BAB I
PENDAHULUAN
Kebaikan itu
memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Demikian juga halnya dengan kejahatan dan
dosa. Kebaikan apa saja yang mempunyai manfaat besar, maka pahalanya di sisi
Allah akan besar juga. Sedangkan kebaikan yang manfaatnya lebih rendah, maka
pahalanya pun seimbang dengan kebaikan tersebut. Sebaliknya, setiap kejahatan
yang mudharatnya lebih besar, maka ia disebut sebagai dosa-dosa besar yang
membinasakan dan siksanya pun sangat berat. Adapun kejahatan yang mudharatnya
lebih rendah dari itu, maka ia tergolong kepada dosa-dosa kecil yang dapat
terhapus dengan jalan menjauhi dosa-dosa besar.
Allah SWT
berfirman didalam Al-Qur’an Surat An-Nisaa’ 31, Apabila kamu menjauhi dosa-dosa
besar yang telah dilarang bagimu untuk mengerjakannya, maka Kami hapuskan
dosa-dosamu yang kecil dan Kami masukkan kamu kedalam tempat yang mulia
(Surga).
Dari ayat di
atas, jelas terdapat dua macam dosa, yakni dosa besar dan dosa kecil. Jelas
pula bahwa Allah SWT berjanji bahwa jika seorang hamba menjauhkan diri dari
dosa-dosa besar, maka Allah SWT memaafkan kesalahan/dosa kecil yang pernah
dilakukannya. Haruslah kita ingat bahwa terdapat prasyarat untuk terpenuhinya
(janji Allah SWT itu) yakni, semua yang fardlu (wajib) seperti halnya shalat,
zakat, dan puasa, harus tetap dikerjakan dengan tertib dan teratur, sambil
terus berusaha menjauhi dosa-dosa besar, sebab meninggalkan yang fardlu itupun
tergolong melakukan dosa besar. Jadi, jika seorang hamba melaksanakan semua
yang diwajibkan (fardlu) dan meninggalkan perbuatan dosa besar maka Allah SWT
akan memaafkan dosa-dosa kecilnya.
Apakah dosa itu?
Apa sajakah dosa-dosa kecil itu? Dan, apa saja pulakah yang tergolong dosa-dosa
besar?
Dosa adalah
segala perbuatan yang bertentangan dengan kehendak dan perintah Allah SWT.
Sampai disini belum dibedakan besar kecilnya dosa. Abdullah bin Abbas berkata,
“ Setiap perbuatan menentang ajaran Islam adalah dosa besar.”
Oleh karena itu,
jika dosa-dosa kecil dilakukan berulang-ulang, secara sembrono (serampangan),
dan dikerjakan dengan terang-terangan, maka akan terangkum menjadi suatu dosa
besar. Seorang ulama menerangkan pengaruh-pengaruh dosa kecil dan dosa besar
dengan contoh berikut ini. Ia mengibaratkan dengan perbandingan sengatan
kalajengking kecil dengan kalajengking besar. Juga ibarat rasa panas terbakar
api kecil dibanding dengan terbakar api yang besar. Semuanya terasa sangat
sakit, namun akibat yang ditimbulkan oleh yang besar menyisakan luka yang lebih
parah. Begitu juga, kedua jenis dosa itu sama berbahayanya, akan tetapi
kerusakan yang diderita akibat dosa besar lebih parah daripada dosa kecil.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MENYEKUTUKAN ALLAH
1.
Riwayat Hadits
ﺣﺪﻳﺙﺃﻧﺱﺭﺿﻲﺍﷲﻋﻧﻪﻗﺎﻞﺳﺋﻞﺭﺳﻭﻝﺍﷲﺻﻟﻰﺍﷲﻋﻟﻳﻪﻮﺳﻟﻡﻋﻦﺍﻟﻛﺑﺎﺌﺭﻗﺎﻝ׃
ﺍﻻﺷﺭﺍﻙﺑﺎﺍﷲﻭﻋﻘﻭﻕ
ﺍﻠﻮﺍﻟﺪﻳﻥﻭﻗﺗﻝﺍﻟﻧﻔﺱﻭﺷﻬﺎﺪﺓﺍﻟﺯﻭﺮ.
ﺍﺨﺭﺠﻪﺍﻟﺑﺨﺎﺭﻯﻓﻰ׃ ٥٢
ـ ﮐﺘﺎﺏﺍﻟﺷﻬﺎﺪﺍﺕ׃١٠ ـ ﺑﺎﺐﻣﺎﻗﻳﻝﻓﻰﺷﻬﺎﺪﺓﺍﻟﺯﻭﺭ.
Arti Hadits / ترجمة الحديث :
Hadits Anas ra.
