“Apabila Allah menghendaki kebaikan pada suatu keluarga. Dia
memperdalamkan
pengetahuan agama kepada mereka. Menjadikan anak-anak mereka menghormati orang
tua mereka. Memberikan kemudahan pada kehidupan mereka. Kesederhanaan dalam
nafkah mereka dan memperlihatkan aib mereka, sehingga mereka menyadarinya,lalu
menghentikan perbuatannya. Namun,apabila menghendaki sebaliknya, Dia
meninggalkan dan menelantarkan mereka.” (H.R. Daaruqthni )
Semoga Allah
yang Maha Mengatur Segala Kejadian serta Maha Memudahkan Segala Urusan
melindungi hamba-hamba-Nya dari sikap berkecil hati,terutama manakala kepada
kita dikaruniakan niat dan keinginan untuk memiliki pasangan hidup. Sebagian
kecil dari kisah kehidupan yang terpapar berikut ini, masya Alloh,telah
menunjukan kepada kita betapa tidak mudah mengayuh bahtera rumah tangga itu.
Tidak cukup hanya diawali dengan keinginan untuk menikah belaka. Karena,
ternyata tidak sedikit pasangan yang telah memasuki dunia rumah tangga menemui
kenyataan bahwa pergantian hari-harinya telah menjadi pergantian kesusahan yang
satu ke kesusahan berikutnya. Pernik-pernik masalah seakan telah menjadi seluruh
dinding rumahnya.
Seorang ibu rumah tangga yang mengaku telah 16 tahun
berumah tangga serta telah dikaruniai 3
orang putra-putri yang sehat dan
cerdas, menumpahkan keluhan mengenai masalah rumah tangganya di rubrik
konsultasi sebuah surat kabar. Dari segi materi duniawi, mereka keluarga
yang
berkecukupan karena keduanya bekerja di kantor.
Akan tetapi, ada
ganjalan yang semula diabaikan dari pikiran sang istri. Ia
merasakan
pernikahannya terasa manis pada hari Sabtu dan Minggu saja, yakni
ketika keduanya tidak ngantor, sehingga dapat berkumpul dengan seluruh keluarga.
Selebihnya, dari Senin sampai Jumat, terasa hambar. Suaminya berkantor di sebuah
gedung pusat perkantoran modern, yang menurut anggapan sang istri,tentulah
setiap harinya akan bertemu dengan segala macam wanita, dari yang berbusana
minim sampai yang bergaun sebatas tumit. Pemandangan semacam itu akan ditemui
sang suami dari Senin hingga Jumat. Sedangkan, sang istri mengaku penampilannya
di rumah biasa-biasa saja. Kini ia rasakan tidak lagi seramping dulu. Rata-rata
suaminya pergi ke kantor sejak subuh dan pulang malam hari. Artinya, selama 15
jam setiap harinya. Ketika tiba di rumah pun, kegiatan-nya hanya makan malam ,
lalu pergi tidur. Begitu yang terjadi setiap hari. Suaminya seperti sudah tidak
mempunyai waktu lagi untuk berbincang-bincang dengannya. Kalaupun ia bertanya
tentang sesuatu , jawaban yang keluar dari mulut sang suami singkat-singkat
saja. Kalau suatu ketika ia bercerita tentang sesuatu, ia tidak tahu apakah
didengarkan atau tidak karena suaminya Cuma diam dan acuh tak acuh. Kalaupun
mengomentarinya, pastilah kata-kata yang terlontar itu berbau memojokkan sang
istri.
Satu hal yang paling ia benci adalah saat tiba hari Minggu malam.
Sepulang dari suatu tempat
,biasanya suaminya mulai ketus. Bahkan tidak
jarang keduanya terlibat lagi dipersoalkan sang
suami adalah sikap sang istri
yang dinilai cerewet dan suka mengatur. Suaminya mulai bersikap
baik lagi
kalau tiba Jumat malam. Karena, Sabtu paginya mereka akan berkumpul bersama
lagi
hingga Minggu petang. Yang lebih repot lagi, ia sering bermimpi bahwa
suaminya menyeleweng
dengan wanita lain. Sehingga, kalau sang suami lagi
tampak terdiam melamun, ia pun langsung
teringat akan mimpinya tersebut.
