‎"MARTIR DEMOKRASI" : KETULUSAN ATAU EKSPLOITASI?

Miris hati saya melihat bagaimana Metro TV memberitakan peringatan 100 hari kematian Sondang Hutagalung yang dikemas layaknya pahlawan dengan sebutan “Martir Demokrasi”. Saya pikir stasiun TV tsb telah melakukan eksploitasi atas kematian Sondang dengan tujuan bisnis dan politik. Saya menyadari bahwa kondisi berbangsa dan bernegara sedang dalam keadaan carut-marut dengan segala intrik kalangan elit politiknya. Tapi jelas perbuatan membakar diri hingga tewas itu bukanlah perjuangan yang efektif, dan cenderung (hampir) sia-sia! Jika bunuh diri itu dianggap sebagai bagian dari perjuangan melawan ‘rezim pemerintah yang korup’, saya cuma ingin mengingatkan bahwa kondisi kita saat ini tidak seburuk masa-masa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Bangsa dan Negara ini bisa dibangun tidak lepas dari peran generasi muda. Mulai dari Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, hingga Proklamasi 1945 adalah momen besar yang digerakkan oleh generasi muda dengan penuh keberanian dan intelektualitas, tanpa kekerasan apalagi sampai membunuh diri! Itulah yang harus diteladani dan diperjuangkan generasi muda yang terpelajar saat ini! Jika generasi muda saat ini lebih mengedepankan kekerasan dan tragedi, itu sungguh merupakan langkah mundur jika dibandingkan apa yang telah dicontohkan oleh para ‘Founding Fathers’ kita. Ajaran Islam juga sangat melarang umatnya untuk berputus asa dari rahmat Allah (QS 39 : 53), apalagi sampai bunuh diri (QS 4 : 29)! Saya tidak sedang menghakimi seorang Sondang Hutagalung. Biar bagaimanapun saya berikan empati yang sebesar-besarnya dan rasa dukacita yang mendalam. Saya memandang seorang Sondang sebagai seorang pemuda yang berani dan berkemauan keras, namun belum tahu apa yang seharusnya diperbuat, sehingga ia melakukan aksi nekad seperti itu. Akan tetapi sekali lagi yang sesalkan adalah Metro TV yang mengeksploitasi kematian Sondang dengan bungkus “Martir Demokrasi”. Seorang martir alias pahlawan itu adalah orang yang patut diteladani. Sekarang apakah sahabat di sini akan membiarkan anak-cucu dan adik-adik kita meneladani perjuangan yang semacam itu? Kalau saya akan lebih senang anak-cucu saya kelak meneladani pemuda-pemuda Soekarno, Moh Hatta, Tan Malaka, Syahrir, Muh Yamin, WR Soepratman, Soekarni, dan pemuda-pemuda inspirator lainnya. Apakah Metro TV tidak memikirkan dampak pelabelan “Martir Demokrasi” terhadap alam bawah sadar generasi muda kita yang belum matang tingkat emosionalnya? Tidak heran jika generasi muda kita sekarang ini menjadi fatalistik dan sudah banyak yang tidak mencerminkan sebagai seorang intelektual dan lebih senang mengedepankan kekerasan dalam mencapai tujuan. Saya berharap masyarakat bisa bersikap dewasa dalam menyaring propaganda terselubung yang dihembuskan oleh elit politik tertentu. Sudah bukan rahasia bahwa media televisi kita kebanyakan dikuasai oleh orang-orang yang memiliki ambisi politik. Eksploitasi terhadap kematian Sondang Hutagalung sepertinya lebih bermotif bisnis, yaitu berusaha menaikkan rating pemirsa, dan juga bermotif politik dengan usaha menjatuhkan citra pemerintah Republik Indonesia dengan cara yang kurang fair. Btw, jangan dianggap saya ini simpatisan Partai Demokrat lho ya! Lha wong dulu aja enggak nyoblos Pak Beye .... (Whew!)

2 komentar:

  1. Keren gan. Blognya juga keren

    afikrubik.blogspot.com

  1. Hheheee.. sama-sama...
    blog-mu jg bgus.. :)

Posting Komentar