Dimana ia berkata: “Rasulullah saw. ditanya tentang dosa-dosa besar, kemudian
beliau menjawab: “Mempersekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua,
membunuh jiwa (manusia), dan saksi palsu.”
Al-Bukhari
mentakhrijkan hadits ini dalam “Kitab Persaksian” bab tentang apa yang
dikatakan dalam saksi palsu.
2.
Sababul Wurud
Dalam kitab
Riyadhus Shalihi dijelaskan, bahwa ketika Nabi menjelaskan tentang dosa syirik
dan durhaka terhadap kedua orang tua, beliau dalam keadaan bersandar, namun
kemudian beliau duduk untuk menunjukan betapa pentingnya masalah yang akan
dibahasnya, yaitu tentang dosa saksi palsu. Beliau terus mengulang-ulanginya,
sampai para sahabat berkata, “Semoga Rasulullah segera diam”.
3.
Penjelasan (syarah) Hadits
Dalam hadits di
atas diterangkan empat macam dosa besar, yakni menyekutukan Allah, durhaka
kepada orang tua, membunuh jiwa manusia tanpa hak dan menjadi saksi palsu.
a. Musyrik (menyekutukan Allah)
Mempersekutukan
Allah atau syirik dikategorikan sebagai dosa yang paling besar yang tidak akan
diampuni oleh Allah SWT. Orang yang
syirik diharamkan untuk masuk surga, sebagaimana firman Allah SWT :
... ﺇﻧﻪﻤﻥﻴﺷﺮﻙﺑﺎﷲﻓﻘﺪﺣﺮﻡﷲﻋﻟﻴﻪﺍﻟﺟﻧﺔﻭﻣﺄﻭﻪﺍﻟﻧﺎﺭ...
﴿ﺍﻟﻣﺎﺋﺪﺓ׃٧٢﴾
Artinya:
“Sesungguhnya orang yang menyekutukan Allah, maka pasti Allah mengharamkan
surga baginya dan ia ditempatkan di dalam neraka.” ( Q.S. Al-Ma’idah: 72)
Ada
beberapa macam bentuk menyekutukan Allah SWT, di antaranya:
·
mengagungkan makhluk layaknya mengagungkan Allah
SWT. Sikap seperti ini banyak dialami oleh sebagian para pembantu, mereka
sering mengagungkan seorang pemimpin, atau para pejabat melebihi pengagungannya
kepada Allah SWT – Wal’iyadzubillah - Perbuatan ini merupakan syirik terbesar.
Hal ini menunjukan apabila seorang pemimpin atau tuan raja menyuruh sesuatu
ketika waktu shalat, maka ia akan berani meninggalkannya. Bahkan hingga waktu
shalat telah habis pula mereka tidak akan peduli.
·
Dalam masalah cinta. Seseorang mencintai orang
lain sesama makhluk sama besarnya atau melebihi rasa cintanya kepada Allah SWT.
Engkau akan melihat ia sering menuntut agar dirinya lebih dicintai dari pada
Allah SWT. Sikap seperti ini banyak ditemukan di kalangan orang-orang yang
dimabukasmara. Hatinya dipenuhi oleh cinta kepada selain Allah SWT.
·
Sesuatu yang tersembunyi, yang termasuk
menyekutukan Allah SWT, yaitu riya. Seseorang yang sedang melaksanakan shalat
lalu ia memperbagus shalatnya karena sedang dilihat oleh si fulan. Ia berpuasa
hanya ingin dikatakan ahli ibadah dan rajin berpuasa. Ia bersedekah hanya ingin
dikatakan sebagai orang yang dermawan, semua termasuk riya.
·
Bentuk syirik yang tersembunyi yaitu ketika hati
dan akal pikiran seseorang dipenuhi oleh dunia. Akal pikirannya, badan, tidur
dan bangun semua hanya untuk dunia, ia selalu berusaha mencari dunia tidak
peduli halal, haram, dusta, karena ia telah diperbudak dunia.
Walhasil,
bahwa di antara manusia ada yang menyekutukan Allah Ta’ala namun orang tersebut
tidak menyadarinya. Wahai saudara-saudara engkau merasakan bahwa dunia telah
menguasai hatimu dan engkau tak lagi memperdulikan hal lain selain itu, maka
ketika engkau bangun dari tidur semuanya akan karena dunia. Maka ketahuilah bahwa
hari-hari telah terisi dengan kesyirikan.
b. Durhaka Kepada Orang Tua
Maksudnya
adalah tidak berbakti kepada keduanya. Setiap anak wajib berbakti kepada kedua
orang tuanya sesuai kemampuannya. Ia wajib menaati mereka selama bukan untuk
kemungkaran dan kemaksiatan kepada Allah SWT.
