A. Pendahuluan
Dalam sejarah kehidupan manusia,
telah muncul konsepsi tentang kepemimpinan. Bagaimana Nabi Adam memimpin Hawa
dan keturunannya di dunia setelah diusir dari surga. Begitu juga sejak awal
kemunculan Islam, Nabi Muhammad selain sebagai seorang utusan Rasul yang menyampaikan ajaran-ajaran
agama tetapi juga seorang kepala Negara dan kepala rumah tangga. Paling tidak
dalam catatan-catatan sejarah kenabian yang terdokumentasikan dalam
Hadits-Hadits yang tetap terjaga dan masih bisa dikonsumsi sampai saat ini, Nabi
memberikan contoh bagaimana seorang pemimpin menyelesaikan persoalan-persoalan
pribadi maupun sosial kemasyarakatan berdasarkan musyawarah untuk tercapainya
kemaslahatan.
Masa peletakan Fondasi Islam yang di bawa Nabi
Muhammad Saw. telah lama usai. Setiap ummat Islam dituntut untuk mampu
mengaplikasikan ajaran-ajaran tersebut kedalam seluruh aspek kehidupan,
tentunya dengan kontekstualisasi yang sejalan dengan perubahan zaman namun
tetap berdasarkan tuntunan yang ada.
Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl : 90)
Berdasarkan ayat diatas paling
tidak, dapat diraba bahwa konsepsi kepemimpinan diakui oleh Islam yang
dimanifestasikan dalam ayat-ayat al-Qur’an. Untuk lebih mendalami hal tersebut
dalam makalah ini akan sedikit dibahas beberapa hadits yang tertuang dalam
Kitab Riyadhus Shalihin karya Imam Nawawi.
B. Pembahasan
Islam menetapkan tujuan dan tugas
utama pemimpin adalah untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya
serta melaksanakan perintah-perintah-Nya. Ibnu Taimyah mengungkapkan bahwa
kewajiban seorang pemimpin yang telah ditunjuk dipandang dari segi agama dan
dari segi ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan diri
kepada Allah adalah dengan menaati peraturan-peraturan-Nya dan Rasul-Nya. Namun
hal itu lebih sering disalah gunakan oleh orang-orang yang ingin mencapai
kedudukan dan harta.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya :
Dari Ibn Umar r.a.
Sesungguhnya Rasulullah Saw. Berkata :”Kalian adalah pemimpin, yang akan
dimintai pertanggungjawaban. Penguasa adalah pemimpin, dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, dan
akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin
dirumah suaminya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Pelayan adalah pemimpin dalam mengelolaharta tuannya, dan akan dimintai
pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Oleh karena itu kalian sebagai
pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.“
Hal yang paling mendasar yang dapat diambil dari hadis
diatas adalah bahwa dalam level apapun, manusia adalah pemimpin termasuk bagi
dirinya sendiri. Setiap perbuatan dan tindakan memiliki resiko yang harus
dipertanggungjawabkan.
Setiap orang adalah pemimpin meskipun pada saat yang
sama setiap orang membutuhkan pemimpin ketika ia harus berhadapan untuk
menciptakan solusi hidup di mana kemampuan, keahlian, dan kekuatannya dibatasi
oleh sekat yang ia ciptakan sendiri dalam posisinya sebagai bagian dari
komunitas.
1) Penguasa
yang adil
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Artinya :
Dari Abu Hurairah
ra., dari Nabi Saw., beliau bersabda : “Ada tujuh golongan yang akan mendapat
naungan Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu :
Pemimpin yang adil, Pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah Ta’ala,
Seseorang yang hatinya senantiasa digantungkan (dipertautkan)” dengan masjid,
Dua orang saling mencintai karena Allah, yang keduanya berkumpul dan berpisah
karena-Nya. Seorang laki-laki yang ketika diajak [dirayu] oleh seorang wanita
bangsawan yang cantik lalu ia menjawab :”Sesungguhnya saya takut kepada
Allah.”Seorang yang mengeluarkan sedekah sedang ia merahasiakanny,
sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan
kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di tempat yang sepi sampai
meneteskan air mata.”
