HADITS TENTANG KEMUNAFIKAN






Hadits :

ءاية المنافقين ثلاث : إذا حدث كذب و إذا وعد أخلف و إذا ائتمن خان

”Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga : Jika berbicara berdusta, jika berjanji tidak menepati, dan jika dipercaya dia berkhianat”

dan dalam riwayat lain disebutkan :

وإذا خاصم فجر وإذا عاهد غدر

”Jika berselisih, maka dia akan berbuat dhalim, dan jika berjanji dia berkhianat”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu. Sedangkan hadits kedua diriwayatkan oleh keduanya dari Andullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallaahu ‘anhuma, yang di dalamnya disebutkan : ”Barangsiapa pada dirinya terdapat sifat-sifat tersebut, maka padanya terdapat sifat munafik hinga dia meninggalkannya”.

Dengan demikian, sabda Nabi
 صلى الله عليه وسلم : { ءاية المنافقين ثلاث{
“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga”. Maksudnya, tanda-tanda orang munafik yang menunjukkan kemunafikannya itu ada tiga kriteria. Dan dalam riwayat Muslim disebutkan :
} وإن صام وصلى وزعم أنه مسلم {
“Meskipun dia berpuasa, shalat, dan mengaku dirinya muslim”.
Dan dengan riwayat yang lain, kriteria itu menjadi lima.

Kriteria Pertama : “Jika berbicara, dia berdusta” ( إذا حدث كذب )

Ini merupakan sifat yang sangat tercela ;agi sangat buruk. Sebab, pada dasarnya, dusta itu adalah haram, kecuali yang dikecualikan untuk suatu kemaslahatan tertentu, dan lain sebagainya. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Imam Nawawi rahimahullah di dalam kitab Riyaadlush-Shaalihiin, dan lain-lain.

Di antara hadits yang menunjukkan dicelanya perbuatan dusta adalah hadits Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :

إن الصدق يهدى إلى البر وإن البر يهدى إلى الجنة وإن الرجل ليصدق حتى يكتب عند الله صديقا وإن الكذب يهدى إلى الفجور وإن الفجور يهدى إلى النار وإن الرجل ليكذب حتى يكتب عند الله كذابا

”Sesungguhnya kejujuran itu mengantarkan seseorang kepada kebajikan, dan kebajikan itu mengantarkan kepada surga. Dan sesungguhnya seseorang itu akan berbuat jujur sehingga dia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu mengantarkan seseorang kepada keburukan, dan keburukan itu mengantarkan kepada neraka. Dan sesungguhnya seseorang itu akan berdusta sehingga dia ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta” (Muttafaqun ‘alaih).

Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Samurah bin Jundub radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi, di dalam hadits tentang mimpi yang agung yang cukup panjang. Di dalamnya disebutkan : “Adapun orang yang aku datangi, maka dia merobek-robek mulutnya sampai ke tengkuknya, dan membelah hidungnya sampai ke tengkuknya dan kedua matanya sampai ke tengkuknya juga. Sesungguhnya orang itu berangkat dari rumahnya, lalu dia banyak berdusta sampai ke ufuk”. Dan dalam sebuah riwayat disebutkan : “Lalu dia melakukan hal yang aku saksikan itu sampai hari Kiamat kelak”.

Kriteria Kedua : “Jika berjanji, dia mengingkari” ( إذا وعد أخلف)

Mengingkari janji itu ada dua macam :

1.         Dia berjanji dan sejak awal sudah berniat untuk tidak menepatinya. Ini merupakan pengingkaran janji yang paling jahat.

2.         Dia berjanji, pada awalnya dia berniat untuk menepati janji tersebut, lalu di tengah jalan dia berbalik, lalu mengingkarinya tanpa adanya alasan yang benar.

Kriteria Ketiga : “Jika dipercaya, dia berkhianat” ( و إذا ائتمن خان)


Allah ta’ala berfirman :

يَأَيّهَا الّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَخُونُواْ اللّهَ وَالرّسُولَ وَتَخُونُوَاْ أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kalian mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepada kalian, sedang kalian mengetahui” (QS. Al-Anfaal : 27)

Jika seseorang dipercaya untuk memegang suatu amanah, maka dia wajib untuk menjaga amanah tersebut sebaik mungkin, sebagaimana firman Allah ta’ala :

إِنّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدّواْ الأمَانَاتِ إِلَىَ أَهْلِهَا

”Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya” (QS. An-Nisaa’ : 58).

Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

أد الأمانةَ إلى من ائتمنك

”Tunaikan amanat kepada orang yang mempercayaimu” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan dia menlainya hasan. Juga Al-Hakim dan dia menilainya shahih serta disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Kriteria Keempat : “Jika berselisih, dia berbuat jahat” ( وإذا خاصم فجر )


Yang dimaksud dengan al-fujuur di sini adalah keluar dari kebenaran secara sengaja, sehingga dia menjadikan yang haq menjadi bathil dan yang bathil menjadi haq. Dan ini yang membawanya kepada dusta, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Ibnu Mas’ud radliyallaahu ‘anhu terdahulu.