Dalam
Al-qur’an banyak sekali ayat yang menerangkan keharusan berbuat baik terhadap
orang tua. Menurut Ibn Abas, dalam Al-Qur’an ada tiga hal yang selalu dikaitkan
penyebutannya dengan tiga hal lainnya, sehingga tidak dapat dipisahkan antara
yang satu dan lainnya, yaitu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dirikan shalat
dan keluarkan zakat, bersyukur kepada Allah dan kepada kedua orang tua.
Hal itu
menandakan bahwa peran dan kedudukan orang tua sangat tinggi di hadapan Allah
SWT, sehingga Rasulullah SAW. bersabda:
ﺮﺿﻰﺍﷲ ﻓﻰ ﺮﺿﻰﺍﻟﻮﺍﻟﺪﻴﻦﻭﺴﺧﻁ ﺍﷲ ﻓﻰﺴﺧﻁ ﻟﻮﺍﻟﺪﻴﻦ.
﴿ﺮﻭﺍﻩﺍﻟﺘﺮﻤﺬﻯﻮﺍﻟﺤﺎﻛﻡ ﺑﺷﺮﻄ ﺍﻟﻤﺴﻟﻡ﴾
Artinya:
“Keridaan Allah itu terletak pada keridaan kedua ibu bapaknya dan kemurkaan
Allah itu terletak pada kemurkaan kedua ibu bapak pula”. (HR. Muslim, Hakim,
dengan syarat Muslim)
c. Membunuh
Maksud
membunuh dalam pembahasan ini adalah membunuh jiwa yang diharamkan tanpa hak
dengan sengaja. Orang yang berbuat seperti itu akan dimasukkan ke neraka
jahanam dan kekal di dalamnya. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 93 yang artinya: “Barang
siapa yang membunuh orang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah
neraka jahanam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya
serta menyediakan azab yang besar baginya.”
Dan Nabi SAW.
bersabda:
ﺇﺬﺍﺍﻟﺘﻘﻰﺍﻟﻤﺴﻟﻤﺎﻦﺑﺴﻴﻔﻴﻬﻤﺎ٬ ﻓﺎﻟﻘﺎﺘﻝﻭﺍﻟﻤﻘﺘﻭﻝﻓﻲﺍﻟﻨﺎﺭ٬ﻫﺫﺍﺍﻟﻘﺎﺗﻞ٬
ﻓﻣﺎﺒﺎﻞﺍﻟﻣﻘﺗﻭﻞ؟ ﻗﺎﻞ׃ ﻷﻨﻪﻛﺎﻦﺣﺭﻳﺻﺎﻋﻟﻰﻗﺗﻞﺻﺎﺣﺑﻪ.
Artinya: “Jika
dua orang lelaki Muslim berjumpa membawa pedangnya masing-masing (dengan tujuan
untuk saling membunuh), maka pembunuhnya dan yang terbunuh akan sama-sama masuk
neraka. Lalu beliau ditanya oleh seorang sahabat: Ya Rasulullah, benarlah jika
pembunuh ini masuk neraka, tetapi mengapakah pula orang yang terbunuh itu turut
sama masuk neraka? Nabi SAW. menjawab: Sebab yang terbunuh itu berusaha pula
untuk membunuh kawannya yang telah membunuhnya itu.” (Riwayat Bukhari, Muslim
dan Ahmad)
Menurut Imam
Abu Sulaiman, cara yang demikian itu jika dalam bentuk saling membunuh itu
perlu kepada penjelasan. Sehingga jika ada dua orang (kelompok) yang saling
berusaha untuk membunuh yang lainnya atas dasar fanatisme atau untuk
mendapatkan harta keduniaan dan berebut pangkat. Adapun orang yang membunuh
untuk membela isterinya (keluarganya diancam), maka orang-orang tersebut tidak termasuk
hadits di atas.
d. Saksi Palsu’;
Imam An-Nawawi
di dalam kitabnya Riyadhus Shalihinmencantumkan “Bab Larangan Memberikan
Kesaksian Palsu.” Penulis menjelaskan bahwa kesaksian palsu adalah seseorang
yang memberikan kesaksian suatu peristiwa yang ia ketahui, tetapi bertentangan
dengan kenyataannya. Seseorang memberikan kesaksian sebuah kejadian dan ia
tidak mengetahui kesaksiannya sesuai dengan fakta yang sebenarnya atau justru
bertentangan dengan fakta yang sebenarnya. Seseorang mengetahui bahwa kejadian
sebenarnya adalah seperti ini, tetapi ia memberikan kesaksian yang tidak sesuai
dengan kenyataannya. Ketiga macam bentuk persaksian ini hukumnya haram dan
seseorang tidak boleh memberikan kesaksian kecuali sesuai dengan fakta yang ia
ketahui dan dengan cara yang benar.
