Woven Batik Shirt: Woven Batik Casual Shirt. Collection of woven batik, this casual shirt bu Men's Top came with batik pattern with contrast color combination, look trendy in this batik shirt, now you can wear batik for every occasion since this one look so trendy.
Woven Batik Shirt
Sabtu, 11 Oktober 2014 | by Jakabg123
Jurnalisme Dakwah
Sabtu, 30 Agustus 2014 |
Label:
Artikel,
Cerpen,
kultum,
Makalah,
Proposal,
Skripsi,
Tips dan Trik
by jakbilgum
PENDAHULUAN
Jurnalistik adalah ilmu yang
meliputi kegiatan mulai dari peliputan berita, samapi pada hal penyebarannya
pada khalayak. Dengan kata lain jurnalistik juga dipahami sebagai sebuah
kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan dan penyampaiaan berita kepada masyarakat
lewat saluran media tertentu.
Saat ini jurnalistik adalah ilmu
yang berhubungan tidak hanya dengan media cetak (surat kabar, majalah dan
lain-lain), tetapi telah meluas menjadi media elektronik seperti televisi dan
radio.Berdasarkan media yang digunakan, jurnalistik merupakan sebuah cabang
ilmu yang memiliki beberapa jenis media, misalnya jurnalistik cetak (print
journalism), dan elektronik (electronic journalism), bahkan sekarang
sudah berkembang secara tersambung (online journalism).
Jurnalistik
merupakan bagian dari dunia mahasiswa yang sudah tidak asing lagi. Perlunya
mahasiswa dalam memperlajari jurnalistik akan membawa banyak dampak positif,
salah satunya adalah keterampilan mereka di dalam mengelola media massa,
sehingga peluang mahasiswa untuk terjun ke dunia jurnalistik terbuka lebar.
Dengan menulis mahasiswa bisa melukiskan dan menceritakan seluruh isi dunia
yang bisa memberikan pengetahuan dan inspirasi bagi khalayak.
Mahasiswa
fakultas dakwah dan komunikasi yang hususnya jurusan jurnalistik yang
bekerjasama dengan mahasiswa fakultas mengadakan pelatihan jurnalistik yaitu
yang bertepatan di aula fakultas yang di ikuti oleh tiap jurusan masing masing
jurusan mendelegasikan 5 orang. Acara
pelatihan ini berlangsung selama 3 hari, banyak sekali materi yang disampaikan
pemateri atau ilmu-ilmu baru yang saya temui, jurnalistik bisa dilihat dari
beberapa aspek, jurnalistik 2000 tahun berkembang daerah barat, namun dari
persi lain 3000 th lalu jurnalistik sudah di temukan oleh orang orang timur, yang
katanya pada waktu itu umat muslim yang pertama kali menemukan jurnalistik,
journalistik yaitu banyak sekali bentuknya muali dari media cetak elektronik,
media masa, namun yang masih menjadi pedebatatan yaitu media online, apakah
termasuk jurnalistik atau bukan, ada yang berpendapat bukan jurnalistik di
karnakan tidak mewakili lembaga ketika adanya terjadi permasalahan maka tidak
ada yang bertanggung jawab, dan media media online pun mejadi hak milik yang
bersifat pribadi, contoh nya seperti facebook, twitter dan sebagainya.
Pada
hari pertama dan kedua kegiatan pelatihan masih berlangsung d aula fakultas,
namu serunya pada hari ke dua kita di berangkatkan ke tempat perccetakan Koran
PR, kita di kenalkan dengan direktur dan para staf bagiannya beserta kinerja
masing masing karywannya, kami juga di kenalkan dengan ruang kerja para editor.
JURNALISME DASAR
DAN SISTEM INFORMASI PASAR
Tujuan
utama jurnalisme adaalah menyediakan informasi yang dibutuhkan warga agar
mereka hidup bebas dan mengatur diri sendiri (Bill Kovach dan Tom Rosenstilel)
Tugas reporter
Reporter
harus dapat membuat hal penting menjadi menarik dan relvan.
Penting diperhatikan
·
Sebeapa
berpengaruh kejadian itu ?
·
Apakah
menyebabkan atau berkemungkinan menyebabakan kerugian besar atau ke untungan
besar bagi sebagian besar orang?
·
Makin banyak
orang yang terdampak makin penting kejadian itu
Menarik
·
Timeless: setiap
berita harus sesuatu yang baru, karena berita adalah memberi tahu karena berita
adalah memberi tahu orang tentang apa yang belum mereka mengetahui
·
Persentasi
format apa yang paling evektif dalam penyampaian pesan dan informasi.
Relvan
·
Hal yang
terpenting bahwa infoermasi itu harus memiliki artitertentu bagi pembaca
·
Orang yang
tertarik membaca ada kejadian yang berpengaruh terhadap mereka
Nalai berita
·
Dampak: jumlah
otrang berpotensi terhadap berita misalnya kebijakan kenaikan harga gabah akan
lebih berdampak dibandingkan dengan kenaikan harga daging sapi
·
Kebaruan setiap
berita harus memiliki sesuatu yang baru, karena berita memberitahu oorng
tentang apa yang mereka belum ketahui.
·
Prominence;
untuk kejadian yang sama orang terkenal dengan liputan yang lebih besar.
·
Proximity:cerita
ysng berasda dekat dalam lingkungan sendiri lebih memiliki tempat dibandinkan
berita yang jauh.
·
Bizzareness:berita
unik akan lebih menyita perhatian pembaca.
·
Konflik.
News making
Jurnalisme adalah sebuah discipline
pencarian,pengumpulan, penulis data dan informasi
Proses
Produksi Berita
uli
Prinsip penulisan
·
Get it
right,write it tight fakta digali secara benar dan tertulis secara ringkas dan
jelas
·
Show it, don,t
tell it tunjukan/gambarka ukan katakana
Tell the story
Apa
yang terjadi? Who?
Siapa
yang terlibat what?
Dimana
kejadianya where?
Kapan
itu terjadi when?
Mengapa
itu terjadi why?
Bagaimana
kejadianya how?
Kenali
medianya
Media cetak
Suatu arahan padat modal long lasting,
jenis media yang dibedakan dari priode penerbitan isi informs bentuk fisik
serta segmen pembqcanya.