Dan di dalam kitab Ash-Shahihain disebutkan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bahwasannya beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إن أبغض الرجال إلى الله الألد الخصم

”Sesungguhnya orang yang paling dibenci oleh Allah adalah penantang yang paling keras”.

Di dalam kitan yang sama Shahiih Bukhari dan Shahiih Muslim, beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إن من البان لسحرا

”Sesungguhnya di antara penjelasan (al-bayan) itu adalah sihir (yangmembawa daya tarik)”.

Jika seseorang mempunyaikemampuan pada saat berselisih – baik perselisihan itu berkenaan dengan masalah agama atau masalah dunia – untuk mempertahankan kebathilan, lalu dia menyuarakan kepada orang-orang bahwa kebathilan itu sebagai suatuyang haq, serta menyamarkan yang haq dan menampilkannya dalam bentuk kebathilan, maka yang demikian itu merupakan keharaman yang paling buruk serta kemunafikan yang paling busuk.

Di dalam kitab Sunan Abi Dawud disebutkan, dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda :

”Barangsiapa yang berselisih pendapat mengenai suatu hal yang bathil, sedang dia mengetahuinya, maka dia senantiasa berada dalam murka Allah hingga dia melepaskan diri darinya” (HR. Ahmad, Al-Hakim, dan dia menilainya shahih, serta disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Dan dalam sebuah riwayat disebutkan :

”Dan barangsiapa yang membantu perselisihan dengan cara yang dhalim, maka dia kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah”.

Kriteria Kelima : “Jika berjanji dia berkhianat” ( وإذا عاهد غدر ), yaitu tidak mau menepati janjinya.


Allah ta’ala telah memerintahkan supaya menepati janji, sebagaimana yang difirmankan Allah ta’ala :

وَأَوْفُواْ بِعَهْدِ اللّهِ إِذَا عَاهَدتّمْ وَلاَ تَنقُضُواْ الأيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً

”Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu)….” (QS. An-nahl : 91).

Dan dalam kitab Ash-Shahihain disebutkan dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda :

لكل غادر لواء يوم القيامة، فيقال : ألا هذه غدرة فلان

”Bagi setiap pengkhianat memliki bendera pada hari Kiamat kelak. Lalu dikatakan kepadanya : “Ketahuilah, inilah pengkhianat si Fulan”

Ketahuilah bahwa pengkhianatan itu haram hukumnya dalam setiap perjanjian antara seorang muslim dengan meslim lainnya, sekalipun yang dijanjikan itu adalah orang kafir. Yang demikian itu sesuai dengan apa yang disebutkan di dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radliyallaahu ‘anhuma, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda :

من قتل نفسا معاهد بغير حقها لم يرح رائحة الجنة وإن ريحها ليوجد من مسيرة أربعين عاما

”Barangsiapa yang membunuh satu jiwa yang sedang dalam suatu perjanjian dengan cara yang tidak benar, niscaya dia tidak akan mencium bau surga. Sesungguhnya bau surga itu tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun” (HR. Bukhari).

Dan Allah ta’ala telah memerintahkan untuk menepati janji dengan orang-orang musyrik, jika mereka menepati janji-janji mereka dan tidak merusak satu janji. Adapun perjanjian di antara kaum muslimin, maka menepatinya sudah pasti lebih ditekankan dan merusaknya merupakan dosa besar.

Maksudnya, bahwa kriteria ini termasuk salah satu sifat orang-orang munafik. Dan kriteria ini termasuk kemunafikan kecil yang merupakan jalan menuju kemunafikan yang besar. Oleh karena itu, seorang muslim harus berhati-hati, menghindarinya, serta tidak meremehkan sedikitpun darinya, dengan alas an karena ia hanya kemunafikan kecil. Karena yang demikian itu termasuk sesuatu yang menghinakan. Wallaahul-Musta’an.

Al-Tanbihat Al-Mukhtasharah (edisi Indonesia : Penjelasan Hal-Hal yang Wajib Diketahui – Pustaka Imam Syafi’i) oleh Ibrahim bin Asy-Syaikh Shalih bin Ahmad Al-Khuraishi