Dalam riwayat
lain menyebutkan bahwa Nabi SAW. sangat memberi perhatian besar pada persoalan
ini. Hal itu ditunjukan dengan sikap beliau yang sebelumnya duduk bersandar
ketika mengucapkan dosa besar syirik dan durhaka kepada kedua orang tua, dan
beliau duduk tegak ketika mengucapkan tentang perkataan dusta atau saksi palsu.
Alasan perkara ini mendapat perhatian khusus adalah karena perkataan dusta atau
kesaksian palsu sangat mudah terjadi pada manusia, serta sering diremehkan oleh
kebanyakan orang. Adapun syirik dijauhi oleh hati seorang muslim, sedangkan
durhaka kepada kedua orang tua tidak selaras dengan tabiat. Sementara kepalsuan
itu ditunjang oleh berbagai faktor, seperti permusuhan, dengki dan lain-lain.
B. TUJUH MACAM DOSA BESAR
1. Riwayat Hadits
ﺣﺪﻳﺙﺍﺒﻰﻫﺭﻴﺭﺓﺭﺿﻰﺍﷲﻋﻧﻪ٬ﻋﻦﺍﻟﻧﺑﻰﺻﻟﻰﺍﷲﻋﻟﻳﻪﻮﺳﻟﻡﻗﺎﻝ׃ﺍﺠﺗﻨﺑﻭﺍﺍﻟﺳﺑﻊﺍﻟﻣﻭﺑﻘﺎﺕ٬
ﻗﺎﻟﻭﺍﻴﺎﺮﺳﻭﻝﺍﷲﻭﻣﺎﻫﻦ؟ﻗﺎﻝ׃ﺍﻟﺷﺮﻙﺑﺎﷲ٬ﻭﺍﻟﺴﺤﺮ٬ﻭﻗﺗﻝﺍﻟﻨﻔﺲﺍﻟﺗﻰﺤﺮﻡﺍﷲﺍﻻﺑﺎﻟﺤﻕ٬ﻮﺍﻜﻝﺍﻟﺮﺑﺎ٬ﻮﺍﻜﻝﻣﺎﻞﺍﻟﻳﺗﻴﻡ٬ﻮﺍﻟﺗﻮﻟﻰﻴﻮﻡﺍﻟﺯﺤﻒ٬ﻮﻗﺫﻑﺍﻟﻤﺤﺻﻨﺎﺖﺍﻟﻤﻮﻤﻨﺎﺖﺍﻟﻐﺎﻓﻼﺕ.
ﺍﺨﺭﺠﻪﺍﻟﺑﺨﺎﺭﻯﻓﻰ ׃٥٥ـ ﮐﺘﺎﺏﺍﻟﻭﺻﺎﻴﺎ׃٢٣ـ
ﺑﺎﺏﻗﻭﻝﺍﷲﺗﻌﺎﻟﻰ׃ﺍﻦﺍﻟﺬﻴﻥﻴﺄﻛﻟﻮﻦﺍﻤﻭﺍﻞ ﺍﻟﻴﺘﺎﻤﻰﻈﻟﻤﺎ.
Arti Hadits / ترجمة الحديث :
Hadits Abu
Hurairah ra. dari Nabi saw. dimana beliau bersabda: “ Jauhilah tujuh macam dosa
yang membinasakan.”Para sahabat bertanya:
”Wahai Rasulullah, apakah ketujuh macam dosa itu?” Beliau menjawab:
“Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa (manusia) yang diharamkan oleh
Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari pada saat
pertempuran (dalam jihad) dan menuduh (berbuat zina) kepada wanita-wanita yang
selalu menjaga diri, mukminat dan tidak pernah berfikir (untuk berzina).”
Al-Bukhari
mentakhrijkan hadits ini dalam “Kitab Wasiat” bab tentang firman Allah SWT
(yang artinya) : “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim dengan
aniaya . . . .“
2. Penjelasan (syarah) Hadits
Kebaikan itu
memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Demikian juga halnya dengan kejahatan dan
dosa. Kebaikan apa saja yang mempunyai manfaat besar, maka pahalanya di sisi
Allah akan besar juga. Sedangkan kebaikan yang manfaatnya lebih rendah, maka
pahalanya pun seimbang dengan kebaikan tersebut. Sebaliknya, setiap kejahatan
yang mudharatnya lebih besar, maka ia disebut sebagai dosa-dosa besar yang
membinasakan dan siksanya pun sangat berat. Adapun kejahatan yang mudharatnya
lebih rendah dari itu, maka ia tergolong kepada dosa-dosa kecil yang dapat
terhapus dengan jalan menjauhi dosa-dosa besar.