Karuan saja dari hari ke hari kian bergumpal kecemasan dan
kegelisahan yang
tak berujung dan berpangkal.
Itulah gambaran tentang satu sisi getir dari
kehidupan berumah tangga, yang bias dialami oleh
siapa saja, tanpa
terkecuali. Lebih-lebih pada pasangan muda, yang notabene pengalaman berumah
tangganya masih sedikit. Tentu cerita nyata ini tidak mengajak siapa pun untuk
bersikap
pesimistis dan cemas sebelum berbuat. Bagaimanapun pernik-pernik
problematika rumah tangga
semacam ini bisa juga terjadi menimpa kita.
Terutama, kalau ada sesuatu yang tidak sempat kita
persiapkan, baik sebelum
memasuki gerbang pernikahan maupun setelah menjalani kehidupan berumah tangga.
Faktor-faktor apa saja yang perlu kita persiapkan itu? Mudah-mudahan beberapa
“resep” ini kalau dicoba diterapkan, bisa membuat perjalanan pernikahan yang
kita titi menjadi indah dan menenteramkan kalbu.
Bekal
Ilmu
Faktor yang pertama adalah bahwa sebuah rumah tangga akan menjadi
kokoh,kuat, dan mantap kalau suami istri sam-sama mencintai ilmu. Rasullulah SAW
pernah bersabda,”Barangsiapa yang
menginginkan dunia,(mendapatkannya) harus
memakai ilmu. Barangsiapa yang menginginkan
akhirat,(mendapatkannya) harus
memakai ilmu. Barangsiapa yang menginginkan dunia dan akhirat
(mendapatkannya
pun) harus memakai ilmu.”
Artinya, bila ada yang bertanya, mengapa rumah
tangga yang dijalaninya terasa berat, banyak
kesulitan, dan tidak menemukan
kedamaian, jawabannya adalah karena ternyata ilmu tentang berumah tangga yang
dimiliki tidak sebanding dengan masalah yang dihadapi. Setiap hari akan selalu
bertambah maslah, kebutuhan, maupun peluang munculnya konflik. Semua ini
merupakan kenyataan hidup yang tidak akan pernah bisa dipungkiri .Bila
pertambahan segala pernik kehidupan ini tidak diimbangi dengan pertambahan ilmu
untuk menyiasatinya, maka pastilah sebuah keluarga tidak akan pernah mampu
menghadapi hidup ini dengan bai Jangan heran kalau rumah tangga yang seperti ini
bagaikan perahu yang kelebihan muatan. Dia akan tampak oleng, miring ke kiri,
tak mau melaju denhgan semestinya, bahkan bias-bisa akan tenggelam
karam.
Adapun ciri khas yang tampak adalah para penghuni rumah tangga itu
selalu sangat mengandalkan
emosi di dalam mengatasi setiap masalah yang
muncul.
“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia
akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.”
(Q.S.Shaad
[38]:26
ManajemenQolbu.Com : Ciri khas yang tampak dari keluarga yang
tidak memiliki ilmu dalam berumah tangga adalah para penghuninya selalu sangat
mengandalkan emosi di dalam mengatasi setiap masalah yang muncul . Betapa tidak
! Karena, mereka tidak pernah tahu bagaimana cara menghadapi masalah yang selalu
muncul seiring bertambahnya jumlah anggota keluarga. Seorang ayah yang kurang
ilmu akan sangat mengandalkan kekerasan dalam mengatasi setiap persoalan yang
muncul. Ini dikarenakan semakin hari tuntutan kebutuhan hidup terus meningkat ,
sehingga potensial akan bertumpuk dalam pikiran , berjalin berkelindan dengan
beban stressing mental karena rutinitas kesibukan kantor.Manakala iman tengah
menipis, kendati batin pun akan mengendur. Ini mengakibatkan tindakan mencari
nafkah untuk mengatasi pertambahan kebutuhan tersebut menjadi kurang terkontrol.