Mari Mencintai Al Quran Mulai Hari ini



Prinsip dalam belajar dan mencintai Al Quran bisa kita ambil dari dua hal. 
pertama, Al Qur'an itu sendiri (Kalam Allah dan satu-satunya kitab yang bila dibaca dapat mendatangkan pahala dari tiap hurufnya) Allah berfirman dalam dalam surat Al'Alaq " Iqra, Bismi Rabbikalladjikholaq : Bacalah dengan nama tuhanmu yang telah menciptakanmu" ada dua point penting dari kalimat Allah ini. yaitu Allah menyuruh kita untuk "membaca" dan Allah memberi tahu kita bahwa Ia "yang telah menciptakan kita" artinya apa saudara-saudara?
1. Allah menyuruh kita untuk baca terlebih dahulu, bukah fahmu!(memahami) karena kefahaman itu baru muncul justru setelah kita membaca(baca di sini bisa dalam arti baca sebenarnya seperti tulisan ataupun ayat -ayat Qauliyah, atau bisa juga dalam konteks melihat fenomena Kauniyah). bacalah yang hendak kau fahami, fahami apa yang telah kamu baca, dan laksanakan apa yang telah kau fahami!
2. Allah menyampaikan bahwa Dia yang telah menciptakan kita. sebagai sang pencipta, maka tidak sulit baginya untuk mengambil nyawa, menistakan atau mengangkat derajat kita sewaktu-waktu, kapanpun dan dimanapun. pertanyaannya adalah, jika Allah sewaktu-waktu mengambil nyawa kita. sudah siapkah kita?bekal apa yang sudah kita punya?bukankah harta, orang tua, kawan, perniagaan ataupun pasangan hidup kita tidak akan mampu menolong kita? karena Allah berfirman pada surat Yaasin juz 23 " maka pada hari ini, mulut mereka kami kunci. tangan mereka menjadi saksi, dan kaki mereka menjadi saksi akan apa yang telah ia lakukan semasa hidup" kita tidak bisa menyewa pengacara di sana! kita sendiri,tidak ada sesuatupun yang mampu menolong kita. bahkan setan2 yang selama ini menemani kita dalam menjalankan program-program kejahatan pun sedang mendapatkan jatah siksanya. dari yang maha perkasa!!! 
lantas bekal apkah yang terbaik??? 
kita dapat melihat prinsip kedua untuk menjawab pertanyaan tadi.
kedua, Sunnah Rasulullah. Sunnah di sini dapat dalam bentuk prilaku ataupun perkataan. paling tidak terdapat tiga hadist yang telah di sahihkan sanadnya oleh Imam Bukhari ataupun Muslim Tentang keutamaan Al Quran.
1. Sebaik-baik manusia adalah yang mau belajar Al Quran dan mengajarkannya.
2. Barang Siapa yang membaca satu huruf dari kitabnya Allah Ta'ala, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan. dan satu kebaikan akan dilipatgandakan 10 kali. aku tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf! tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf.
3. "Allah memiliki keluarga di antara para manusia di muka Bumi". para sahabat kemudian bertanya "siapakah mereka ya Rasulullah" Rasul Menjawab " Ahlul Quran" merekalah keluarganya ALlah dan pilihan-pilihannya"dari tiga Hadist ini dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa betapa Rasulullah sangat menganjurkan kita sebagai umatnya untuk belajar dan mengajarkan AL Quran, bahkan ia memberikan label "sebaik-baik Manusia" bukankah kebaikan itu simbol ketaqwaan pada Allah? Bukankah Allah telah berfirman "Innalilmuttaqiina mafaadza : Sesungguhnya orang-orang Muttaqin akan mendapat kemenangan" (An. Naba, Juz 30) atau dalam Surat Al Qalam Juz 29 Allah berfirman "Innalilmuttaqiina Inda Rabbihim Jannatinnaim : sesungguhnya orang-orang Muttaqin itu akan ditempatkan di dalam Syurga yang penuh kenikmatan di dalamnya"? maukah anda merasakan nikmatnya Syurga itu? Syurga yang ketika terbersit sebuah keinginan dalam hati kita maka Allah langsung memberikannya? Syurga yang akan mermpertmukan kita dengan sang Khalik? Syurga yang keindahannya belum pernah terlihat di bumi? saya rasa anda pasti mau!tetapi mengapa sampai hari ini anda masih belum belajar dan mengajarkan membaca AL Qur'an?

saudaraku, betapa seringnya kita melewatkan berjam-berjam waktu kita untuk membaca novel ataupun komik yang masih spekulatif dampaknya bagi kehidupan kita? saya katakan spekulatif karena terdapat beberapa kemungkinan, bisa jadi novel ataupun komik yang kita baca sebagai penghantar hidayah kita pada Allah sehingga sikap hidup dan karakter kita sesuai dengan bingkai Quran dan Sunnah. atau sebaliknya, bisa jadi ia menghantarkan kita pada kemurkanNya. karena ketika kita membaca novel tadi, kita lalai dari tugas-tugas sebagai muslim. pertanyaannya adalah, mengapa untuk membaca novel atau komik yang belum jelas dampaknya bagi kita, kita mau dan rela mengeluarkan waktu berjam-jam untuk membacanya. sedangkan untuk membaca Al Quran satu jam pun tidak pernah kita sisihkan? mengapa untuk membaca novel atau komik yang tidak ada dalil bahwa tiap hurufnya mendatangkan pahala, qita rela berjam-berjam membacanya. sedangkan untuk membaca Al Quran yang sudah jelas pahala per hurufnya, satu jam pun tidak pernah kita sisihkan?