Mediabaru
Interaktif
bisa diakses apa saja diaman saja selalu apdate
Media cetak
Bulletin
|
Madding
|
Koran
|
Majalah
|
Buku
|
Hanya 1-2 halam kertas
|
Berisi karya teks dan gambar
|
Terbit berkala
|
Terbit berkala
|
Bahasan sangat mendalam tentang sebuah
tema
|
Isi simple
|
Dikerjakan beramai ramai
|
Berisi sesuatu yang baru dan fresh
|
Bahasan topic lebih leluasa
|
Padat modal
|
Biaya murah
|
Murah
|
Masa kadaluarsa singkat
|
Memiliki segmentasi pembaca tertentu
Harga agak mahal
|
Long lasting
|
Sangat peraktis
|
Lebih sperti pengumuman
|
Kebanyakan menghapus cerita dibalik
berita
|
|
Collectible
|
Terbit berkala
|
|
|
|
|
Media baru
Web
|
Blog
|
Media
sosial
|
Bersifat independen
|
Lebih interaktif
|
Lebih popular
|
Biasanya dikelola oleh propesional
|
User friendly
|
Lebih mudah digunakan dan mudah
diakses
|
Lebih variatif
|
Digunakan scara bersamaan dengan
penggunaan lain
|
Lebih “gaul”
|
Asisten redaktur
Bandung
Raya Pikiran Rakyat, Deni Yudiawan (berdiri), menyampaikan materinya pada
Pelatihan Jurnalistik dan Sistem Informasi Pasar Pertanian di Gedung Korpri,
Kompleks Pemerintah Kabupaten Bandung, Kecamatan Soreang. Kegiatan yang diselenggarakan Pikiran Rakyat
dan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) tersebut untuk meningkatkan
potensi informasi pertanian di Kabupaten Bandung.
Sebuah terobosan dilakukan Himpunan Kerukunan
Tani Indonesia (HKTI) Kab. Bandung dan Harian Pikiran Rakyat ("PR")
dengan mengadakan pelatihan jurnalistik dan sistem informasi pasar pertanian. Pelatihan
dilakukan karena sampai saat ini para petani masih terjebak pada mekanisme
pasar tradisional sehingga sering mengalami kerugian.
Apabila
sedang panen raya pasti harga produk pertanian akan jatuh. Dengan adanya
informasi membuat para petani bisa mengetahui kondisi pertanian di
daerah-daerah lainnya agar tidak panen bersamaan," kata Ketua HKTI Kab.
Bandung, H. Sofian Nataprawira, di Gedung Kopri Kab. Bandung
Padahal,
sektor pertanian termasuk perkebunan, hortikultura, dan kehutanan menjadi
tulang punggung masyarakat. "Daya saing pertanian Kab. Bandung cukup
tinggi apalagi kab. Bandung merupakan sentra sayur mayur seperti di
Pangalengan, Kertasari, Ciwidey, dan Rancabali," katanya.
Sektor
pertanian juga menyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang besar.
"Demikian pula dengan sumbangan pertanian terhadap Indeks Pembangunan
Manusia (iPM) juga besar. IPM Kab. Bandung saat ini mencapai 74,2, namun
kenyataan di masyarakat bisa berbeda," katanya.
LAMPIRAN
PELATIHAN JURNALISTIK
Tahun:
|
2013
|
Komponen:
|
Sumber Informasi
|
Sub Komponen:
|
Pengembangan Pusat Informasi
|
Propinsi:
|
Bandung barat
|
Judul:
|
Pelatihan jurnalistik
|
Pelaksana:
|
Pusat Data dan Informasi Pertanian
|
Penanggung Jawab:
|
H.Sofyan Nataprawira
|
Nara Sumber:
|
- yudi irawan
-
|
Tanggal Pelaksanaan:
|
16-18 januari 2013
|
Tempat:
|
Gedung aula fakultas Dakwah dan komunikasi.
|
Materi:
|
Materi pelatihan meliputi:
-teknik membuat berita
-tata cara penulisan
-proses produksi berita
-memberikan informasi pada
petani ketika saat akan panen
-upaya penyaluran hasil
produksi pertanian.
|
Sasaran Peserta:
|
Perkebunan Kabupaten bandung barat, meliputi
daerah, pangalengan, kertasari, ciwidey dan Ranca bali
|
Metode :
|
- Pemaparan materi
Diskusi dan
tanya jawab
- Teori dan praktek computer
- Analisis dan evaluasi
|
Manfaat
|
Melalui kegiatan ini, diharapkan tenaga pengelola
informasi pasar dapat melakukan inputing data informasi pasar secara offline,
melakukan verifikasi data, dan sekaligus melaksanakan pengiriman data secara
online.
|
KESIMPULAN
Dari pelatihan yang saya ikuti saya mengambil kesimpulan
bahwa, pelatihan ini ditunjukan untuk para calon jurnalisme yang ingin meliput
berita,tata cara peroduksi berita, cara pembuatan berita, perinsip penulisan
dan masih banyak lainya. Pelatihan ini diadakan di daerah sorengan karena tidak
hanya para calon jurnalisme saja tapi bekerja sama dengan Himpunan Kerukunan
Tani Indonesia (HIKTI). Upaya ini dilakukan agar para peliput berita bisa
memberikan informasi yang relepan kepada para petani yang ada didaerah Kabupaten
Bandung Barat khususnya daerah Ranca Bali, Ciwidey, Kertasari dan Pangalengan.
Adanya pelatihan ini mendorong kepada para petani dan
jurnalis agar memberikan informasi kepada para petani yang tergolong petani
suka terjebak pada pasar teradisional. Maka yang harus dilakukan petani harus
update tentang informasi pertanian agar nilai jual tidak selalu rendah dan bisa
mengetahi agar banyaknya sayuran bisa tidak sama dalam menanam. Maka dari
berbagai poten pertanian yang ada di kabupaten bandung bisa lebih sejahtera dan
bisa meningkatkan produksi yang lebih melimpah.
