, tak bisa menutupi kebutuhan uang yang terus meningkat.
Paruh kedua abad ke-16, terjadilah krisis moneter saat emas dan perak diusung ke negeri Laut Putih Tengah dari Dunia Baru lewat kolonial Spanyol. Mata uang khilafah saat itu terpuruk; infasi hebat. Mata uang Baroh diluncurkan khilafah tahun 1620 tetap gagal mengatasi inflasi. Lalu keluarlah mata uang Qisry di abad ke-17. Inilah yang membuat pasukan Utsmaniah di Yaman memberontak pada paruh kedua abad ke-16. Akibat adanya korupsi negara harus menanggung utang 300 juta lira.
Dengan tak dijalankannya politik luar negeri yang Islami-dakwah dan jihad-pemahaman jihad sebagai cara mengemban ideologi Islam ke luar negeri hilang dari benak muslimin dan kholifah. Ini terlihat saat Sultan Abdul Hamid I/Sultan Abdul Hamid Khan meminta Syekh al-Azhar membaca Shohihul Bukhori di al-Azhar agar Allah SWT memenangkannya atas Rusia (1788). Sultanpun meminta Gubernur Mesir saat itu agar memilih 10 ulama dari seluruh mazhab membaca kitab itu tiap hari.
Sejak jatuhnya Konstantinopel di abad 15, Eropa-Kristen melihatnya sebagai awal Masalah Ketimuran, sampai abad 16 saat penaklukan Balkan, seperti Bosnia, Albania, Yunani dan kepulauan Ionia. Ini membuat Paus Paulus V (1566-1572) menyatukan Eropa yang dilanda perang antar agama-sesama Kristen, yakni Protestan dan Katolik. Konflik ini berakhir setelah adanya Konferensi Westafalia (1667). Saat itu, penaklukan khilafah terhenti. Memang setelah kalahnya khilafah atas Eropa dalam perang Lepanto (1571), khilafah hanya mempertahankan wilayahnya. Ini dimanfaatkan Austria dan Venezia untuk memukul khilafah. Pada Perjanjian Carlowitz (1699), wilayah Hongaria, Slovenia, Kroasia, Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia lepas; masing-masing ke tangan Venezia dan Habsburg. Malah khilafah harus kehilangan wilayahnya di Eropa pada Perang Krim (abad ke-19), dan tambah tragis setelah Perjanjian San Stefano (1878) dan Berlin (1887).
Menghadapi kemerosotan itu, khilafah telah melakukan reformasi (abad ke-17, dst). Namun lemahnya pemahaman Islam membuat reformasi gagal. Sebab saat itu khilafah tak bisa membedakan IPTek dengan peradaban dan pemikiran. Ini membuat munculnya struktur baru dalam negara, yakni perdana menteri, yang tak dikenal sejarah Islam kecuali setelah terpengaruh demokrasi Barat yang mulai merasuk ke tubuh khilafah. Saat itu, penguasa dan syaikhul Islam mulai terbuka terhadap demokrasi lewat fatwa syaikhul Islam yang kontroversi. Malah, setelah terbentuk Dewan Tanzimat (1839 M) semakin kokohlah pemikiran Barat, setelah disusunnya beberapa UU, seperti UU Acara Pidana (1840), dan UU Dagang (1850), tambah rumusan Konstitusi 1876 oleh Gerakan Turki Muda, yang berusaha membatasi fungsi dan kewenangan kholifah.

DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996).
Syalabi, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam Imperium Turki Usmani, (Jakarta: Kalam Mulia, 1988).
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003).
C.E. Bosworth, Dinasti-dinasti Islam, (Bandung: Mizan, 1980).
Edyar, Busman dan Ilda Hayati, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, Pustaka Asatruss,2009).
Hitti, Philip K. History of the Arabs, (London: The Mac Millan Press, 1974).
Ash-shalabi, Ali Muhammad Dr. Bangkit dan Runtuhnya Khalifah Utsmaniyah, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2002).
Mughni, Syafiq A Dr. Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997).
Sya’labi, Ahmad. 1985. Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1985).