Tak ayal , pertimbangan halal haram dan hak bathil pun jadi
tertepiskan. Keberkahan atas rezeki yang diperoleh pun praktis terkikis. Ketika
rezeki itu telah dinikmati oleh istri dan anak-anak di rumah, maka tidak bisa
tidak , ia bukannya membuahkan ketenangan batin, melainkan kegundahgelisahan,
yang ujung-ujungnya malah bisa menaikkan kadar emosionalitas sang
ayah.
Sementara itu, anak-anak semakin hari semakin beranjak besar.
Ketika masih bayi mereka butuh
perhatian khusus. Keterbatasan ilmu orang tua,
tidak bisa tidak, akan mengakibatkan bayi menjadi
teraniaya, baik ketika itu
maupun setelah mereka besar kelak. Tidakkah kalau mereka menjadi
penyakitan
karena orang tua tidak mengetahui cara memperhatikan aspek kesehatan mereka,
akan membuat mereka menjadi sengsara dan menderita hidup di dunia? Tidakkah
kalau mereka kelak menjadi rendah kadar intelektualitasnya, akan membuatnya
tidak memiliki prestasi hidup,
sehingga menjadi manusia yang gagal dan
tersisihkan? Bukankah kalau kelak mereka menjadi
anak-anak nakal, tersesat
dari jalan yang benar akan membuat mereka menderita dunia akhirat ?
Masih
banyak lagi akibat buruk lainnya yang akan menimpa anak-anak karena kita para
orang tua
tidak memiliki bekal ilmu.
Belum lagi kalau pihak orang tua
terlalu mengandalkan emosi dan kekerasan , sehingga praktis
segala pendekatan
yang kita gunakan hampir bisa dipastikan selalu membuahkan kegagalan
dalam
memecahkan masalah. Menghadapi anak-anak yang nakal dan enggan menuruti
nasihat orang tua,
misalnya. Tentulah akan didekati dengan kepala and hati
yang panas membara. Menghadapi istri
yang terkesan rewel , sok mengatur, dan
mulai membosankan , atau sebaliknya, menghadapi suami yang terkesan otoriter ,
banyak tuntutan , sering telat pulang ke rumah, misalnya. Tentulah
semua itu
akan membuat rumah menjadi terasa gerah karena darah yang selalu bergolak
panas.
Na’udzubillah!
Walhasil, sekiranya ada diantara suami-istri
yang jarang mendatangi majelis-majelis ilmu,
enggan menyisihkan waktu untuk
membuka bahan bacaan ataupun berdialog dengan orang yang lebih tahu, hampir
dapat dipastikan rumah tangganya akan tidak seimbang, akan selalu dekat dengan
kesusahan dan penderitaan batin, tidak arif dalam menyelesaikan aneka masalah,
dan bukan mustahil akan berujung pada kegagalan yang sangat menyakitkan dan
merugikan. Oleh karena itu, tampaknya kita harus mempersiapkan bekal ilmu ini
justru semenjak kita berkeinginan untuk menikah. Atau, kalaupun kita sudah lama
berumah tangga , belum terlambat untuk menyadari bahwa ilmu adalah bekal utama
yang harus segera digapai. Jangan merasa sayang untuk menyisihkan sebagian dari
waktu maupun penghasilan nafkah kita untuk menambah ilmu. Apakah itu untuk
membeli buku dan bahan bacaan lainnya yang dibutuhkan, untuk
mendatangi
majelis-majelis ta’lim yang di dalamnya justru tidak hanya
bertaburkan ilmu, tetapi juga rahmat
dan pertolongan Allah , mengikuti
training, kursus, dan sejenisnya.
Ingat, gagalnya seorang ayah atau ibu
dalam menyelesaiakan aneka masalah yang muncul di
tengah-tengah keluarga,
bukannya karena masalahnya yang berat atau rumit, melainkan lebih
dikarenakan
lemahnya keterampilan dan sikap kita dalam menyikapi dan menyiasati masalah
itu
sendiri.