Sejarah Filsafat
Kamis, 28 Agustus 2014 |
Label:
Artikel,
Cerpen,
kultum,
Makalah,
Proposal,
Skripsi,
Tips dan Trik
by Jakabg123
BAB
I
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Filsafat
Pada dasarnya filsafat memiliki sejarah dimana
manusia mulai berfikir secara mendalam tentang hakekat keberadaanya mengapa ia
ada, untuk untuk apa ia ada, dan siapa siapa yang menciptkan dia. Dan pada manusia terus-menerus berfikir sampai batas
di atas batas akal yang mana tidak bisa bisa mengunakan rasio atu yang mudah
disebut dengan istilah iman yakni percaya bahwa dia dibuat oleh sang pencipta.
Tapi tidak tahu bagaimana bentuk penciptanya apakah sama dengan bentuknya dia
yang berbentuk jisim ataukah tidak sama sebenarnya hal inilah diluar batas
kemampuan berfikir manusia.
Adapun sejarah Filsafat ada dua yaitu Sejarah
Filsafat umum dan Sejarh Filsafat islam.
1.
Sejarah Filsafat Umum
Filsafat,
terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke-7 SM.
Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan
keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan
diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di
daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir.
Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada
kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Orang
Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta,
sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani yang terbesar
tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato
sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa
sejarah filsafat tidak lain hanyalah “komentar-komentar karya Plato belaka”.
Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
Pada
saat inilah, para filsofof kemudian mencoba memandang dunia dengan cara yang
lain yang belum pernah dipraktekkan sebelumnya, yaitu berpikir secara ilmiah.
Dalam mencari keterangan tentang alam semesta, mereka melepaskan diri dari
hal-hal mistis yang secara turun-temurun diwariskan oleh tradisi. Dan
selanjutnya mereka mulai berpikir sendiri. Di balik aneka kejadian yang diamati
secara umum, mereka mulai mencari suatu keterangan yang memungkinkan mereka
mampu mengerti kejadian-kejadian itu. Dalam artian inilah, mulai ada kesadaran
untuk mendekati problem dan kejadian alam semesta secara logis dan rasional.[1][1]
Pada umumnya pendpat mengatakan bahwa lahirnya
perkembangan dalam pikir Yunani kuno dimulai sejak abad 6 sebelum Masehi. Dan
sejarah filsafat terbagi menjadi beberpa bagian sebagai berikut :
1.
Abad Yunani
kuno ( 6 abad sebelum masehi sampai 4 abadsebelum masehi).
2.
Abad
pertengahan ( abad 4 sampai abad 12).
3.
Abad
kebangkitan(abad ke 12 sampai akhir abad 15).
4.
Abad baru (
abad ke 16 sampai abad ke 19).
Dan seperti diketahui bahwa pelaku Filsafat
adalah akal, dan musuh (patner)-nya adalah hati, rasa.pertengtangan atau kerja
sama antara akal dan hatiitulah pada dasarnya isi sejarah Filsafat. memang
pusat kendali manusia terletak di tiga tempat, yaitu indra, akal, dan hati.
Namun akal dan hatilah yang menentukan.
Didalam sejarah filsafat akal pernah menang,
pernah kalah, hati pernah berjaya, jug pernah kalah, pernah juga kedua-duanya
sama menang. Diantara keduanya, dalam sejarah, telah terjadi pergumulan
tersebut dominasi dalam mengendalikan
manusia.
Yang dimaksud akal disini ialah akal logis yang
bertempat dikepala, sedangkan hati kira-kira
bertempat di dalam dada.akal itulah yang mengjasilkan pengetahuan logis
yang disebut Filsafat. Sedangkan hati menghasilkan pengetahuan supralogis yang
disebut pengetahuan mistik, iman termasuk disini.
Ciri umum Filsafat Yunani adalah rasionalisme.
Rasionalisme Yunani itu mencapai puncaknya pada orang-orang sofis.[3][3]
2.
Filsafat islam
Pemikiran
filsafat masuk ke dalam Islam melalui filsafat Yunani yang dijumpai kaum
Muslimin pada abad ke-8 Masehi atau abad ke-2 Hijriah di Suriah, Mesopotamia,
Persia, dan Mesir.
Dalam
Ensiklopedi Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve dijelaskan bahwa kebudayaan
dan filsafat Yunani masuk ke daerah-daerah itu melalui ekspansi Alexander
Agung, penguasa Macedonia (336-323 SM), setelah mengalahkan Darius pada abad
ke-4 SM di kawasan Arbela (sebelah timur Tigris).
Alexander
Agung datang dengan tidak menghancurkan peradaban dan kebudayaan Persia, bahkan
sebaliknya, ia berusaha menyatukan kebudayaan Yunani dan Persia. Hal ini telah
memunculkan pusat-pusat kebudayaan Yunani di wilayah Timur, seperti Alexandria
di Mesir, Antiokia di Suriah, Jundisyapur di Mesopotamia, dan Bactra di Persia.
Pada
masa Dinasti Umayyah, pengaruh kebudayaan Yunani terhadap Islam belum begitu
nampak karena ketika itu perhatian penguasa Umayyah lebih banyak tertuju kepada
kebudayaan Arab. Pengaruh kebudayaan Yunani baru nampak pada masa Dinasti
Abbasiyah karena orang-orang Persia pada masa itu memiliki peranan penting
dalam struktur pemerintahan pusat.
Para Khalifah Abbasiyah pada mulanya
hanya tertarik pada ilmu kedokteran Yunani berikut dengan sistem pengobatannya.
Tetapi kemudian mereka juga tertarik pada filsafat dan ilmu pengetahuan
lainnya. Perhatian pada filsafat meningkat pada zaman Khalifah Al-Makmun (198-218 H/813-833 M). memang pemasukan Filsafat Yunani ke
dalam islam lebih banyak terjadi melalui kota irak apda umumnya. Disinilah
timbul gerakan penerjemahan buku-buku Yunani kedalam bahasa Arab atas dorongan
khalifah Al-Mansur dan kemudlam bahasaian kahalifah Harun Ar-Rasyid. Kegiatan
ini meningkat pada masaKhalifah Al-Makmun, putra Haru Ar-Rasyidyang dikenal
dengan zaman penerjemahan.