Allah Ta’ala
berfirman,
Jika kamu
menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya,
niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami
masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS An-Nisa [4]: 31)
Dalam hadis di
atas, Rasulullah Saw menyuruh umatnya agar menjauhi tujuh dosa yang
membinasakan. Tujuh dosa ini bukan berarti pembatasan (hanya tujuh perkara)
atas dosa-dosa yang membinasakan. Tetapi hal ini sebagai peringatan atas
dosa-dosa yang lainnya. Ketujuh dosa yang dimaksudkan dalam hadis di atas,
uraiannya adalah sebagai berikut.
(1)
Musyrik (Mempersekutukan Allah)
Menyekutukan
Allah yaitu menyamakan dan mensejajarkan selain Allah dengan Allah dalam segala
hal yang menjadi kekhususan bagi-Nya Yang Maha Suci, Maha Tunggal, Tempat
Bergantung Segala Makhluk, dan Yang Maha Esa.
Menyekutukan
Allah SWT merupakan dosa yang paling besar. Bahkan Allah SWT tidak akan
mengampuni dosa musyrik yang terbawa mati. Allah SWT berfirman, Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa musyrik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (musyrik) itu, bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan siapa saja
yang musyrik kepada Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS
An-Nisa [4]: 48)
Ar-Raghib
al-Ashfahani menyatakan bahwa kemusyrikan terdiri dari dua bentuk, yaitu:
1)
Syirik besar, yaitu menetapkan adanya sekutu bagi Allah
SWT. Inilah bentuk dosa yang paling besar.
2)
Syirik kecil, yaitu memperhatikan selain Allah di
samping memperhatikan-Nya juga dalam beberapa urusan. Itulah ria dan nifaq.
(Al-Ashfahani, hlm. 266)
Adanya
kemusyrikan dalam kategori musyrik kecil bukan karena beban dosanya yang
rendah, tetapi kemusyrikan ini merupakan bentuk kemusyrikan yang seringkali
terabaikan atau tidak terasa dalam perwujudannya. Tentang kemusyrikan ini,
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya perkara yang paling aku khawatirkan
menimpa kalian adalah musyrik yang paling kecil, yakni ria.” (Muttafaq ‘Alaih)
(2)
Sihir.
Sihir termasuk
ke dalam dosa yang besar karena di dalamnya terdapat upaya iltibas
(pencampur-adukan) dan menutupi apa yang sebenarnya. Bahkan sihir ini bisa
mengakibatkan penyesatan aqidah, baik dari sisi penyebabnya maupun dari sisi
perolehannya. Para ulama telah bersepakat atas
pengharaman sihir, pembelajaran dan pengajarannya. Bahkan Imam Malik, Imam
Ahmad, dan sekelompok para sahabat dan para tabiin berpendapat bahwa saling
berbagi sihir termasuk bagian kekufuran yang pelakunya harus mendapat hukum
eksekusi (dibunuh). Demikian juga upaya mempelajari dan mengajarkan sihir
kepada orang lain, karena hal itu termasuk wasilah yang akan menjadi jalan
terwujudnya sihir tersebut.
Namun di sisi
lain, ada juga yang berpendapat bahwa jika mempelajari sihir itu hanya sekadar
ingin mengetahuinya dan sebagai upaya menjaga diri, maka yang demikian itu
tidak termasuk dalam kategori haram. Pernyataan ini dianalogikan kepada
orang-orang yang berusaha mengetahui hakikat aliran-aliran sesat.
(3)
Membunuh Jiwa.
Yang dimaksud
membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah SWT dalam hadis di atas adalah
membunuh seorang muslim dengan sengaja, bukan karena suatu hukuman tertentu
seperti qishas atau rajam.
Pembunuhan
seperti ini termasuk juga ke dalam bagian dari dosa-dosa besar yang dapat
membinasakan para pelakunya. Melalui upaya pembunuhan, sang pelaku telah
menghilangkan rasa aman di lingkungannya, menebar rasa takut, dan memutuskan
ikatan persaudaraan sesama manusia, khususnya di kalangan kaum muslimin. Bahkan
Allah SWT mengisyaratkan bahwa membunuh satu orang sama kedudukannya dengan
membunuh semua orang. Keterangan ini tercantum dalam ayat berikut.
Oleh karena
itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa siapa saja yang
membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau
bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan siapa saja yang memelihara kehidupan seorang
manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan
sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu
sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi. (QS
Al-Maidah [5]: 32)
Hukum ini,
walaupun khitab-nya Bani Israil, bukanlah mengenai Bani Israil saja, tetapi
juga mengenai manusia seluruhnya. Allah memandang bahwa membunuh seseorang itu
bagaikan membunuh manusia seluruhnya, karena orang-seorang itu adalah anggota
masyarakat dan karena membunuh seseorang berarti juga membunuh keturunannya.
