Sifat
ilmiah didalam sebuah ilmu dapat diwujudkan apabila memenuhi beberapa syarat
pengetahuan ilmiah, diantaranya: ilmu harus mempunyai objek, metode,
sistematik, dan bersifat universal atau berlaku umum. Objek ilmu artinya
sesuatu yang dikaji atau ditelaah oleh sebuah disiplin ilmu. Ilmu harus
memiliki objek, karena kebenaran yang hendak diungkapkan dan dicapai adalah
persesuaian antara yang diketahui dengan objeknya.
a.
Objek Ilmu Secara Umum
Semua
disiplin ilmu pasti memiliki objek (sesuatu yang dikaji). Secara garis besar
objek ilmu dibagi menjadi dua bagian, pertama,
objek material, dan kedua objek formal. Objek
material adalah sesuatu, realitas atau kenyataan yang dikaji (dibahas) atau
diselidiki oleh ilmu. Sesuatu atau realitas itu misalnya adalah manusia, alam,
ajaranagama, dan lain-lain.
Sedangkan
yang dimaksud objek formal, adalah,
adalah aspek khusus atau tertentu (hal Spesifik) dari objek material yang
diungkapkan secara mendalam oleh suatu disiplin ilmu.misalnya manusia sebagai
objek material memiliki keragaman aspek atau perilaku, ketika aspek khusus ini
dikaji secara mendalam oleh disiplin ilmu itulah objek formal, yang melahirkan
bermacam-macam ilmu social. Sebagai contoh misalnya mengungkap tentang budaya
atau kebudayaan manusia, ini dikaji oleh Antropologi, tentang perilaku kejiwaan
manusia dikaji Psikologi, dan sebagainya.
Oleh karena itu yang membedakan suatu disiplin ilmu dengan displin ilmu
yang lain adalah objek formal yang diungkapkannya, artinya dengan objek
formalnyalah akan diketahui kekhasan yang membedakan antara satu disiplin ilmu
dengan ilmu lainnya.
b.
Objek Ilmu Dakwah
Ilmu
dakwah sebagai sebuah disiplin ilmu memiliki objek kajian tersendiri. Seperti
halnya uraian diatas, objek ilmu dakwah terbagi dua yaitu objek material dan
formal. Objek material ilmu dakwah adalah ajaran pokok agama Islam (alQuran dan
al-Sunnah) serta manifestasinya dalam semua aspek kegiatan dan kehidupan umat
Islam dalam sepanjang sejarah Islam sedangkan objek formal ilmu dakwah adalah
mengkaji atau mengungkap salah satu aspek atau sisi dari objek material, yaitu
aspek yang berhubungan dengan kegiatan mengajak umat manusia, beramar ma’ruf
nahi munkar, supaya manusia masuk kejalan Allah (system Islam) dalam semua segi
kehidupan. Selanjutnya Syukriadi Sambas memperkuat pernyataan ini dengan
pernyataannya bahwa objek material ilmu dakwah adalah perilaku keislaman dalam
berislam yang sumber pokoknya al-Quran dan al-Sunnah, dan objek formalnya
adalah aspek spesifik yaitu prilaku keislaman dalam melakukan dakwah baik dalam
bentuk Tabligh, Irsyad, Tadbir, dan Tathwir.
Bentuk
kegiatan mengajak umat manusia kepada al-Islam, dapat dilakukan dengan lisan
atau tulisan (dakwah bi al-lisan dan bi al-qalam). Dakwah bi al-lisan (ucapan)/ bi al-qalam (tulisan) melahirkan aspek
kegiatan khusus yang terdiri dari:
1. Kajian
masalah yang berkaitan dengan Tabligh,
yaitu Komunikasi Penyiaran Islam (KPI).
2. Kajian
masalah yang berhubungan dengan Irsyad,
yaitu Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI).
3. Kajian
masalah yang berhubungan dengan tadbir,
yaitu Manajemen Dakwah (MD).
4. Kajian
masalah yang berkaitan dengan Tathwir,
yaitu Pengembangan Masyarakat Islam (PMI).
Paling
tidak empat bentuk kegiatan dakwah diatas beserta masalah-masalah didalam menjadi
aspek-aspek yang secara intensif dikaji oleh ilmu dakwah sebagai bagian dari
objek formalnya.
Metode
Ilmu Dakwah
Disiplin ilmu dibuktikan juga aspek
keilmiahannya dengan metode keilmuan yang dimilikinya. Metode sering diartikan
sebagai kata yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu methodos dalam bahasa
Indonesia diartikan cara atau jalan.
Dalam perkembangannya metode ilmu
dakwah terdapat dua versi, menurut Amrullah Ahmad dan Syukriadi Sambas. Pertama
menurut versi Amrullah Ahmad meliputi:
1. Pendekatan analisa system dakwah,
dengan menggunakan analisa system dakwah masalah-masalah dakwah yang kompleks
dapat dirumuskan proses dakwah dapat diketahui alurnya, umpan balik kegiatan
dakwah dapat dinilai dan fungsi dakwah terhadap system kemasyarakatan
(lingkungan) dapat diketahui dan dianalisa.