perhatikan hadist ke tiga! Keluarganya Allah, wahai saudaraku! bayangkan jika di dunia ini, presiden Indonesia bilang pada khalayak ramai dan dunia Internasional bahwa kita adalah temannya, saudaranya atau bahkan keluarganya yang ia banggakan karena selalu menjalankan amanah yang ia perintahkan! betapa bangganya kita....maka bayangkan jika Allah memperlakukan kita demikian. di hadapan seluruh umatnya... sang pencipta Alam semesta mengatakan si Fulan adalah keluargaku dan ia termasuk pilihanku, maka ia akan kumasukkan ke dalam Syurga yang tingakatannya berada pada akhir ayat yang ia baca. bayangkan wahai saudaraku???ingatlah bahwa Allah telah mengatakan "Inna Nahnu Nazzalna Dzikro wa Innalahu Lahaafidzuun : Sesungguhnya akulah yang menurunkan peringatan (Al Quran) dan aku pula yang menjaganya" bagaimana cara Allah menjaga Al Quran? yaitu dengan memberikan petunjuk pada orang-orang pilihannya untuk dijadikan keluarga dan penjaga kalamnya. artinya, ketika kita berusaha keras untuk belajar Al Quran. kita sedang melamar pada Allah untuk sebuah proyak besar, yaitu menjaga orisinalitas Al Quran. maka bayangkan saudaraku, jika kita melamar pada seorang pimpinan proyek tertentu saja rupiah kita akan sangat banyak. apalagi jika melamar pada sang pemilik Alam Semesta??? Semoga Allah menjadikan kita sebagai Ahli Quran, keluargaNya dan Pilihan-pilihanNya sehingga kita di tempatkan dalam Syurga-Nya. amiin

1 November 2009
  • Fahmi Irhamsyah
  • (Direktur Indonesian Quran Lover)

Bai'at (Pengertian dan Pembahasan)



Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- bahwa pembahasan masalah baiat merupakan pembahasan yang luas dan panjang lebar. Dibutuhkan penjelasan tentang pengertian baiat  menurut istilah yang biasa dikenal, berapa macam-macamnya, apa arti sebenarnya, apa yang dimaksud dengan baiat tersebut, apa hikmah yang terkandung dengan meletakkannya di atas manhaj ini, dengan apa baiat itu wajib, atas siapa baiat diwajibkan, syarat-syarat sempurnanya baiat, serta dengan apa baiat itu rusak.[[1]]

Karena pembahasannya besar dan pelik sekali, maka kami akan meringkasnya pada dua permasalahan penting yang menjadikan kebingungan dan perselisihan yang dahsyat atas kaum muslimin, yaitu : "Kepada siapakah baiat itu wajib ? Apakah baiat itu boleh kepada setiap individu?". Adapun masalah-masalah yang lain bukan di sini tempatnya untuk membahasnya.

Kami mulai pembahasan ini dengan definisi baiat secara etimologi maupun terminologi. Baiat secara bahasa ialah berjabat tangan atas terjadinya jual beli, dan untuk berjanji setia dan taat. Baiat juga mempunyai arti : janji setia dan taat. Dan kalimat "qad tabaa ya'uu 'ala al-amri" seperti ucapanmu (mereka saling berjanji atas sesuatu perkara). Dan mempunyai arti : "shofaquu 'alaihi" (membuat perjanjian dengannya). Kata-kata "baaya'tahu" berasal dari kata  "al-baiy'u" dan "al-baiy'atu" demikian pula kata "al-tabaaya'u". Dalam suatu hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
'ala tubaa yi'uunii 'ala al-islami'

"Maukah kalian membaiatku di atas Islam"
Hadits di atas seperti suatu ungkapan dari suatu perjanjian. seakan-akan masing-masing dari keduanya menjual apa yang ada padanya dari saudaranya dengan memberikan ketulusan jiwa, ketaatan dan rahasianya kepada orang tersebut. Dan telah berulang-ulang penyebutan kata baiat di dalam hadits.[[2]]

Bai'at Secara Istilah (Terminologi)
"Berjanji untuk taat". Seakan-akan orang yang berbaiat memberikan perjanjian kepada amir (pimpinan)nya untuk menerima pandangan tentang masalah dirinya dan urusan-urusan kaum muslimin, tidak akan menentang sedikitpun dan selalu mentaatinya untuk melaksanakan perintah yang dibebankan atasnya baik dalam keadaan suka atau terpaksa.