Jangan salahkan siapapun kalau rumah tangga kita dari
hari ke hari selalu terasa runyam dan
tidak nyaman. Salahkanlah diri sendiri
sebagai orang tua yang enggan menjadikan ilmu sebagai
bekal utama untuk
mengarungi samudera kehidupan yang memang penuh ombak dan badai ini.
Ilmu
agama adalah utama, tetapi ilmu dunia pun tak kalah pentingnya. Rumah
tangga yang tidak dekat
dengan ilmu adalah rumah tangga yang akan selalu
dekat dengan kesusahan dan kesempitan.
Camkanlah!
Gemar
Beramal
Ternyata setiap ilmu itu tidak membawa manfaat, kecuali bila
sudah mewujud dalam bentuk amal.
Rumus kehidupan ini sebenanya sederhana
saja, yakni: seseorang tidak akan mendapatkan sesuatu dari apa yang diinginkan,
tetapi dari apa yang bisa ia lakukan. Karenanya, syarat yang kedua bagi
tercapainya rumah tangga yang ideal setelah menguasai ilmu adalah gemar
mengamalkannya. Hidup ini bagaikan gaung di pegunungan. Apa yang kembali kepada
kita tergantung dari apa yang kita bunyikan. Sekiranya menginginkan suatu
kebaikan menghampiri kita, maka ia tidak bisa datang hanya dengan cara meminta
orang lain berbuat baik. Akan tetapi, terlebih dulu harus melakukan suatu
kebaikan kepada orang lain.
Suami yang sibuk menyayangi dan membahagiakan
istrinya lahir batin, niscaya akan mendapatkan
balasan yang amat mengesankan
dari sang istri. Demikian pun kalau istri ingin disayangi dan
dibahagiakan
suami. Jawabannya hanya satu : barangsiapa bisa memuliakan suaminya dengan
ikhlas, Allah pun akan melembutkan hati sang suami untuk menyayanginya dengan
penuh keikhlasan pula.
“Dan masing-masing orang
memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya.
Dan
Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”(Q.S. Al-An’aam [6]:
132)
ManajemenQolbu.Com : Jangan menuntut sesuatu kepada orang lain,
tetapi tuntutlah terlebih
dahulu diri kita untuk berbuat suatu kebaikan
semaksimal mungkin. Tidakkah Allah Azza wa Jalla
telah
berfirman,”Barangsiapa yang mengerjakan kebaiakan sebesar dzarrah pun,niscaya ia
akan
melihat (balasannya). Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar
dzarrah pun, niscaya
ia akan melihat (balasannya) pula. ?”(Q.S.
Az-Zalzalah[99]:7-8 ). Artinya, segalanya tergantung
kita. Sesungguhnyalah
balasan Allah itu akan sangat dirasakan adilnya mana kala kita menyadari
satu
hal, yakni bahwa segalanya akan kembali kepada kita, tergantung apa bentuk amal
yang
dilakukan.
Camkan sekali lagi :bahwa kita tidak akan mendapatkan
sesuatu dari apa yang kita inginkan dan
harapkan, tetapi kita akan
mendapatkan banyak dari apa yang diberikan. Semakin gemar bersedekah,
maka
insya Allah akan semakin melimpah rezeki hak kita dari -Nya. Semakin senang
menolong orang
lain, akan semakin banyak pula orang menolong kita. Semakin
kita biasakan untuk membahagiakan
dan memudahkan urusan orang lain, maka
rasakanlah, betapa akan semakin banyak hal-hal yang dapat
mendatangkan
kebahagiaan sementara segala urusan kita pun dimudahkan oleh Allah Azza wa
Jalla.
Hendaknya di mana kita berada harus membuat orang lain merasa
diuntungkan dengan kehadiran
kita. Setidaknya keberadaan kita jangan sampai
merugikan orang lain. Rumah tangga yang memiliki
komitmen hidup semacam ini
niscaya akan mendapati betapa jaminan Allah itu teramat
mengesankan. “ Dan
barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati,
maka
sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Menegtahui.”(Q.S.