(4)
Memakan Riba
Memakan harta
riba termasuk kezaliman kepada orang lain. Orang yang memakan harta riba pada
dasarnya telah memerangi Allah dan Rasul-Nya, dan ia lebih pantas untuk
mendapat siksa yang abadi di neraka. Bagaimana tidak demikian, ketika orang
lain berada dalam kesulitan, kefakiran, pailit dalam ekonomi, padahal dalam
kondisi apapun seseorang didorong untuk mengeluarkan shadaqah, sementara
pemakan riba demikian asyiknya mempermainkan kemelaratan orang lain dengan
menambah beban pembayaran utang berlipat ganda dan dalam tempo yang
terus-menerus.
Pada
hakikatnya, riba itu dapat menghanguskan harta kekayaan, menghilangkan
nilai-nilai keberkahan, dan mencabut rasa kasih sayang dari pribadi para
pelakunya. Dengan demikian, dalam riwayat lain, Rasulullah Saw melaknat praktik
riba dengan berbagai faktor pendorong dan pelakunya, baik yang memakan harta
riba, yang menjadi penulis dalam transaksinya maupun yang menjadi saksi dalam
proses transaksi riba tersebut.
Secara umum,
Islam melarang keras terhadap seseorang yang dalam usaha mencari rezekinya
(ma‘isyah) dengan cara yang haram, sedangkan transaksi ribawi termasuk ke
dalamnya. Rasulullah Saw telah bersabda, “Siapa saja yang daging (di tubuhnya)
berkembang dari usaha yang haram, maka api neraka lebih utama bagi dirinya”.
(HR al-Hakim)
(5)
Memakan Harta Anak Yatim
Ketika seorang
anak menjadi yatim, karena ditinggal mati oleh orangtuanya, Islam menganjurkan
agar kaum muslimin, terutama kaum kerabatnya, dapat menjaga dan mengurus harta
mereka yang diperolehnya melalui proses pewarisan. Pengurusan harta anak yatim
ini terus berlangsung sampai usia anak ini menjadi dewasa sebagaimana
dijelaskan dalam ayat berikut.
Dan ujilah
anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah (dewasa). Kemudian jika
menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu memakan harta anak
yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa
(membelanja¬kannya) sebelum mereka dewasa. Siapa saja (di antara pemelihara
itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim) dan
siapa saja yang miskin, maka bolehlah ia memakan harta itu menurut yang patut.
Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu
adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah
sebagai Pengawas (atas persaksian itu). (QS An-Nisa [4]: 6)
Tatkala
seorang pengurus, terutama bagi mereka yang serba berkecukupan, tidak mampu
menjaga dirinya dari memakan harta anak yatim, maka Allah SWT mengancam mereka
dengan ancaman yang sangat besar sesuai dengan ayat berikut.
Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu
menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka). (QS An-Nisa [4]: 10)
(6)
Berpaling dari Barisan Perang
Yaitu
seseorang yang melarikan diri ketika kaum muslimin sedang memerangi orang-orang
kafir. Perbuatan ini termasuk dosa besar, termasuk tujuh perbuatan yang akan
membinasakan karena menimbulkan dua bahaya:
1. Akan menghancurkan semangat kaum muslimin
2. Orang-orang kafir semakin berani menekan
kaum muslimin
Ketika kaum muslimin
sudah mulai terdesak, maka orang-orang kafir akan semakin berani memerang kaum
muslimin.
Barangsiapa
yang lari dari medan
perang karena dua sebab ini, yaitu untuk bergabung dengan batalyon lain.
Contohnya ketika ada batalyon lain yang sedang dikepung oleh musuh dan akan
sangat berbahaya jika mereka dikuasai oleh musuh. Maka ia bergerak (mundur)
untuk membantunya, maka hal ini tidak apa-apa, karena larinya menuju batalyon
tersebut sangat menguntungkan.
Orang yang
lari dari medan
perang dengan berbelok untuk (siasat) perang. Contohnya
seperti seorang mujtahid yang lari belok (mundur) untuk memperbaiki senjata
atau untuk memakai baju besinya dan lain-lain yang termasuk dalam kepentingan
berperang dan perbuatan ini tidak apa-apa.
(7)
Menuduh Berzina
Menuduh
berzina kepada wanita yang menjaga kehormatan dan wanita itu adalah orang yang
terjaga keimanannya yaitu menuduh berzina wanita yang baik-baik, yang lurus,
yang telah berkeluarga, yang berstatus merdeka, dan yang beriman.