Jika membaiat seorang amir dan mengikat tali perjanjian, maka manusia meletakkan tangan-tangan mereka pada tangannya (amir) sebagai penguat perjanjian, sehingga menyerupai perbuatan penjual dan pembeli, maka dinamakanlah baiat yaitu isim masdar dari kata baa 'a, dan jadilah baiat secara bahasa dan secara ketetapan syari'at.[[3]]

Dan ba'iat itu secara syar'i maupun kebiasaan tidaklah diberikan kecuali kepada amirul mukminin dan khalifah kaum muslimin. Karena orang yang meneliti dengan cermat kenyataan yang ada baiat masyarakat kepada kepala negaranya, dia akan mendapati bahwa baiat itu terjadi untuk kepala negara[[4]]. Dan pokok dari pembaiatan hendaknya setelah ada musyawarah dari sebagian besar kaum muslimin dan menurut pemilihan ahlul halli wal 'aqdi. Sedang baiat selainnya tidak dianggap sah kecuali jika mengikuti baiat mereka [[5]]

Banyak sekali hadits-hadits yang menerangkan/membicarakan tentang baiat, baik yang berisi aturan untuk berbaiat maupun ancaman bagi yang meninggalkannya.[[6]] Berupa hadits-hadits yang sulit untuk menghitung maupun menelitinya. Tetapi yang disepakati ialah bahwa baiat yang terdapat di dalam hadits-hadits ialah baiat kolektif dan tidak diberikan kecuali kepada pemimpin muslim yang tinggal di bumi dan menegakkan khilafah (pemerintah) Islam sesuai dengan manhaj kenabian yang penuh dengan berkah [[7]]

Dibawah ini saya bawakan ayat-ayat dan hadits-hadits tentang baiat secara ringkas.

[I].    Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang bejanji setia kepadamu, mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya, niscaya akibat melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberi pahala yang besar" [Al-Fath : 10]
[II]    Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)" [Al-Fath : 18]

Di dalam as-Sunnah, diantaranya.
 [I] "Artinya : Barangsiapa mati dan dilehernya tidak ada baiat, maka sungguh dia telah melepas ikatan Islam dari lehernya" [Dikeluarkan oleh Muslim dari Ibnu Umar]
[II] "Artinya : Barangsiapa berjanji setia kepada seorang imam dan menyerahkan tangan dan yang disukai hatinya, maka hendaknya dia menaati imam tersebut menurut kemampuannya. Maka jika datang orang lain untuk menentangnya, maka putuslah ikatan yang lain tersebut"  [Dikeluarkan oleh Muslim dan Abu Dawud dari Abdillah bin Amr bin Ash]
[III] "Artinya : Jika dibaiat dua orang khalifah maka perangilah yang terakhir dari keduanya" [Dikeluarkan oleh Muslim dan Abu Sa'id]
Dan banyak lagi hadits-hadits yang lainnya.

Salah seorang imam yang agung, Ahmad bin Hanbal, imam Ahlu Sunnah wal-Jama'ah ditanya tentang riwayat dari hadits kedua yang tersebut di atas. Di dalamnya terdapat kata imam. Beliau menjawab :"Tahukah kamu, apakah imam itu ? Yaitu kaum muslimin berkumpul atasnya, dan semuanya mengatakan : "Inilah imam", maka inilah makna imam"[[8]]

Al-Imam Al-Qurthubi berkata [[9]] :"Adapun menegakkan dua atau tiga imam dalam satu masa dan dalam satu negeri, maka tidak diperbolehkan menurut ijma"

Kemudian setelah hilangnya kekhalifahan, terjadilah perbedaan yang sangat tajam tentang ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut. Doktor Abdul Muta'al Muhammad Abdul Wahid mengatakan : "Ketiadaannya imam adalah menjadi sebab munculnya kelompok-kelompok yang mengklaim bahwa dirinyalah yang berhak dibaiat dan menjadi imam. Kelompok-kelompok ini bisa diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yang mendasar, yaitu :

1.    Kelompok Pertama
Mengatakan : "Sesungguhnya orang yang meninggalkan baiat adalah kafir". Lalu mereka menetapkan kepemimpinan bagi dirinya. Sedang orang yang tidak membaiatnya adalah kafir menurut pandangan mereka. Ucapan ini tidak benar, sebab Ali bin Abi Thalib -salah seorang yang diberi kabar akan masuk surga- beliau tiadak membaiat Abu Bakar selama kurang lebih setengah tahun[[10]], dan tidak seorang sahabatpun yang mengatakan tentang kekafirannya selama beliau meninggalkan baiat.

2.    Kelompok Kedua
Mengatakan :"Sesunguhnya baiat adalah wajib, barangsiapa yang meniggalkannya berarti dosa". Dari sinilah mereka menetapkan seorang amir bagi diri-diri mereka, sehingga gugurlah dosa-dosa tadi dari mereka ketika membaiatnya. Padahal yang benar adalah bahwa dosa meninggalkan baiat tidak menjadi gugur dengan cara membaiat amir tersebut. Karena baiat yang wajib dan berdosa orang yang meninggalkannya ialah baiat terhadap imam (pemimpin) muslim yang menetap di bumi dan menegakkan khhilafah Islamiyyah dengan syarat-syarat yang benar [[11]]

3.    Kelompok ketiga adalah mereka (kaum muslimin) yang tidak membaiat seorangpun
Mereka mengatakan : "Sesungguhnya meninggalkan baiat adalah berdosa, tetapi baiat adalah hak seorang pemimpin muslim yang tinggal di bumi (walau) kenyataannya tidak ada di masa sekarang". Menurut keyakinanku, kelompok ketiga inilah yang berada di atas kebenaran" [[12]]