Sebenarnya
penerjemahan buku-buku kedalam bahasa Arab sudah mulai sejak pemerintahan
dinasti Umayyah. Kegiatan ini diseponsori oleh Khalid ibnu yazidketika itu
buku-buku dan kedokteran.[4][4]
B. Kaum sofis
Nama “Sofis” (sophistes) tidak dipergunakan
sebelum abad ke-5. Arti yang tertua adalah “seorang yang bijaksana” atau
“seorang yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu”. Agak cepat kata ini
dipakai dalam arti “sarjana” atau “cendekiawan”. Herodotos memakai nama sophistes
untuk Pythagoras. Pengarang Yunani yang bernama Androtion (abad ke-4 SM)
mempergunakan nama ini untuk menunjukkan “ketujuh orang bijaksana” dari abad
ke-6 dan Sokrates. Lysias, ahli pidato Yunani yang hidup sekitar permulaan abad
ke-4 memakai nama ini untuk Plato. Tetapi dalam abad ke-4 nama philosophos
menjadi nama yang biasanya dipakai dalam arti “sarjana” atau “cendikiawan”,
sedangkan nama sophistes khusus dipakai untuk guru-guru yang berkeliling
dari kotake kota dan memainkan peranan penting dalam masyarakat Yunani sekitar
paruh kedua abad ke-5. Di sini kita juga mempergunakan kata “Sofis” dalam arti
terakhir ini.
Pada kemudian hari nama “Sofis” tentu tidak harum.
Akibatnya masih terlihat dalam bahasa-bahasa modern. Dalam bahasa Inggris
misalnya kata “sophist” menunjukkan seseorang yang menipu orang lain dengan
mempergunakan argumentasi-argumentasi yang tidak sah. Cara berargumentasi yang
dibuat dengan maksud itu dalam bahasa Inggris disebut “sophism” atau
“sophistery”. Terutama Sokrates, Plato, dan Aristoteles dengan kritiknya pada
kaum Sofis menyebabkan nama “Sofis” berbau jelek. Salah satu tuduhan adalah
bahwapara Sofis meminta uang untuk pengajaran yang mereka berikan. Dalam dialog
Protagoras, Plato mengatakan bahwa para Sofis merupakan “pemilik warung
yang menjual barang rohani” (313 c). Dan Aristoteles mengarang buku yang
berjudul Sophistikoi elenchoi (cara-cara berargumentasi kaum Sofis);
maksudnya, cara berargumentasi yang tidak sah. Demikian para Sofis memperoleh
nama jelek, hal mana masih dapat dirasakan sampai pada hari ini, sebagaimana
nyata dengan contoh-contoh dari bahasa Inggris tadi.
Faktor-faktor
yang menjelaskan munculnya Sofistik
Aliran yang disebut Sofistik tidak merupakan suatu
mazhab, para sofis tidak mempunyai ajaran bersama. Sebaliknya Sofistik dipandang
sebagai suatu aliran atau pergerakan dalam bidang intelektual yang disebabkan
beberapa faktor yang timbul dalam masyarakat Yunani pada zaman itu. Berikut
faktor-faktor yang menjelaskan munculnya Sofistik:
1. Sesudah perang Parsi selesai (tahun 449 SM), Athena
berkembang pesat dalam bidang politik dan ekonomi. Di bawah pimpinan Perikles polis
inilah yang menjadi pusat seluruh dunia Yunani. Sampai saat itu Athena belum
mengambil bagian dalam filsafat dan ilmu pengetahuan yang sedang berkembang
sejak abad ke-6. Tetapi sering kali dalam sejarah dapat disaksikan bahwa negara
atau kota yang mengalami zaman keemasan dalam bidang politik dan ekonomi
menjadi pusat pula dalam bidang intelektual dan kultural. Demikian halnya juga
dengan kota Athena. Kita sudah melihat bahwa Anaxagoras adalah figur pertama
yang memilih Athena sebagai tempat tinggalnya. Para Sofis tidak membatasi
aktivitasnya pada polis Athena saja. Mereka adalah guru-guru yang
bepergian keliling dari satu kota ke kota lain. Tetapi Athena sebagai pusat
kultural yang baru mempunyai daya tarik khusus untuk kaum Sofis. Protagoras
misalnya, yang dari sudut filsafat boleh dianggap sebagai tokoh yang utama
antara para Sofis, sering-sering mengunjungi Athena.
2. Faktor lain yang dapat membantu untuk memahami
timbulnya gerakan Sofistik adalah kebutuhan akan pendidikan yang dirasakan di
seluruh Hellas pada waktu itu. Sudah kami utarakan bahwa bahasa merupakan alat
politik yang terpenting dalam masyarakat Yunani. Sukses tidaknya dalam bidang
politik sebagian besar tergantung pada kemahiran berbahasa yang diperlihatkan
dalam sidang umum, dewan harian atau sidang pengadilan. Itu teristimewa benar
dalam masa yang dibahas di sini, karena hidup politik sangat diutamakan.
Khususnya di Athena, yang sekarang mengalami puncaknya sebagai polis
yang tersusun dengan cara demokratis. Itulah sebabnya tidak mengherankan bahwa
orang muda merasakan kebutuhan akan pendidikan serta pembinaan, supaya nanti
mereka dapat memainkan peranannya dalam hidup politik. Sampai saat itu
pendidikan di Athena tidak melebihi pendidikan elementer saja. Kaum Sofis
memenuhi kebutuhan akan pendidikan lebih lanjut. Mereka mengajarkan ilmu-ilmu
seperti metematika, astronomi, dan terutama tata bahasa. Mengenai ilmu yang
terakhir ini mereka boleh dipandang sebagai perintis. Dan tentu saja, kaum
Sofis juga mempunyai jasa-jasa besar dalam mengembangkan ilmu retorika atau
berpidato. Selain dari pelajaran dan latihan untuk orang muda, mereka juga
memberi ceramah-ceramah dengan cara populer untuk khalayak ramai yang lebih
luas.
Dari uraian di atas ini boleh ditarik kesimpulan bahwa
kaum Sofis untuk pertama kali dalam sejarah menggelar pendidikan untuk orang
muda. Dari sebab itu paideia (kata Yunani untuk “pendidikan”) dapat
dianggap sebagai suatu penemuan Yunani. Itulah salah satu jasa yang besar
sekali, yang pengaruhnya masih berlangsung terus sampai dalam kebudayaan
modern.