2. Metode historis,
metode historis digunakan untuk melihat dakwah dalam perspektif waktu: kemarin
(masa lampau), kini, dan yang akan datang. Caranya adalah dengan menggunakan
pendekatan subjek dan territorial.
3. Metode reflektif,
dalam hal ini bangunan logisnya: refleksi pandangan pandangan-dunia tauhid
(sebagai paradigma) kedalam prinsip epistemologis, kemudian refleksi
epistemologis kedalam penyusunan wawasan teoritik dan refleksi teoritik kedalam
proses pemahaman fakta dakwah.
4. Metode riset dakwah partisipatif,
objek kajian dakwah tidak hanya memiliki sifat’masa lalu’ tetapi juga-bahkan
lebih banyak-bersifat masa kini dan yang akan datang.Karena itu dakwah
merupakan fenomena aktual yang berinteraksi dengan aneka ragam sistem
kemasyarakatan, sains, dan tekhnologi.
5. Riset kecenderungan gerakan dakwah,
dalam metode ini setelah peneliti (da’i) melakukan generalisasi atas fakta
dakwah masa lalu dan saat sekarang serta melakukan kritik teori-teori dakwah
yang ada,maka peneliti dakwah menyusun analisis kecenderungan masalah, sistem,
metode, pola pengorganisasian dan pengolahan dakwah yang terjaddi masa
lalu,kini, dan kemungkinan yang akan datang.
Versi yang kedua metode ilmu dakwah
menurut syukriadi sambas, ia merumuskan tiga langkah kerja (metode) keilmuan
dakwah yang dikenal dengan sebutan pendekatan tiga ‘M’(tiga manhaj), yaitu :
Manhaj istinbath,Iqtibas, dan Istiqra.
1. Manhaj Istinbath
yaitu : Suatu langkah kerja (metode) untuk menggali,merumuskan dan
mengembangkan teori-teori dakwah atau memahami teori-teori dakwah dengan
merujuk atau menurunkan dari al-Qur’an dan al Sunnah.
2. Manhaj Iqtibas yaitu
: Suatu langkah kerja (metode) untuk menggali,merumuskan, dan mengembangkan
teori-teori dakwah atau memahami hakikat dakwah dengan meminjam atau meminta
bantuan dari ilmu-ilmu sosial.
3. Manhaj Istiqra
yaitu : Suatu langkah kerja (metode) untuk menggali, merumuskan, dan
mengembangkan teori-teori dakwah atau memahami hakikat dakwah dengan melakukan
peneliti, baik penelitian referensi atau lapangan.
Metode lain yang dapat digunakan
dalam merumuskan, menemukan dan mengembangkan teori-teori dalam dakwah, dapat meminjam
beberapa metode yang pernah dilakukan para cendikiawan muslim terdahulu yang
dikembangkan atas dasar prinsip-prinsip yang yang menjadi orientasi utamanya,
yaitu :
1. Prinsip
al-mura’ah (konservasi) yaitu pelestarian nilai-nilai dasar yang termuat dalam
wahyu untuk permasalahan yang muncul.
2. Prinsip
al-tahdithi (inovasi) yaitu upaya penyempurnaan ajaran islam guna memenuhi
tuntunan spiritual masyarakat islam sesuai dengan perkembangan sosialnya.
3. Prinsip
al-ibtikari (kreasi) yaitu penciptaan rumusan pemikiran islam secara kreatif,
konstraktif, dalam menyahuti permasalahan aktual.
Metode bayani, yang sudah lama
dipergunakan oleh para fuqaha’,mutakallimun dan ushuliyun.bayani adalah
pendekatan untuk :
a) memahami
atau menganalisis teks guna menemukan atau mendapatkan makna yang dikandung
dalam lafadz.
b) Istinbat
hukum-hukum dari al-nusus al-diniah dan al-qur’an khususnya.
Dalam
pendekatan bayani dikenal ada 4 macam bayan :
1.) Bayan
al-I’tibar, yaitu penjelasan mengenai keadaan, keadaan segala sesuatu,
2.) Bayan
al-I’tiqad, yaitu penjalasan mengenai segala sesuatu yang meliputi makna.
3.) Bayan
al-ibarah dibagi menjadi dua yaitu al-bayan al-zahir yang tidak membutuhkan
tafsir. Al-bayan al-batin yang membutuhkan tafsir,qiyas,istidal, khabar.
4.) Al-bayan
al-kitab, maksudnya media untuk menukil pendapat-pendapat dan pemikiran dari
khatib khat, katib lafz, katib ‘aqd, katib hukum dan katib khabar.
Metode
irfani adalah cara pandang keislaman yang berkenaan dengan masalah-masalah
esoterisme atau sufimisme.irfani adalah model metodologi berfikir yang
didasarkan pada pendekatan dan pengalaman langsung atas realitas spiritual
keagamaan.
Oleh
karena itu pengetahuan irfani tidak didasarkan atas teks seperti bayani, tetapi
pada kasyf, tersingkapnya
rahasia-rahasia realitas oleh tuhan.dalam tradisi islam,selain indera dan akal,
masih ada satu lagi alat pengetahuan yang diakui oleh ilmuan muslim, yaitu hati
(qalbu) atau menurut bahasa filsafat disebut dengan intuisi.