Predikat-predikat tersebut tercakup dalam pengertian sifat terhormat. Dan pada
hakekatnya, seorang wanita itu terhormat karena Islam, ia menjaga kesucian,
menikah, dan berstatus merdeka.
Dalam surat an-Nur Allah
melarang menuduh berzina seorang wanita yang baik-baik, dan menjelaskan sanksi
hukuman atas perbuatan ini. Disebutkan dalam Shahih Muslim dengan Syarah
an-Nawawi jilid II halaman 86, seorang ulama ahli tafsir Imam Abul Hasan
al-Wahidiy dan lainnya mengatakan : "Menurut pendapat yang shahih ;
batasan dosa besar itu tidak diketahui secara pasti. Bahkan di dalam syari’at
ada beberapa jenis perbuatan maksiat yang dijelaskan sebagai dosa-dosa besar,
dan ada juga beberapa jenis perbuatan maksiat yang dijelaskan sebagai dosa-dosa
kecil, dan ada beberapa jenis perbuatan maksiat lainnya tanpa ada penjelasan.
Artinya, ini mencakup dosa-dosa besar maupun dosa-dosa kecil. Hikmah dari tidak
adanya penjelasan tersebut ialah, supaya seseorang tetap menahan diri jangan
sampai melakukan semuanya, karena dikhawatirkan jangan-jangan hal itu termasuk dosa-dosa
besar." Menurut mereka, ini sama dengan masalah disembunyikannya kapan
terjadinya lailatul qadar, saat-saat istimewa pada hari jum’at, saat-saat
terkabulnya do’a pada malam hari, nama Allah yang agung, dan hal-hal lain yang
bersifat samar.
3. Intisasri / Kandungan Hadits
a.
Perbuatan dosa yang dapat membinasakan diri dan orang
lain harus senantiasa dihindari dan dijauhi.
b.
Manusia dilarang untuk menyekutukan Allah Swt. Dengan
sesuatu apapun, karena hal itu akan membinasakan diri baik dalam kehidupan di
dunia maupun di akhirat.
c.
Sihir dan tenung merupakan perbuatan terlarang karena
perbuatan tersebut adalah bersekongkol dan jin dan syetan.
d.
Jiwa seseorang apalgi Muslim harus senantiasa dijaga
dan haram hukumnya untuk mengambil nyawa orang lain tanpa alasan yang haq.
e.
Kita dilarang untuk memakan harta riba dan harta anak
yatim yang ada dalam tanggungan kita dan berada dalam pengasuhan kita.
f.
Setiap umat Islam dicela oleh Allah dan Rasul-Nya bagi
siapapun yang melarikan diri dari peperangan atau ia keluar dari barisan perang
karena merasa takut akan kematian.
g.
Menuduh berzina kepada seorang muslimah dan mukminah
adalah perbuatan yang amat dilarang oleh baginda Nabi.
h.
Setiap perbuatan dosa dan hal-hal yang telah jelas
dilarang dalam agama akan membinasakan kehidupan kita dan akan membawa kita
pada jalan kerugian dan penyesalan.
BAB III
P E N U T U P
A.
KESIMPULAN
Dosa-dosa besar merupakan segala
larangan yang berasal dari Allah maupun Rasul-Nya. Dosa-dosa besar sangat
banyak jumlahnya, diantaranya: syirik, durhaka terhadap kedua orang tua,
membunuh jiwa tanpa hak, saksi palsu, sihir, menuduh mukminat berzina, membunuh
anak karena takut miskin, memakan harta anak yatim, memakan harta riba, lari
dari medan perang, berzina dengan istri tentang dan lainnya.
Dosa-dosa besar di atas yang
merupakan dosa dan kezhaliman yang paling besar serta yang paling berat
hukumannya, yaitu syirik. Allah telah mengharamkan surga bagi orang yang
menyekutukan-Nya dan telah disiapkan baginya neraka sebagai tempat kembali.
Sesungguhnya tidak ada penolong bagi orang-orang yang zhalim.
Selain itu, durhaka terhadap
orang tua juga merupakan dosa besar dan termasuk dosa yang membinasakan. Sudah
sepatutnya kita harus taat terhadap keduanya sesuai dengan syariat Islam.
Banyak lagi dosa-dosa besar yang
harus dihindari, karena berakibat buruk dan dapat membinasakan diri sendiri
juga orang lain selain yang telah disebutkan di atas. Setiap orang Islam yang
beriman wajib menghindarkan diri dari dosa-dosa besar tersebut, agar tidak
mendapat laknat dari-Nya. Karena Allah menjanjikan surga-Nya untuk orang-orang
yang menhindarkan diri dari padanya dan Allah menghadiahkan neraka-Nya untuk
orang-orang yang mengerjakannya.