3. Faktor ketiga yang mempengaruhi timbulnya aliran
Sofistik boleh dilukiskan sebagai berikut. Karena pergaulan dengan banyak
negara asing, orang Yunani mulai menginsyafi bahwa kebudayaan mereka berlainan
dari kebudayaan-kebudayaan lain. Kebudayaan Yunani terletak di tengah
kebudayaan-kebudayaan yang coraknya sangat berlainan. Dapat terjadi bahwa apa
yang dengan tegas ditolak dalam kebudayaan yang satu, sangat dihargai dalam
kebudayaan yang lain. Sejarawan Yunani Herodotos yang hidup pada zaman ini dan
banyak bepergian ke negeri-negeri lain, telah menuliskan pengalaman itu dengan
cukup jelas, dan ia menyetujui pendirian penyair Pindaros bahwa adat-istiadat
adalah segala-galanya. Pengalaman itu menampilkan banyak pertanyaan. Apakah
peraturan-peraturan etis, lembaga-lembaga sosial dan tradisi-tradisi religius
hanya merupakan suatu kebiasaan atau konvensi saja? Apakah kesemuanya itu hanya
kebetulan tersusun begitu? Apakah mungkin suatu susunan yang sama sekali
berlainan? Para Sofis akan merumuskan persoalan ini dengan bertanya: apakah
peraturan etis beralaskan adat kebiasaan (nomos) atau beralaskan kodrat (physis)?
Pada umumnya para Sofis akan menjawab bahwa hidup sosial tidak mempunyai dasar
kodrati. Sampai-sampai Protagoras tidak ragu-ragu mengatakan bahwa manusia
adalah ukuran untuk segala sesuatu. Dengan demikian kaum Sofis jatuh dalam relativisme
di bidang tingkah laku etis dan di bidang pengenalan. Dengan relativisme
dimaksudkan pendirian bahwa baik buruk dan benar salah itu bersifat relatif
saja. Atau dengan kata lain, baik buruk dan benar salah tergantung pada manusia
bersangkutan. Sokrates dan Plato dengan tajam sekali akan mengkritik pendirian
itu. Tetapi dapat dibayangkan bahwa kaum Sofis mengalami sukses besar dengan
anggapannya yang menentang tradisi-tradisi tua, terutama dalam kalangan kaum
muda. Dalam hal ini angkatan muda Yunani tidak berbeda banyak dengan angkatan
muda pada zaman lain, karena mereka selalu cenderung membuang yang kolot dan
memihak kepada yang serba baru.
Pengaruh aliran Sofistik
Dalam uraian-uraian sejarah filsafat, kaum Sofis tidak
selalu dipandang dengan cara yang sama. Kadang-kadang dikemukakan pertimbangan
yang agak negatif. Tetapi dalam uraian-uraian lain kaum Sofis direhabilitasikan
lagi dengan penilaian yang lebih positif. Pada aliran Sofistik sendiri terdapat
dua aspek yang menampilkan penilaian yang berbeda-beda itu.
Di satu pihak gerakan para Sofis menyatakan krisis
yang tampak dalam pemikiran Yunani. Rupanya pada waktu itu orang merasa jemu
dengan sekian banyak pendirian yang telah dikemukakan dalam filsafat
prasokratik. Reaksinya adalah skeptisisme yang dianut oleh para Sofis.
Kebenaran diragukan dan dasar ilmu pengetahuan sendiri digoncangkan
(Protagoras, Gorgias). Dengan itu, Sofistik pasti mempunyai pengaruh negatif
atas kebudayaan Yunani waktu itu. Banyak nilai tradisional dalam bidang agama
dan moralitas mulai roboh. Peranan polis sebagai kesatuan sosial-politik
mulai merosot, karena kaum Sofis memajukan suatu orientasi pan-Hellen. Tekanan
pada ilmu berpidato dan kemahiran berbahasa menampilan bahaya bahwa teknik
berpidato akan dipergunakan untuk maksud-maksud jahat. Kalau prinsip
Protagoras, yakni “membuat argumen yang paling lemah menjadi yang paling kuat”,
dikaitkan dengan relativisme dalam bidang moral, maka dengan sendirinya jalan
terbuka untuk penyalahgunaan itu. Sofis-sofis yang besar seperti Protagoras dan
Gorgias tidak menyalahgunakan ilmu berpidato untuk maksud-maksud jahat. Mereka
adalah orang yang dihoramati oleh umum karena moralitas yang bermutu tinggi.
Hal yang sama tidak bisa dikatakan mengenai semua Sofis lain.
Akan tetapi, di lain pihak aliran Sofistik pasti juga
mempunyai pengaruh yang positif atas kebudayaan Yunani. Bahkan boleh dikatakan
bahwa para Sofis mengakibatkan suatu revolusi intelektual di Yunani. Gorgias
dan Sofis-sofis lain menciptakan gaya bahasa yang baru untuk prosa Yunani.
Sejarawan-sejarawan Yunani yang besar, seperti Herodotos dan Thukydides,
dipengaruhi secara mendalam oleh pemikiran Sofistik. Pandangan hidup kaum Sofis
bergema juga pada dramawan-dramawan yang tersohor seperti Sophokles dan
terutama Euripides. Dan kami sudah menyebut sebagai jasa-jasa Sofistik bahwa
mereka mengambil manusia sebagai objek bagi pemikiran filsafat dan bahwa mereka
meletekkan fundamen untuk pendidikan sitematis bagi kaum muda. Tetapi jasa
mereka yang terbesar ialah bahwa mereka mempersiapkan kelahiran filsafat baru.
Sokrates, Plato dan Aristoteles akan merealisasikan filsafat baru itu.[5][5]
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
Diawal sudah dijelaskan bahwa sejarah munculnya
filsafat umu atau Yunani kuno itu
bertepatan pada kira-kira abad ke-7 SM. Filsafat
muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan
alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri
kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Pemikiran filsafat masuk ke dalam Islam
melalui filsafat Yunani yang dijumpai kaum Muslimin pada abad ke-8 Masehi atau
abad ke-2 Hijriah di Suriah, Mesopotamia, Persia, dan Mesir.