Dan diantara hal yang menguatkan kebatilan baiat-baiat istitsnaiyyah (pengecualian) yang merupakan perkara baru tentang baiat kepada Amirul Mukminin -walaupun di kala tidak ada Amirul Mukminin- terdapat dalam keterangan para ulama rahimahullah, yaitu disyariatkan dalam baiat berkumpulnya Ahlul Halli wal Aqdi, lalu mereka membentuk keimanan bagi seorang yang memenuhi syarat-syaratnya [[13]]




KESIMPULAN DAN TARJIH

Jadi yang dimaksud dengan baiat ialah, pemberian janji dari pihak pembaiat untuk mendengar dan taat kepada amir, baik di kala senang atau terpaksa di masa mudah atau sulit, tidak menentang perintahnya dan menyerahkan segala urusan kepadanya. [[14]]


PERINGATAN

Dari keterangan yang telah lewat, kita mendapatkan dua perkara yang penting, yaitu :
  1. Baiat tidak ada kecuali kepada Amirul Mukminin saja.
  2. Ketaatan (kepada Amirul Mukminin) muncul dari baiat yang hanya diberikan kepadanya saja.
Oleh karena itu batal-lah[[15]] semua baiat yang diberikan kepada seseorang (bukan Amirul Mukminin) bagaimanapun bentuknya, baik ketika ada imam atau tidak ada, ada seorang atau lebih.

Pada hakekatnya dasar pemikiran baiat  yang dimiliki sebagian jama'ah-jama'ah Islam pada prinsipnya sesuai dengan syari'at Islam, karena mereka mengatakan di dalamnya : "Hendaknya kita berjanji setia kepada Allah untuk menjadi tentara dalam berdakwah kepada Islam dan di dalam baiat tersebut terdapat kehidupan negeri dan umat"[[16]] Padahal ini adalah perjanjian yang diambil oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala atas semua kaum muslimin.

Kemudian terjadilah sedikit "perkembangan" pemikiran dan organisasi pada orang-orang yang memberlakukan baiat terhadap diri-diri mereka, sehingga terjadilah kelompok/jamaah ikhwan membaiat pemimpin umum (al-mursid al-aam) sebagai orang yang dipercaya penuh dan didengar serta ditaati ketika suka atau terpaksa, sampai Allah memenangkan dakwahnya dan mengembalikan kemualiaan Islam.[[17]] Kalau demikian terjadi keterjungkil balikan dan kesalahan.

Sebagai buktinya diantara sistem kerja anggota baiat adalah taat baik di kala susah atau mudah, terpaksa atau suka kepada kepemimpinan yang muncul dari aturan-aturan yang dipegangi oleh jama'ah.[[18]]

Dua keterangan terakhir ini menjelaskan dengan gamblang bahwa baiat istitsnaiyyah yang tanpa dalil tersebut, tidak berbeda sedikitpun dengan baiat terhadap Amirul Mukminin. Tidak sebagaimana yang disangka oleh "sebagian orang" bahwa baiat tersebut hanya "sekedar janji"[[19]] belaka !

Sebagai penambah keautentikan penjelasan tersebut ialah bahwa para pengikut Asy-Syaikh Hasan Al-Bana Rahimahullah menamainya dengan "Al-Imam". Padahal penamaan ini [[20]] hanya bisa diperuntukkan bagi orang yang benar-benar imam. Karena diketahui bahwa al-ustadz Hasan Al-Banna tidak menyukai kepemimpinan dan mengetahui pula bahwa cinta kepada kepemimpinan dengan tujuan mencari kekuasaan mengakibatkan kejelekan bagi kaum muslimin pada sejarah mereka yang panjang, maka dia (Hasan Al-Banna -ed) menamai dirinya dengan mursyid dan tidak suka untuk menjadi pemimpin atau amir[[21]]

Karena semua itulah sebagian penulis mengatakan : "Sesungguhnya baiat yang diberikan kepada suatu jama'ah, tidaklah sama dengan baiat yang diberikan kepada Amirul Mukminin ketika tegak khilafah atau penguasa muslim. Karena dengan baiat tersebut perintah seorang penguasa menjadi wajib untuk ditaati, sampai pada masalah-masalah yang mudah jika terdapat kemaslahatan di dalamnya. Adapun baiat yang terdapat pada Ikhwan al-Muslimin (dan katakan seperti itu juga pada jama'ah-jama'ah Islam lainnya), maka tidak mempunyai sifat yang mewajibkan (untuk taat, -ed) dari sisi fikih" [[22]]