Al-Baqarah[2]: 158)
Sebaliknya, semakin pelit kepada orang lain, maka
hidup ini akan terasa banyak menemukan
kesulitan. Semakin senang berlaku
aniaya terhadap orang lain, niscaya akan semakin banyak yang
menzhalimi kita.
Demikian pun, rumah tangga yang banyak menyakiti orang lain, niscaya
akan
menjadi rumah tangga yang banyak tersakiti pula. Inilah rumus sunatullah
yang akan dialami
oleh siapapun, sebagaimana pula yang telah ditegaskan
oleh-Nya, “Dan masing-masing orang
memperoleh derajat-derajat (seimbang)
dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah
dari apa yang mereka
kerjakan. “(Q.S. Al –An’aam[6]:132)
Jadi,janganlah ingin menjadi suami
yang disayangi istri, tetapi jadilah suami yang menyayangi
istri. Janganlah
ingin dihormati oleh anak-anak atau mertua, namun hormatilah mereka. Nanti
toh
semuanya akan kembali kepada kita jua. Janganlah ingin diberi sesuatu
oleh tetangga, namun
berilah mereka. Nanti Allah akan menggerakkan hati
mereka untuk mengulurkan tangan bantuannya
kepada kita. Walhasil, rumus yang
kedua setelah ilmu sebagai bekal utama dalam berumah tangga,
adalah hendaknya
di mana pun kita berada menjadi orang yang selalu bisa berbuat sesuatu.
Itulah
amal-amal kebaikan.
Ikhlas
Ternyata sehebat apapun
amal-amal kita tidak akan bermanfaat dihadapan Allah, kecuali
amal-amal yang
dilakukan dengan ikhlas. Orang yang ikhlas adalah orang yang berbuat
sesuatu
tanpa berharap mendapatkan apa pun ,kecuali ingin disukai oleh Allah.
Inilah bekal utama ketiga
dalam berumah tangga. Dalam mengarungi kehidupan
ini akan banyak didapati aneka masalah. Kita
pasti akan menemukan berbagai
kesulitan ,kesempitan, dan kesengsaraan lahir batin, kecuali kalau
mendapat
pertolongan-Nya. Allah tahu persis kebutuhan kita, lebih tahu daripada kita
sendiri.
Dia tahu persis masalah yang akan menimpa kita , lebih tahu daripada
kita sendiri. Karenanya,
Allah menjanjikan , “Wa man yattaqillah yaj’allahu
makhrajan.” (Q.S. Ath-Thalaaq [65]: 2) Rumah
Tangga yang terus-menerus
meningkatkan ketaatannya kepada Allah , akan senantiasa dikaruniai
oleh-Nya
jalan keluar atas segala urusan dan masalah yang dihadapinya. Anak-anak
membutuhkan
biaya , Allah akan mencukupi mereka karena Dia Dzat yang
Mahakaya. Pelacur,perampok, dan
orang-orang zhalim saja diberi
rezeki,bagaimana mungkin anak-anak kita dilalaikan-Nya? Suami
hatinya keras
membatu, otoriter, dan suka bertindak kasar, apa sulitnya bagi
Allah
membolak-balikkan setiap hati, sehingga menjadi berhati lembut,baik,
dan bijak.
Masalahnya, adakah keluarga kita layak mendapat jaminan-Nya
ataukah tidak? Kuncinya adalah
bahwa rumah tangga yang selalu dekat kepada
Allah dan sangat menjaga keikhlasan dalam
beramal, itulah rumah tangga yang
layak memperoleh jaminan pertolongan -Nya. Semakin suatu
rumah tangga jarang
shalat, enggan bersedekah dan menolong orang lain, malas melakukan
amal-amal
kebaikan, ditambah lagi berhati busuk, maka semakin letihlah dalam mengelola
rumah
tangga ini. Rumah seluas apa pun akan tetap terasa sempit kalau hati
para penghuninya sempit.