Nama “Sofis” (sophistes) tidak dipergunakan
sebelum abad ke-5. Arti yang tertua adalah “seorang yang bijaksana” atau
“seorang yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu”. Agak cepat kata ini
dipakai dalam arti “sarjana” atau “cendekiawan”. Herodotos memakai nama sophistes
untuk Pythagoras. Pengarang Yunani yang bernama Androtion (abad ke-4 SM)
mempergunakan nama ini untuk menunjukkan “ketujuh orang bijaksana” dari abad
ke-6 dan Sokrates. Lysias, ahli pidato Yunani yang hidup sekitar permulaan abad
ke-4 memakai nama ini untuk Plato. Tetapi dalam abad ke-4 nama philosophos
menjadi nama yang biasanya dipakai dalam arti “sarjana” atau “cendikiawan”,
sedangkan nama sophistes khusus dipakai untuk guru-guru yang berkeliling
dari kotake kota dan memainkan peranan penting dalam masyarakat Yunani sekitar
paruh kedua abad ke-5. Di sini kita juga mempergunakan kata “Sofis” dalam arti
terakhir ini.
DAFTAR PUSTAKA
AM Suhar, Filsafat Umum, Gaung Persada Press, Jakarta, 2009
Zar Sirajuddin, Filsafat islam, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004
Tafsir Ahmad, Filsafat Umum, Remaja Rosdkarya,
Bandung, 1993
SEJARAH
FILSAFAT DAN KLASIFIKASINYA
SEJARAH
FILSAFAT DAN KLASIFIKASINYA
Filsuf adalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu
dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Ringkasnya filsafat adalah hasil akal
seseorang manusia yang memikirkan dan mencari suatu kebenaran dengan
sedalam-dalamnya. Filsafat merupakan ilmu yang mempelajari dengan
sungguh-sungguh hakekat kebenaran segala sesuatu.[1]
Dari sudut pandang lainnya Raghib al-Asfahani mengatakan
bahwa ilmu dapat pula dibagi menjadi dua bagian yaitu ilmu rasional dan
dokrinal. Ilmu rasional adalah ilmu yang didapat dengan akal dan penelitian,
sedangkan ilmu dokrinal merupakan ilmu yang didapatkan dengan memberitakan
wahyu dan nabi.[2]
Kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta,
dan kata sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian secara bahasa
filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Dalam hubungan ini,
Al-Syaibani berpendapat bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan
cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya
dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Untuk ini ia mengatakan bahwa
filsafat berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia.[3]
Dalam
pengertian yang lebih luas, Harold Titus mengemukakan pengertian filsafat
sebagai berikut:
a.Filsafat
adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara kritis.
b.Filsafat
ialah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang
sangat kita junjung tinggi.
c.Filsafat
adalah usaha untuk mendpatkan gambaran keseluruhan.
d.Filsafat
ialah analisis logis dari bahasan dan penjelasan arti konsep.
e.Filsafat
ialah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian manusia dan
dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat (Jalaluddin dan Said, 1994: 9).
Selanjutnya, Imam Barnadib menjelaskan filsafat sebagai
pandangan yang menyeluruh dan sistematis. Menyeluruh, karena filsafat bukan
hanya pengetahuan, melainkan juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai di
balik pengetahuan itu sendiri. Dengan pandangan yang lebih terbuka ini,
hubungan dan pertalian antara semua unsure yang mengarahkan perhatian dan
kedalaman mengenai kebajiakan dimungkinkan untuk dapat ditemukan. Sistematis,
karena filsafat menggunakan berfikir secara sadar, teliti, dan teratur sesuai
dengan hukum-hukum yang ada (Imam Barnadib, 1994: 11-12). Karena itu, menurut
Harun Nasution, filsafat ialah berfikir menurut tata tertib (logika), bebas
(tidak terikat pada tradisi, dogma, serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya
sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan (Nasution, 1973: 24).
Berfikir yang seperti ini, menurut Jujun S. Suriasumantri,
adalah sebagai karekteristik dan berfikir filosofis. Ia berpandangan bahwa
berfikir filsafat merupakan cara berfikir radikal, sistematis, menyeluruh, dan
mendasar untuk sesuatu permasalahan yang mendalam. Begitu pun berfikir secara
spekulatif, termasuk dalam rangkaian berfikir filsafat. Maksud berfikir
spekulatif di sini adalah berfikir dengan cara merenung, memikirkan segala
sesuatu sedalam-dalamnya, tanpa keharusan adanya kontak langsung dengan objek
sesuatu tersebut. Tujuannya adalah untuk mengerti hakikat sesuatu (Muhammad
Noor Syam, 1986: 25).
Karena pemikiran-pemikiran yang bersifat filsafat didasarkan
atas pemikiran yang bersifat spekulatif, maka nilai-nilai kebenaran yang
dihasilkannya juga tak terhindarkan dari kebenaran yang spekulatif. Hasilnya
akan sangat tergantung dari pandangan filosof yang bersangkutan. Oleh karena
itu, pendapat yang baku dan diterima oleh semua orang agak sulit diwujudkan.
Padahal kebenaran yang ingin dicapai oleh filsafat ialah kebenaran yang bersifat
hakiki, hingga nilai kebenaran tersebut dapat dijadikan pandangan hidup
manusia.[4]
2.
Klasifikasi Filsafat
Diseluruh dunia, banyak orang yang menanyakan pertanyaan
yang sama dan membangun tradisi filsafat, menggapi dan meneruskan banyak
karya-karya sesama mereka. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan
menurut daerah geografis dan budaya. Pada dewasa ini, filsafat biasa dibagi menjadi
tiga:[5]
1.
Filsafat Barat
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara
akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka.
Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno.
Menurut Takwin (2001) dalam pemikiran barat konvensional
pemikiran yang sistematis, radikal, dan kritis seringkali merujuk pengertian
yang ketat dan harus mengandung kebenaran logis. Misalnya aliran empirisme,
positivisme, dan filsafat analitik memberikan kriteria bahwa pemikiran dianggap
filosofis, jika mengandung kebenaran korespondensi dan koherensi. Korespondensi
yakni sebuah sebuah pengetahuan dinilai benar, jika pernyataan iu sesuai
denngan kenyataan empiris. Contoh: jika pernyataan “Saat ini hujan turun”,
(benar, jika indra kita menangkap hujan turun, dan salah, jika tidak turun).