Untuk menjawab perkataan ini dari beberapa sisi.
  1. Tidak terdapat dalil atas pemisahan (baiat) ini dalam Al-Kitab dan As-Sunah.
  2. Sebelumnya telah saya nukilkan teks-teks dari ucapan Asy-Syaikh Hasan Al-Banna dan lainnya, dan tidak terdapat isyarat yang menunjukkan hal tersebut. Bahkan di dalamnya terdapat isyarat kepada khilafah, tatkala menyebutkan "ketaatan yang mutlak"!!
  3. Penelitian terhadap keberadaan jama'ah-jama'ah Islam dan tingkah para pemimpin serta anggotanya, berlawanan dengan pernyataan di atas. [[23]]
Jika anda heran wahai saudaraku pembaca, maka lebih mengherankan lagi ucapan orang yang membantah ini yang menyatakan bahwa baiat tersebut tidak mempunyai sifat yang mewajibkan (untuk taat). Maka ucapan ini berarti membatalkan semua baiat dari akarnya. Hal ini diketahui dengan menjawab dua pertanyaan berikut ini.
  1. Jika baiat tidak membuat adanya suatu kewajiban (untuk taat), lalu apa faedahnya ?
  2. Apakah di dalam syariat Islam ada amalan yang tidak ada faedahnya?
Orang yang mencari dan memperhatikan, kritis dan jeli akan mengetahui jawabannya !




KESIMPULAN PEMBAHASAN DAN BEBERAPA TAMBAHAN
1.    Baiat dengan berbagai macamnya tidak diberikan kecuali kepada khalifah kaum muslimin yang melaksananakan hukum-hukum dan menetapkan hukum had.
2.    Mendengar dan taat tidak ada kecuali bagi orang yang Allah memberikan perintah untuk mentaatinya. Dan yang menjadi fokus pembahasan kita di sini adalah Amirul Mukmin saja! [[24]]
3.    Disebabkan oleh perbedaan kaum muslimin sekarang ini dalam memahami baiat dan tidak sepakatnya mereka di atas pemahaman yang syar'i dan benar tentang baiat, maka mereka saling bermusuhan, berpecah belah dan bersilang pendapat. Suatu kondisi yang akan menimbulkan penyimpangan di dalam beramal bersama hukum-hukum fikih. Begitu pula anggapan bahwa mereka adalah jama'atul muslimin, dapat menimbulkan kerusakan dan menghukumi kaum muslimin di luar lingkup mereka dengan hukum-hukum yang justru akan menjauhkan mereka dengan risalah yang sesungguhnya, karena celah-celah dakwah kepada Allah telah terkunci.[[25]] Bukti semua itu (sebagai contoh) bahwa di New York saja terdapat lebih dari empat puluh kelompok yang menyeru kepada Islam, akan tetapi setiap jama'ah menyeru kepada Islam yang berbeda seruan Islamnya dengan yang lain.[[26]]
Atas dasar itulah, wajib bagi kita untuk benar-benar meyakini bahwa gejala munculnya banyak kelompok di dalam pergerakan Islam tidak mungkin dianggap sebagai gejala yang sehat, karena efeknya bagi perkembangan Islam negatif dan buruk. Sedang akibatnya akan menimbulkan kesulitan di antara para aktifis serta menyibukkan mereka sendiri yaitu ketika menghadapi gugurnya sebagian anggota dakwah dan beban-beban yang lainnya.[[27]] Maka kenyataan yang dapat disaksikan bahwa keadaan para da'i pada masa sekarang ini adalah hasil dari perpecahan yang tajam dan menyakitkan ini, suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Bahkan suatu keadaan yang sangat menyedihkan yang tidak boleh terus berlarut-larut keadaannya. Dan setiap muslim bertanggung jawab untuk mengobati gejala ini, agar kaum muslimin kembali sebagaimana sebelumnya yaitu sebagai umat terbaik yang dikeluarkan bagi mausia dan agar agama ini semuanya hanya untuk Allah.[[28]]

Tidak hanya dalam satu ayat saja dari kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala terdapat perintah untuk bersatu dan bermufakat serta larangan untuk berselisih dan berpecah belah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan janganlah kamu menyerupai orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat." [Ali-Imran : 105]

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu ikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa" [Al-An'am : 153]

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesunguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar" [Al-Anfal : 46]

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Kemudian mereka menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tipa golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka" [Al-Mukminun : 53]



Masih banyak lagi ayat-ayat lain yang mulia[[29]], yang menerangkan dengan tegas tentang tidak bolehnya kaum muslimin berpecah belah di dalam agama mereka menjadi kelompok-kelompok dan hizb-hizb yang saling melaknat sebagian atas sebagian yang lain dan saling memerangi sebagian atas sebagian yang lain. Karena sesungguhnya perpecahan ini adalah termasuk perbuatan yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan Allah mencela orang yang mengada-adakannya atau mengikuti ahlinya, serta memberi ancaman bagi pelakunya dengan siksa yang pedih....