Muhammad Abdul Aziz al-Khauli
mendefinisikan dosa besar sebagai dosa yang memiliki kemudharatan yang sangat
besar dan pengaruh negatifnya di masyarakat sangat besar pula. Hal demikian
disebabkan karena mafsadat dan ancamannya yang sangat besar terhadap dosa-dosa
tersebut. (Al-Khauli, tt: 112)
Jika kita mengacu kepada berbagai
definisi di atas, maka yang termasuk dosa-dosa besar itu sangat banyak
jumlahnya. Dengan demikian, tujuh dosa yang membinasakan sesuai dengan sabda
Rasul di atas bukan sebagai pembatas bagi dosa-dosa besar tersebut. Tetapi hal
itu disampaikan oleh Rasulullah sebagai bentuk perhatiannya yang sangat besar
terhadap umatnya agar tidak terjerumus kepada dosa-dosa besar lain yang
mafsadat, hukuman, dan ancamannya seperti ketujuh dosa di atas.
Namun demikian, dari sekian
banyak dosa yang tergolong kepada dosa-dosa besar, dosa musyrik menempati
urutan paling atas (yang terbesar) dari dosa-dosa besar lainnya. Adapun
dosa-dosa besar lainnya yang tidak tercantum dalam hadis di atas, tetapi
menjadi kriteria dosa besar dalam hadis yang lain, di antaranya adalah durhaka
terhadap orangtua, membunuh anak karena kekhawatiran menambah kemiskinan,
persaksian palsu atau dusta, khianat dalam perkara ghanimah, zina, mencuri,
meminum minuman keras, memisahkan diri dari al-jama’ah, menebar fitnah,
melanggar bai’at, dan tidak membersihkan air kencing.
B.
SARAN
Para
ulama (semoga Allah merahmati mereka) berpendapat, "Melakukan dosa kecil
secara terus menerus dapat mengakibatkannya menjadi dosa besar".
Diriwayatkan dari Amru Ibnul Ash, Abdulah Ibnu Abbas, dan lainnya, "Tidak
ada dosa besar sama sekali dengan (melakukan) istighfar, dan tidak ada dosa
kecil sama sekali dengan terus menerus melakukannya." Artinya, bahwa dosa
besar itu bisa terhapus dengan memohon ampunan kepada Allah Swt., dan dosa
kecil itu bisa berubah menjadi dosa besar jika dilakukan terus menerus tanpa
istighfar.
Ada juga yang berpendapat, "Yang
dimaksud dengan terus menerus melakukan dosa kecil ialah melakukannya secara
berulang-ulang, karena orang yang bersangkutan tidak memiliki rasa kepedulian
yang besar terhadap agama."
Adapun al-Imam Abu Amr ash-Shalah
dalam fatwa-fatwanya mengatakan : "Dosa besar itu memiliki tanda-tanda,
antara lain ; menuntut pemberlakuan sanksi hukuman atau hadd, diancam dengan
siksa neraka dan lain sebagainya dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah, sementara
orang yang melakukannya disebut fasik."
DAFTAR PUSTAKA
Fathul Bari,
Ibnu Hajar Al-‘Asqolani, dar As-Salam, Riyadh, cetakan pertama Tahun 2000
masehi
Al-Minhaj syarh
Sohih Muslim, Imam Nawawi, Dar Al-Ma’rifah
Jami Al-‘Ulum wa
Al-Hikam, Ibnu Rojab, tahqiq Al-Arnauth
Sittu Duror min
Ushuli Ahlil Atsar, Syaikh Abdul Malik Romadhoni, maktabah Al-Asholah
Tafsir Ibnu
Katsir, tahqiq Al-Banna, dar Ibnu Hazm, cetakan pertama
Fawaid
Al-Fawaid, Ibnul Qoyyim, tahqiq Syaikh Ali Hasan, Dar Ibnul Jauzi
Al-Ikhlash,
Sulaiman Al-Asyqor, dar An-Nafais
Silsilah
Al-Ahadits As-Sohihah, Syaikh Al-Albani
Aina Nahnu min
Akhlak As-Salaf, Abdul Aziz bin Nasir Al-Jalil, Dar Toibah
Waqofaat ma’a
kalimaat li Ibni Mas’ud, transkrip dari ceramah Syaikh Sholeh Alu Syaikh
Tazkiyatun
Nufus, Ahmad Farid
Materi Hadits
Tentang Islam, Hukum, Ekonomi, Sosial dan Lingkungan., Dra. Oneng Nurul
Badriyah M.Ag
Hadits Web:
http://opi110mb.com/
http://fdj-indrakurniawan.blogspot.com
Posting Komentar