Ketika berada di lapangan yang luas , lalu menemukan
anjing atau ular, kita toh tidak merasa
gentar. Akan tetapi, ketika di kamar
mandi , berdua dengan tikus saja bisa jadi masalah. Apa
sebab ? Di ruangan
kecil, perkara kecil akan menjadi besar. Sebaliknya diruangn yang
lapang,
perkara besar akan menjadi kecil. Karenanya, rumah tangga itu akan
dirasakan kebahagiaannya
hanya oleh orang-orang yang berhati bersih dan
ikhlas. Bila kita temukan beberapa kekurangan
pada istri kita , bukan
masalah , karena toh isteri kita bukan malaikat. Demikian pun kekurangan
yang
ada pada suami, janganlah sampai jadi masalah, karena suami pun bukan malaikat.
Kekurangan
yang ada untuk saling dilengkapi, sedangakan kelebihannya untuk
disyukuri. Lain lagi,bagi yang
berhati busuk, kekurangan yang ditemukan pada
istri atau suami akan dijadikan jalan untuk saling
berbuat aniaya.
Na’udzubillah!
“Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji. apa yang ada dalam hatimu Allah
Maha Mengetahui
isi hati”(Q.S. Ali Imran [3]: 154)
ManajemenQolbu.Com
: Dalam kaca mata ruhiyah,bersatunya seorang laki-laki dan seorang perempuan
dalam satu ikatan pernikahan, adalah berhimpunnya dua hati yang memiliki harapan
mulia, yakni membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Demikianlah sesungguhnya yang dikehendaki Allah yang memiliki sifat Rahman dan
Rahim, sebagaimana firman-Nya, “Dan diantara bukti-bukti kekuasaan-Nya ialah
diciptakan-Nya untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri supaya kamu
mendapatkan ketenangan hati dan dijadikan-Nya rasa kasih sayang di antara kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu menjadi tanda-tanda kebesaran –Nya bagi
orang-orang yang berpikir.”(Q.S. Ar-Ruum [30]: 21)
Namun, dalam sisi
lain, ternyata ikatan pernikahan itu berarti juga berhimpunnya dua
manusia
yang memiliki aneka sisi perbedaan. Demikian pula halnya manakala
dikemudian hari hadir
anak-anak di tengah-tengah mereka. Jenis kelaminnya
saja sudah berbeda, apalagi karakternya,
emosinya, keinginannya ,harapannya,
sikapnya terhadap sesuatu, dan sebagainya.
Kalaupun sepasang suami istri
tampak sering sejalan dalammenyikapi dan melakukan berbagai hal,
itu hampir
dapat dipastikan karena ada upaya dari masing-masingnya untuk rela saling
menahan
diri serta saling mengorbankan apa-apa yang potensial bisa memicu
perbedaan itu sendiri.
Walhasil, lahirlah dalam rumah tangga yang mereka bina
perasaan tenteram,lapang hati , dan
cinta kasih.
Itulah pula hikmah
dari pernikahan itu sendiri, yakni dikaruniai-Nya mereka nikmat
sakinah,
mawaddah, warahmah. Titik-titik perbedaan itu sendiri, sewaktu-waktu
bisa muncul ke permukaan, terutama bila diantara mereka sudah tumbuh keinginan
untuk saling memaksakan kehendak dan enggan saling menghargai aspirasi
masing-masing. Apalagi dan biasanya kalau semua itu lahir dari karakter dan
tingkat emosionalitas masing-masing. Tidak jarang kita temukan rumah tangga yang
hari-harinya penuh dengan pertengkaran dan kesalahpahaman , sehingga tidak
sedikit berakhir dimeja perceraian.
Inilah justru bagian dari fenomena
yang mungkin akan dihadapi oleh setiap pasangan suami istri,
sehingga kita
butuh bekal yang efektif untuk menyikapi dan menyiasatinya, agar
kemungkinan
munculnya potensi konflik semacam ini bisa dihilangkan atau
setidak-tidaknya diminimalisasi.
Apakah bekal yang harus kita miliki itu ?
Mudah-mudahan Allah Azza wa Jalla mengaruniai kita
ilmu yang bermanfaat serta
kesanggupan untuk mengamalkannya dengan tepat.