[1] Bahjah an-Nufus Syarh Mukhtashar al-Bukhari (I/28), Ibnu Abi Jamrah
[2] Lisanul Arab al-Muhith (I/299) dan an-Nihayah (I/174)
[3] Muqaddimah Ibnu Khaldun, hal.299
[4] Al-Ushul Fikriyyah li al-Tsaqafah al-Islamiyah (2/73) dan Qawaid Nizham al-Hukmi (262), keduanya tulisan al-Kahlidi
[5] Al-Khilafah ... hal.13. Rasyid Ridha
[6] Lihat Hayah as-Shahabah (I/28-239) dan Miftah Kunuz al-Sunnah, hal. 80-86, dan lain-lain
[7] Al-Furqan baina al-Kufri wa al-Iman, hal.63, Abdul Muta'al Muhammad Abdul Wahid
[8] Masa'il al-Imam Ahmad (2/185) riwayat Ibnu Hani'
[9] Al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an (I/273). Dan lihat syarh an-Nawawi atas shahih al-Bukhari (12/231)
[10] Dan ini tidak benar secara mutlak, lihat perinciannya dalam kitab Tahdzir Al-Abqari min Muhadharat al-Khudhari (I/198) karya Al-Syaikh Muhammad al-Arabi al-Tibyani
[11] Walaupun dia (khilafah) berlaku zhalim. Dan ini adalah madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Sebagaimana dalam kitab Syarh 'Aqidah al-Thahawiyyah, hal.379
[12] Al-Furqan Baina al-Kufri wa al-Iman, hal.64, Abdul Muta'al Muhammad Abdul Wahid
[13] Maatsirul Anafah fi Ma'alim al-Khilafah (I/39) al-Qalqasynadi
[14] An-Nizham as-Siyasi fi al-Islam, hal.299-300, Abdul Qadir Ani Haris
[15] Maka wajib bagi orang yang terkungkung dengan baiat-baiat bid'ah seperti ini untuk meninggalkan dan mebatalkannya. Karena baiat tersebut batil. Selain demi menjaga agama dan untuk mengikutinya.
[16] Mudzakirat al-Da'wah wa al-Daiyyah, hal, 72 Hasan al-Banna. Dan lihat pembahasan selanjutnya, hal.35
[17] Idem, hal.194. Doktor Zakariya Sulaiman Biyumi berkata di dalam kitabnya AL-Ikhwan al-Muslimin wa al-Jama'at al-Islamiyah hal.75 : "Dan al-Banna pada masalah tersebut terpengaruh pada kitab-kitab Thariqah al-Hashafiyyah yang pada tahapan-tahapannya akan memindahkan seorang pengikut menjadi pemabiat ..." dan seterusnya. Dan lihat penagruh Thariqat al-Hashafiyyah pada pribadi Hasan al-Banna dan dakwahnya di dalam At-Tafsir as-Siyasi li al-Islam, hal.130 oleh An-Nadwi
[18] Al-Madkhal ila Da'wah al-Ikhwan al-Muslimin, hal.123. Sa'id Hawa
[19] Akan datang bantahannya disertai penjelasan pertentangan orang yang mengucapkan perkataan tersebut, Inys Allah Ta'ala.
[20] Jangan sampai ada orang yang mengatakan : 'Tidak lain yang dimaksud oleh mereka adalah imam di bidang ilmu, dengan bukti kualitas keilmuannya di dalam karangan-karangan dan kitab-kitabnya. Dan apa yang diucapkan sendiri tentang pribadinya di dalam Al-Mudzakkirat, hal.65.
[21] Fiqh al-Da'wah al-Islamiyah ..." hal, 23. oleh Al-Ghazali. Dan lihat apa yang diceritakan sendiri oleh Hasan al-Banna di dalam Al-Mudzakkirat, hal. 114-115, tentang apa yang dilakukan oleh ornag yang mempunyai kedudukan dan keamiran.
[22] Al-Ijabaat, hal.87. Sa'id Hawwa. Padanya banyak sekali pertentangan di dalam masalah baiat bila dibandingkan karangannya Tarbiyatuna al-Ruhiyyah, hal.243-245
[23] Lihat al-Jama'at al-Islamiyyah fi Dhaul al-Kitab wa al-Sunnah, hal.100-108, Salim Al-Hilali
[24] Didalamnya terdapat isyarat untuk taat kepada kedua orang tua, ulama dan lain sebagainya. Dan bukan disini pembahasannya.
[25] Fiqh al-Da'wah al-Islamiyyah, hal.22 Muhammad al-Ghozali
[26] Al-Syura fi Dzili Nidzom al-Hukmu al-Islami, hal.33 Abdurrahman Abdul Khaliq
[27] Al-Mustaqitun fi Thariq al-Da'wah, hal.126 Fathi Yakan. Di dalamnya banyak sekali kesalahan, terutama judulnya
[28] Manhaj al-Anbiya fi al-Dakwah Ilallah (I/128) Muhammad Surur Zaenal Abidin
[29] Lihat al-Dustur al-Qur'ani wa al-Sunnah al-Nabwiyyah fi syu'uni al-Hayah (2/26, 314), Muhammad Izzah Druzah