Setiap orang berhak mengeluarkan pendapatnya dan
seorang pemimpin berkewajiban mendengarkan. Ia wajib menjalankan hasil
musyawarah. Setiap keputusan yang telah disepakati bersama wajib dilaksanakan
karena itu merupakan amanat yang dibebankan kepadanya. Dalam hadits diatas
diungkapkan keutamaan seorang pemimpin yang adil sehingga mendapatkan posisi
pertama orang yang mendapatkan naungan dari Allah pada hari kiamat. Hal ini
menunjukkan begitu beratnya menjadi seorang pemimpin untuk selalu adil dalam
menyelesaikan permasalahan-permasalahan.
2) Wajib menaati
perintah penguasa
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
Artinya :
Dari Ibn Umar ra.,
dari Nabi Saw., sesungguhnya bliau bersabda : “Seorang Muslim wajib mendengar
dan taat terhadap perintah yang disukai maupun tidak disukainya. Kecuali bila
diperintahkan mengerjakan kemaksiatan, maka ia tidak wajib mendengar dan taat”
Secara kontekstual hadits diatas
dapat diartikan dalam berbagai dimensi. Dalam sebuah komunitas, masyarakat dan
agama setiap manusia memiliki sistem yang mengatur mereka maka wajar sebagai
bagian dari sistem tersebut untuk mematuhi aturan-aturan yang berlaku. Namun
ketaatan tersebut tidak serta merta menjadi sikap yang selalu taklid terhadap pemimpin. Dalam Islam
diajarkan tidak diperbolehkan taat atau memetuhi pemimpin kecuali dalam
batas-batas yang telah dijelaskan Allah dalam al-Qur’an dan Hadits bahwa tidak
wajib memetuhi seorang pemimpin melainkan karena Allah.
3) Larangan
meminta jabatan & Mengangkat pejabat karena memintanya
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُوتِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُوتِيتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا وَإِذَا حَلَفْتَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَكَفِّرْ عَنْ يَمِينِكَ وَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ
Artinya :
Dari Abdurrahman
ibn Smurah ra. Ia berkata : Rasulullah bersabda :”Wahai Abdurrahman Ibn
sammurah, janganlah kamu meminta jabatan. Apabila kamu diberi dan tidak
memintanya, kamu akan mendapat pertolongan Allah dalam melaksanakannya. Dan
jika kau diberi jabatan karena memintanya, jabatan itu diserahkan sepenuhnya.
Apabila kamu bersumpah terhadap satu perbuatan, kemudian kamu melihat ada
perbuatan yang lebih baik, maka kerjakanlah perbuatan yang lebih baik itu.“
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَرَجُلَانِ مِنْ بَنِي عَمِّي فَقَالَ أَحَدُ الرَّجُلَيْنِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمِّرْنَا عَلَى بَعْضِ مَا وَلَّاكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَقَالَ الْآخَرُ مِثْلَ ذَلِكَ فَقَالَ إِنَّا وَاللَّهِ لَا نُوَلِّي عَلَى هَذَا الْعَمَلِ أَحَدًا سَأَلَهُ وَلَا أَحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ
Artinya:
Dari Abu Musa
al-Asy’ari ra., ia berkata: bersama dua orang saudara sepupu, saya mendatangi
Nabi Saw. kemudian salah satu diantara keduanya berkata: Wahai Rasulullah,
berilah kami jabatan pada sebagian dari yang telah Allah kuasakan terhadapmu.
Dan yang lain juga berkata begitu. Lalu beliau bersabda: Demi Allah, aku tidak
akan mengangkat pejabat karena memintanya, atau berambisi dengan jabatan itu.
Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan
merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi
dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi lingkungan pekerjaannya, maupun bagi
lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya. Berdasarkan hadits diatas dapat
dipahami bahwa yang menjadi penentu adalah masyarakat atau komunitas, bukan
sikap mengharapkan sebuah jabatan dengan meminta. Dengan meminta maka jabatan
tersebut bukan lagi sebuah pengembanan amanat masyarakat atau komunitas yang
dipimpin melainkan keinginan pribadi dengan tujuan tertentu.
Kepemimpinan adalah
tanggung jawab yang dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu
transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati
dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk bertanggungjawab kepada
yang dipimpin. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin
untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh masyarakat atau komunitas yang
dipimpinnya. Kembali betapa banyak kita saksikan para pemimpin yang mengaku wakil
rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali,
karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam Pemilu tidak
sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.
Posting Komentar