Bersih Hati
Setiap
saat ujian dan aneka masalah bukan tidak mungkin akan datang mendera rumah
tangga dengan tiba-tiba. Bagaimana seorang suami atau seorang istri
menyikapinya, ternyata tergantung dari satu hal, yakni qalbu ! Terserah kita,
apa yang akan kita lakukan dengan masalah itu? Mau
dibuat rumit, perumitlah.
Nanti kita sendiri yang akan melihat dan merasakan buahnya.Namun, mau
dibuat
sederhana juga, silakan sederhanakan , nanti kita pun akan melihat dan
merasakan
buahnya.
Setiap masalah dalam rumah tangga bisa menjadi
rumit dan bisa juga menjadi sederhana,tentu
bergantung bagaimana kondisi hati
kita yang kita miliki, yang akhirnya membuat kita harus
memutuskan langkah
bagaimana menyikapinya. Padahal,bagi kita kuncinya hanya satu : sesungguhnya tak
ada masalah dengan masalah karena yang menjadi masalah adalah cara kita yang
salah dalam menyikapi masalah.
Oleh sebab itu, hati yang bersih adalah
bekal utama keempat yang harus dimiliki oleh para
pelaku rumah tangga,
setelah memiliki bekal ilmu , amal,dan keiklasan. Bersih hati,tidak
bisa
tidak, akan menjadi senjata pamungkas dalam menyiasati serumit dan
sesulit apapun masalah yang muncul dalam sebuah keluarga. Adapun buahnya hampir
dapat dipastikan adalah rumah tangga yang tenang tenteram, penuh cinta kasih ,
dan selalu saling mengingatkan dalam hal mendekatkan diri kepada Allah Azza wa
Jalla. Sedangkan rumah tangga yang di dalamnya banyak disebut nama Allah, banyak
dikumandangkan ayat-ayat -Nya, dan mampu menyempurnakan ikhtiar dalam mencari
jalan keluar atas setiap masalah,niscaya akan menjadi keluarga yang sangat dekat
dengan pertolongan–Nya dan akan menjadi suri tauladan bagi yang
lain.
Subhanallah! Ujian dan masalah rumah tangga memang akan datang
setiap saat, suka atau tidak
suka. Namun,bagi suami dan istri yang berhati
bersih ,semua itu akan disikapi sebagai nikmat
dari Allah yang Maha Pengasih
dan Penyayang. Karena, bagaimanapun dibalik setiap ujian dan
masalah itu
pasti terkandung hikmah yang luar biasa mengesankan, yang akan
semakin
meningkatkan,kedewasaan dan kearifan, sekiranya mampu menyikapi
segalanya dengan tepat , yang hal ini justru lahir dari hati yang bening dan
bersih dari segala noktah-noktah kekotoran hawa nafsu.
Ujian dan
persoalan hidup yang menimpa justru benar-benar akan membuat kita semakin
merasakan indahnya hidup ini karena yakin bahwa semua itu merupakan perangkat
kasih sayang Allah, yang membuat sebuah rumah tangga tampak semakin bermutu.
Tidak usah heran, sehebat apapun kesulitan hidup yang menimpa, sungguh bagaikan
air di relung lautan yang dalam.
Tidak usah heran, sehebat apa pun
kesulitan hidup yang menimpa , sungguh bagaikan air di relung
lautan yang
dalam. Tidak akan pernah terguncang meski ombak dan badai saling menerjang.
Pun
laksana karang yang tegak tegar, yang tak akan pernah bergeser saat
dihantam gelombang sedahsyat apapun. Sekali-kali tidak akan terbersit rasa putus
asa ataupun keluh kesah berkepanjangan.
Memang, betapa luar biasa para
penghuni rumah tangga yang memiliki hati yang bersih. Nikmat
datang tak akan
pernah membuatnya lalai dari bersyukur. Andai pun musibah yang menerjang,
ia
akan mampu menegndalikan kayuh bahtera dengan tenang. Subhanalloh, sungguh
teramat menegesankan.
Wallahu a’lam Bisshowab.