Koherensi berarti sebuah pernyataan dinilai benar, jika pernyataan itu
mengandung koherensi logis (dapat diuji dengan logika barat).
Dalam
filsafat barat secara sistematis terbagi menjadi tiga bagian besar yakni:
a.
Bagian filsafat yang mengkaji tentang ada (being).
b.
Bidang filsafat yang mengkaji pengetahuan (epistimologi dalam arti luas).
c.
Bidang filsafat yang mengakaji nilai-nilai menentukan apa yang seharusnya
dilakukan manusia (aksiologi).
Beberapa
tokoh dalam filsafat barat yaitu: Wittgenstein, Imanuel Kant, dan Rene
Descartes.
Wittgenstein mempunyai aliran analitik (filsafat analitik)
yang dikembangkan di negaranegara yang berbahasa Inggris, tetapi juga
diteruskan di Polandia. Filsafat analitik menolak setiap bentuk filsafat yang
berbau ºmetafisik´. Filsafat analitik menyerupai ilmu-ilmu alam yang empiris,
sehingga kriteria yang berlaku dalam ilmu eksata juga harus dapat diterapkan
pada filsafat. Yang menjadi obyek penelitian filsafat analitik sebetulnya bukan
barang-barang, peristiwa-peristiwa, melainkan pernyataan, aksioma, prinsip.
Filsafat analitik menggali dasar-dasar teori ilmu yang berlaku bagi setiap ilmu
tersendiri. Yang menjadi pokok perhatian filsafat analitik ialah analisa logika
bahasa sehari-hari, maupun dalam mengembangkan sistem bahasa buatan.
Imanuel Kant mempunyai aliran atau filsafat ºkritik´ yang tidak
mau melewati batas kemungkinan pemikiran manusiawi. Rasionalisme dan empirisme
ingin disintesakannya. Untuk itu ia membedakan akal, budi, rasio, dan
pengalaman inderawi. Pengetahuan merupakan hasil kerja sama antara pengalaman
indrawi yang aposteriori dan keaktifan akal, faktor priori. Struktur
pengetahuan harus kita teliti. Kant terkenal karena tiga tulisan: (1) Kritik
atas rasio murni, apa yang saya dapat ketahui. Ding an sich, hakikat kenyataan
yang dapat diketahui. Manusia hanya dapat mengetahui gejala-gejala yang
kemudian oleh akal terus ditampung oleh dua wadah pokok, yakni ruang dan waktu.
Kemudian diperinci lagi misalnya menurut kategori sebab dan akibat dst. Seluruh
pengetahuan kita berkiblat pada Tuhan, jiwa, dan dunia.
(2)
Kritik atas rasio praktis, apa yang harus saya buat. Kelakuan manusia
ditentukan oleh kategori imperatif, keharusan mutlak: kau harus begini dan
begitu. Ini mengandaikan tiga postulat: kebebasan, jiwa yang tak dapat mati,
adanya Tuhan. (3) Kritik atas daya pertimbangan. Di sini Kant membicarakan
peranan perasaan dan fantasi, jembatan antara yang umum dan yang khusus.
Rene Descartes berpendapat bahwa kebenaran terletak pada
diri subyek. Mencari titik pangkal pasti dalam pikiran dan pengetahuan manusia,
khusus dalam ilmu alam. Metode untuk memperoleh kepastian ialah menyangsikan
segala sesuatu. Hanya satu kenyataan tak dapat disangsikan, yakni aku berpikir,
jadi aku ada. Dalam mencari proses kebenaran hendaknya kita pergunakan ide-ide
yang jelas dan tajam. Setiap orang, sejak ia dilahirkan, dilengkapi dengan
ide-ide tertentu, khusus mengenai adanya Tuhan dan dalildalil matematika.
Pandangannya tentang alam bersifat mekanistik dan kuantitatif. Kenyataan
dibaginya menjadi dua yaitu: ³res extensa dan res copgitans´.[6]
2.
Filsafat Timur
Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama
berkembang di Asia, khususnya di India, Tiongkok, dan daerah-daerah lain yang
pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas filsafat timur ialah dekatnya
hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa
dikatakan untuk filsafat barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia
Barat filsafat `an sich` masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama
beberapa filosof: lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi, dan lain-lain.
Pemikiran filsafat timur sering dianggap pemikiran yang
tidak rasional, tidak sistematis, dan tidak kritis. Hal ini disebabkan
pemikiran timur lebih dianggap agama dibanding filsafat. Pemikiran timur tidak
menampilkan sistematikaseperti dalam filsafat barat.
3.
Filsafat Islam
Filsafat Islam itu pada dasarnya merupakan medan pemikiran
yang terus berkembang dan berubah. Dalam kaitan ini, diperlukan pendekatan
historis terhadap Filsafat Islam yang tidak hanya menekankan pada studi tokoh,
tetapi yang lebih penting lagi adalah memahami proses dialektik pemikiran yang
berkembang melalui kajian-kajian tematik atas persoalan-persoalan yang terjadi
pada setiap zaman. Oleh karena itu, perlu dirumuskan prinsip-prinsip dasar
filsafat Islam, agar dunia pemikiran Islam terus berkembang sesuai dengan
perubahan zaman.
Musa Asy’ari berpendapat bahwa filsafat Islam dapatlah
diartikan sebagai kegiatan pemikiran yang bercorak Islami. Islam di sini
menjadi jiwa yang mewarnai suatu pemikiran. Filsafat disebut Islami bukan
karena yang melakukan aktivitas kefilsafatan itu orang yang beragama Islam,
atau orang yang berkebangsaan Arab atau dari segi objeknya yang membahas mengenai
pokok-pokok.[7]
Filsafat Islam ini sebenarnya mengambil tempat yang
istimewa. Sebab dilihat dari sejarah, para filosof dari tradisi ini sebenarnya
bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat (Yunani).
Terdapat dua pendapat mengenai sumbangan peradaban Islam
terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang terus berkembang hingga saat ini.
Pendapat pertama mengatakan bahwa orang Eropa belajar filsafat dari filosof
Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang disalin oleh St. Agustine
(354±430 M), yang kemudian diteruskan oleh Anicius Manlius Boethius (480±524 M)
dan John Scotus. Pendapat kedua menyatakan bahwa orang Eropa belajar filsafat
orang-orang Yunani dari buku-buku filsafat Yunani yang telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab oleh filosof Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi.
Terhadap pendapat pertama Hoesin (1961) dengan tegas
menolaknya, karena menurutnya salinan buku filsafat Aristoteles seperti
Isagoge,Categories, dan Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi
bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap telah
menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara. Selanjutnya dikatakan bahwa
seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi sumber perkembangan filsafat
dan ilmu pengetahuan di Eropa, maka John Salisbury, seorang guru besar filsafat
di Universitas Paris, tidak akan menyalin kembali buku Organon karangan
Aristoteles dari terjemahan-terjemahan berbahasa Arab, yang telah dikerjakan
oleh filosof Islam (Haerudin, 2003).
Majid Fakhri cenderung mengangap filsafat Islam sebagai mata
rantai yang menghubungkan Yunani dengan Eropa modern. Kecenderungan ini disebut
europosentris yang berpendapat filsafat Islam telah berakhir sejak kematian Ibn
Rusyd. Pendapat ini ditentang oleh Henry Corbin dan Louis Massignon yang
menilai adanya eksistensi filsafat Islam. Menurut Kartanegara (2006) dalam
filsafat Islam ada empat aliran yakni:
Peripatetik (memutar atau berkeliling) merujuk kebiasaan
Aristoteles yang selalu berjalan-jalan mengelilingi muridnya ketika mengajarkan
filsafat. Ciri khas aliran ini secara metodologis atau epistimologis adalah
menggunakan logika formal yang berdasarkan penalaran akal (silogisme), serta
penekanan yang kuat pada daya-daya rasio. Tokoh-tokohnya yang terkenal yakni:
Al Kindi (w. 866), Al Farabi (w. 950), Ibnu Sina (w. 1037), Ibn Rusyd (w.
1196), dan Nashir al Din Thusi (w.1274).
Aliran Iluminasionis (Israqi). Didirikan oleh pemikir Iran,
Suhrawardi Al Maqtul (w. 1191). Aliran ini memberikan tempat yang penting bagi
metode intuitif (irfani). Menurutnya dunia ini terdiri dari cahaya dan
kegelapan. Baginya Tuhan adalah cahaya sebagai satu-satunya realitas sejati
(nur al anwar), cahaya di atas cahaya.
Aliran Irfani (Tasawuf). Tasawuf bertumpu pada pengalaman
mistis yang bersifat supra-rasional. Jika pengenalan rasional bertumpu pada
akal maka pengenalan sufistik bertumpu pada hati. Tokoh yang terkenal adalah
Jalaluddin Rumi dan Ibn Arabi.
Aliran Hikmah Mutaaliyyah (Teosofi Transeden). Diwakilioleh
seorang filosof syiah yakni Muhammad Ibn Ibrahim Yahya Qawami yang dikenal
dengan nama Shadr al Din al Syirazi, Atau yang dikenal dengan Mulla Shadra
yaitu seorang filosof yang berhasil mensintesiskan ketiga aliran di atas.
Dalam Islam ilmu merupakan hal yang sangat dianjurkan. Dalam
Al Quran kata al-ilm dan katakata jadiannya digunakan lebih 780 kali. Hadis
juga menyatakan mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Dalam pandangan
Allamah Faydh Kasyani dalam bukunya Al Wafi: ilmu yang diwajibkan kepada setiap
muslim adalah ilmu yang mengangkat posisi manusia pada hari akhirat, dan
mengantarkannya pada pengetahuan tentang dirinya, penciptanya, para nabinya,
utusan Allah, pemimpin Islam, sifat Tuhan, hari akhirat, dan hal-hal yang
mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam pandangan keilmuan Islam, fenomena alam tidaklah
berdiri tanpa relasi dan relevansinya dengan kuasa ilahi. Mempelajari alam
berarti akan mempelajari dan mengenal dari dekat cara kerja Tuhan. Dengan
demikian penelitian alam semesta (jejak-jejak ilahi) akan mendorong kita untuk
mengenal Tuhan dan menambah keyakinan terhadapnya. Fenomena alam bukanlah
realitas-realitas independen melainkan tanda-tanda Allah SWT. Fenomena alam
adalah ayat-ayat yang bersifat qauniyyah, sedangkan kitab suci ayat-ayat yang
besifat qauliyah. Oleh karena itu ilmu-ilmu agama dan umum menempati posisi
yang mulia sebagai obyek ilmu.
DAFTAR
PUSTAKA
Jalaluddin
dan Abdullah Ildi. 2010. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan
Pendidikan. Cetakan III, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Nata,
Abuddin. 2011. Metodologi Studi Islam. Cetakan ke-XVIII, Edisi Revisi. Jakarta:
Rajawali Pers.
Zubaedi,
Dr. , dkk. 2010. Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene Descartes hingga
Revolusi Sains ala Thomas Kuhn. Cetakan II, Jogjakarta: Ar-Ruzz Group.
[1]
H. Abduddin Nata, Metodologi Studi Islam, Cetakan ke-XVIII. (Jakarta: Rajawali
Pers, 2011), Ed. Revisi, Hal. 254.
[2]
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan
Pendidikan, Cetakan Ketiga. (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2010). Hal. 15-17.
[3]
Filsafat Ilmu dan Metode Riset (Pdf), Bab. 1, Hal. 5-8.
[4]
Zubaedi, Filsafat Barat: Dari Logika Rene Descartes hingga Revolusi Sains ala
Thomas Kuhn, Cetakan II. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010). Hal. 17.
5.
H.A Mustofa, 2004, Filsafat Islam, hal. 9
9.
Yusuf Qardawi, 1998, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan
Ilmu
Pengetahuan, hal. 88
Ilmu Pengetahuan, hal. 88
[3]H. Abduddin Nata, Metodologi Studi Islam, Cetakan ke-XVIII.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2011), Ed. Revisi, Hal. 254.
[4]Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan: Manusia,
Filsafat, dan Pendidikan, Cetakan Ketiga. (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2010). Hal.
15-17.
[6]Zubaedi, Filsafat Barat: Dari Logika Rene Descartes hingga
Revolusi Sains ala Thomas Kuhn, Cetakan II. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010).
Hal. 17.
Langganan:
Postingan (Atom)